12 alasan mengapa bercinta sebelum menikah

Posted on Updated on

Perhatian! Yang dimaksud dengan “bercinta” di sini bukanlah berhubungan seksual, melainkan membina hubungan percintaan.

kebebasan-wanita-jilid-5.jpg

Dalam buku Kebebasan Wanita Jilid 5 (Gema Insani Press, 1999), Abdul Halim Abu Syuqqah (seorang ulama Ikhwanul Muslimin, sahabat Yusuf Qardhawi) membolehkan dan bahkan menyarankan bercinta sebelum khitbah (peminangan). Alasannya antara lain:

  1. Fenomena hubungan percintaan prakhitbah telah ada pada zaman Nabi Muhammad saw. (hlm. 72-80)
  2. Rasulullah saw. “menampakkan belas kasihnya kepada kedua orang yang sedang dilanda [saling] cinta”. (hlm. 75)
  3. Bila cinta didiamkan (tidak dibina), “maka dikhawatirkan akan terjatuh ke dalam hal-hal yang terlarang.” (hlm. 73)
  4. Rasa rindu dan cinta kepada lawan-jenis nonmuhrim di luar nikah tidak berdosa (tidak tergolong “zina hati”) dan bukan sesuatu yang kotor. (hlm. 74-77)
  5. Cinta kepada lawan-jenis bersifat “manusiawi, yang bersumber dari asal fitrah [suci]  yang diciptakan Allah di dalam jiwa manusia”. (hlm. 75)
  6. Cinta yang suci tersebut “mengandung segala makna kasih-sayang, keharmonisan, penghargaan, dan kerinduan, di samping mengandung persiapan-persiapan untuk menempuh kehidupan di kala suka dan duka, lapang dan sempit.” (hlm. 75)
  7. Cinta yang suci tersebut “tidak mungkin terjadi dengan sempurna antara dua orang manusia yang berakal sehat, kecuali setelah terjadi perhubungan yang mendalam dan pengalaman yang panjang, yang memungkinkan kedua belah pihak untuk saling mengenal dan mengetahui unsur-unsur yang dapat menegakkan cinta ini dan menumbuhkembangkannya.” (hlm. 75)
  8. Kalau tidak melalui “perhubungan yang mendalam dan pengalaman yang panjang” begitu, maka [taaruf] yang terjadi hanyalah “ketertarikan belaka terhadap unsur-unsur lahiriah yang tampak memukau.” (hlm. 75)
  9. Pertemuan tatap-muka dengan si dia “merupakan langkah awal, yang sesudah itu dilanjutkan dengan langkah-langkah [PDKT atau pendekatan] berikutnya dan semakin maju hingga mencapai puncak [di titik nikah] atau kembali lagi [ke persahabatan biasa]” (hlm. 75-76)
  10. Islam tidak mengingkari cinta yang indah, tetapi justru “menghendaki yang seindah-indahnya”. Islam menghendaki agar cinta itu “dijaga, dirawat, dan dilindungi” dengan harapan berujung pada titik nikah. (hlm. 76)
  11. Islam “tidak datang untuk membelenggu perasaan manusia, melainkan untuk membersihkannya dan mengarahkannya ke arah kebaikan, agar dengannya seseorang memperoleh kebahagiaan dan dapat membahagiakan orang sekitarnya, bukan untuk menyengsarakannya dan menyengsarakan orang sekitarnya.” (hlm. 76)
  12. Jalan menuju pernikahan (dari perkenalan hingga akad nikah) yang bisa panjang atau pun pendek tidaklah berbahaya “jika jalan itu dipenuhi dengan perasaan cinta dan diselingi dengan perkataan-perkataan manis [mesra] yang makruf, atau ditandai dengan tanda-tanda yang manis [mesra] dan makruf, seperti mengadakan tukar pikiran dan bantuan untuk mempersiapkan rumah tangga yang bahagia.” Cinta di jalan tersebut hendaknya “menjadi perasaan yang hangat, kegembiraan yang menyenangkan, dan cita-cita yang besar”. (hlm. 77)

Begitulah selusin alasan Abu Syuqqah mengapa sebaiknya kita bercinta sebelum khitbah (peminangan). Bagaimana dengan Anda? Punya alasan lain? Silakan menambahkan.

91 respons untuk ‘12 alasan mengapa bercinta sebelum menikah

    Imam Mawardi said:
    9 Oktober 2007 pukul 10:40

    Bagaimana ada praktek pacaran Islami? Lhaaa wong nglirik aja udah dosa. Nikah dulu baru pacaran. Itu ahsan

    M Shodiq Mustika responded:
    10 Oktober 2007 pukul 05:37

    @hz86
    Apakah pernyataanmu “kalo kita malahan pacaran ama orang yang kita suka..yaaa…rasa cinta itu bakalan ngegede2 dan ngegede..gedenya..ampe ngilangin rasa cinta kita ama Allah..” didasarkan pada penelitian obyektif ataukah prasangka subyektif?

    @fyanz

    Apakah pernyataanmu “tu namanya ngijinin seks bebas tau” didasarkan pada penelitian obyektif ataukah prasangka subyektif?

    @ImamMawardi

    1) Pacaran tanpa tatap-muka bisa dilakukan.

    2) Apa hujjah Anda sehingga mengatakan bahwa “nglirik aja udah dosa”? Abdul Halim Abu Syuqqah justru menyatakan, “Islam menetapkan bolehnya kaum wanita melihat kaum laki-laki, dan sebaliknya.” (Kebebasan Wanita, jilid 3, hlm. 172)

    3) Ya, sebagian orang sebaiknya langsung nikah tanpa pacaran. Namun sebagian orang lainnya sebaiknya pacaran dulu secara islami sebelum menikah. (12 alasan diantaranya sudah kami ungkap di artikel ini)

    […] memahami dugaan SPPI tentang adanya “12 Alasan Mengapa Bercinta Sebelum Menikah” a.k.a ”alasan adanya pacaran islami” yang dinisbatkan kepada Ustadz Abu Syuqqah dalam […]

    Sayap KU said:
    1 November 2007 pukul 10:14

    Blog terindah yang pernah Ade baca… sungguh!! Membaca blog ini jadi merenung selama ini cara pacaran Ade udah islami belum yah… duh !!

    -Ade-

    Tanggapan Admin:

    Makasih, mbak Ade. Met pacaran secara islami.

    rini said:
    6 November 2007 pukul 11:19

    Emang bukunya bagus ya..? Buat pdf-nya dong, kan lebih manfaat tuh. Hihihi, senengnya sama yang gratisan aja.

    Buat pak Shodiq, selain buku ini, dah baca buku karangan ulama mana aja? Yah, tentunya yang terkait dengan masalah hati, pergaulan muda-mudi. Makin banyak buku referensi tentu makin banyak ilmunya. Siapa tau ada ilmu yang tidak / belum dicantumkan di buku ini tapi ilmu tersebut diketahui oleh ulama lainnya. Tuk melangkah lebih jauh.

    wallahu’alam

    M Shodiq Mustika responded:
    6 November 2007 pukul 13:18

    @ rini

    Bukunya bagus banget. Kalo mau yg gratisan, kunjungi aja http://media.isnet.org/islam/Wanita/W1/Pengantar1.html

    Buku relevan lainnya yg kubaca antara lain adalah karya2 Yusuf Qardhawi, Quraish Shihab, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, …. Silakan menyampaikan rekomendasi buku apa saja yg perlu kita baca untuk lebih memahami bagaimana percintaan pranikah yg islami.

    rini said:
    9 November 2007 pukul 13:21

    Tentang percintaan pranikah yg islami, pastinya abi lebih paham dibanding aku. Dan pastinya dah baca buku lebih dari satu. Trus, gimana nih pendapat imam empat mazhab + Imam Ahmad tentang hal ini?

    M Shodiq Mustika responded:
    10 November 2007 pukul 03:54

    @ rini

    Kami belum tahu apakah imam empat mazhab + Imam Ahmad mendalami topik percintaan pranikah.

    Yang kami tahu sejauh ini, ulama besar terdahulu yang mendalami topik percintaan itu ialah Ibnu Qayyim dan Ibnu Hazm.

    Lihat
    http://pacaranislami.wordpress.com/2007/10/27/ulama-yang-sibuk-bercinta/ dan
    http://pacaranislami.wordpress.com/2007/11/09/contoh-pacaran-islami-ala-ibnu-qayyim-al-juziyah-1/ dan seterusnya

    sholihuddin said:
    15 November 2007 pukul 11:59

    mr. webmaster…..

    i hope u give me
    how to date by islam

    send to my email

    realstupid said:
    15 November 2007 pukul 13:09

    Ana coba kopas sedikit mengenai terapi al-isyq dari kitabnya IBNUL QOYYIM AL-JAUZIYAH….

    artikel lengkapnya ada di

    http://www.almanhaj.or.id/content/2074/slash/0

    TERAPI PENYAKIT AL-ISYQ
    Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-isyq dapat disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    “Artinya : Hai sekalian pemuda, barang siapa yang mampu untuk menikah maka hendaklah dia menikah , barang siap yang belum mampu maka hendaklah berpuasa karena puasa dapat menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina)”.

    Hadis ini memberikan dua solusi, solusi utama, dan solusi pengganti. Solusi petama adalah menikah, maka jika solusi ini dapat dilakukan maka tidak boleh mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwaytkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

    “Artinya : Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan”.

    Inilah tujuan dan anjuran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firman-Nya:

    “Artinya : Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah”.[An-Nisa : 28]

    Allah menyebutkan dalam ayat ini keringanan yang diberikannya terhadap hambaNya dan kelemahan manusia untuk menahan syahwatnya dengan membolehkan mereka menikahi para wanita yang baik-baik dua, tiga ataupun empat, sebagaimana Allah membolehkan bagi mereka mendatangi budak-budak wanita mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak wanita jika mereka butuh sebagai peredam syahwat, keringanan dan rahmati-Nya terhadap makluk yang lemah ini.

    2. Jika terapi pertama tidak dapat dilakukan karena tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya karena ketentuan syar’i dan takdir, penyakit ini bisa semangkin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan dirinya bahwa apa-apa yang diimpikannya mustahil terjadi, lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang berputus asa untuk mendapatkan sesuatu, niscaya akan tenang dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, akan berpengaruh terhadap jiwanya sehingga semangkin menyimpang jauh.

    Dalam kondisi seperti ini wajib baginya untuk mencari terapi lain yaitu dengan mengajak akalnya berfikir bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang mustahil dapat dijangkau adalah perbuatan gila, ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?

    Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya tertutup karena larangan syariat, terapinya adalah dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan adalah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu kearah yang diingininya tertutup, dan mustahil tercapai.

    3. Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah dia mau meninggalkannya karena dua hal, pertama karena takut (kepada Allah) yaitu dengan menumbuhkan perasaan bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang berakal jika menimbang-nimbang antara mencintai sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, akan memilih yang lebih tinggi derajatnya. Jangan sampai engkau menggadaikan kenikmatan abadi yang tidak terlintas dalam pikiranmu dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun menghayal terbang melayang jauh, ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan, akhirnya sirnalah segala keindahan semu, tinggal keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.

    Kedua keyakinan bahwa berbagai resiko yang sangat menyakitkan akan ditemuinya jika dia gagal melupakan yang dikasihinya, dia akan mengalami dua hal yang menyakitkan sekaligus, yaitu:gagal dalam mendapatkan kekasih yang diinginkannya, dan bencana menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin bakal mendapati dua hal menyakitkan ini niscaya akan mudah baginya meninggalkan perasaan ingin memiliki yang dicinta.Dia akan bepikir bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri dan kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar sedikit demi mendapatkan kebahagiaan yang abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu, kezalimannya kan memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya . orang yang terhindar adalah orang-orang yang dipelihara oleh Allah.

    4. Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak terima dengan terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab mengikuti hawa nafsunya akan menimbulkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan yang datang, lebih parah lagi dengan memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk mendapat petunjuk yang merupakan kunci keberhasilannya dan kemaslahatannya.

    5. Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah dia selalu mengingat sisi-sisi kejelekan kekasihnya,dan hal-hal yang membuatnya dampat menjauh darinya, jika dia mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya niscaya dia akan mendapatkannya lebih dominan dari keindahannya, hendaklah dia banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling kekasihnya tentang berbagai kejelekannya yang tersembunyi baginya. Sebab sebagaiman kecantikan adalah faktor pendorong seseorang untuk mencintai kekasihnya demikian pula kejelekan adalah pendorong kuat agar dia dapat membencinya dan menjauhinya. Hendaklah dia mempertimbangkan dua sisi ini dan memilih yang terbaik baginya. Jangan sampai terperdaya dengan kecantikan kulit dengan membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak dan kusta, tetapi hendaklah dia memalingkan pandangannnya kepada kejelelekan sikap dan prilakunya, hendaklah dia menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejekan yang diceritakan mengenainya dan kejelekan hatinya.

    6. Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir adalah mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah yang senantiasa menolong orang-orang yang ditimpa musibah jika memohon kepadaNya, hendaklah dia menyerahkan jiwa sepenuhnya dihadapan kebesaranNya, sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Jika dia dapat melaksankan terapi akhir ini, maka sesunguhnya dia telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah). Hendaklah dia berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya, jangan sampai dia menjelek-jelekkan kekasihanya dan mempermalukannya dihadapan manusia, ataupun menyakitinya, sebab hal tersebut adalah kezaliman dan melampaui batas.

    PENUTUP
    Demikianlah kiat-kiat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Namun ibarat kata pepatah: mencegah lebih baik daripada mengobati, maka sebelum terkena lebih baik menghindar. Bagaimana cara menghindarinya? tidak lain dengan tazkiyatun nafs.

    Semoga pembahasan ini bermanfaat.

    [Diterjemahkan oleh : Ustadz Ahmad Ridwan,Lc (Abu Fairuz Al-Medani), Dari kitab : Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4, halaman 265-274, Penulis Ibnu Qayyim Al-Jauziah]

    Adakah Ulamaku tercinta Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah menyarankan untuk berpacaran….?

    […] bisa salah-paham bila menyimak hadits yang terjemahannya keliru atau kurang tepat. Contohnya, dalam sebuah komentar seorang pembaca yang menyebut dirinya […]

    M Shodiq Mustika responded:
    17 November 2007 pukul 06:52
    M Shodiq Mustika responded:
    19 November 2007 pukul 02:50

    @ Sholihuddin

    Maaf, kami kekurangan sumberdaya untuk mengirim pesan via email. Media blog ini merupakan media yang efisien untuk menyampaikan pesan kepada siapa pun, bukan? Silakan memanfaatkannya.

    al_akh26 said:
    25 November 2007 pukul 14:53

    Duhai ukhti, bukan aku tak mencintaimu
    Ketika tak kubalas senyuman itu
    Itulah tanda kedewasaanku
    Dalam menjaga cinta kita berdua

    Duhai ukhti, bukan aku tak mencintaimu
    Ketika tak kubalas sms2 mu
    Itu adalah bukti ketulusan cintaku
    Dalam menjaga cinta kita berdua

    Duhai ukhti, bukan aku tak mencintaimu
    Ketika aku tak mengantarmu pulang
    Karna itulah untuk menjaga cinta kita
    Dari prasangka dan fitnah

    Duhai ukhti, bukan aku tak mencintaimu
    Ketika aku memutuskan untuk tak bersamamu saat ini
    Karna aku yakin pada Zat Yang Maha Kuasa
    Bahwa kita suatu saat akan dipertemukan dengan RidhoNya

    –>Inilah langkah tepat untuk menuju kebahagiaan berumah tangga.
    Cinta yg suci tanpa diringi dengan hal2 yang syubhat (pacaran).
    Yakinlah….
    Smoga menjadi renungan bagi kita semua.
    Amiin…..l

    admin alien26 said:
    25 November 2007 pukul 14:56

    Catatan Admin:

    Tulisan di bawah ini ditulis juga oleh al_akh26 (yang menggunakan nama Andi Maipa) yang secara licik telah mencatut nama M Shodiq Mustika dengan menggunakan IP 202.155.148.169. Awas! Jangan terkecoh!

    wow… pacaran islami???? mantappp!!!!

    wowowowowowow

    brati rasul dulu bgitu juga ya????

    wewewew.. kayaknya saya lebih suka oleh syair al_akh26 deh.. begitu kalau menurut saya pacaran ala islam..

    al akh abdullah said:
    26 November 2007 pukul 10:52

    Bismillah……
    ketahuilah wahai akhi dan ukhti
    cinta suci tak di bangun di atas “pacaran Islami”
    bukan pula pembenaran diri dengan dalil2 bertendensi
    namun di atas Diinullaah yang benar2 suci
    sadarlah wahai jiwa yang melampaui batas diri
    akan tanggung jawab amal di hadapan Illahi
    tanyakan pada segenap jiwa dan relung2 hati
    kebohongan dan nafsu syahwat tiada arti
    di hadapan Allah yang maha mengetahui
    pintu taubat kan selalu menanti
    sebelum ajal menjemput diri……..

    M Shodiq Mustika responded:
    26 November 2007 pukul 11:46

    Ketahuilah wahai al akh abdullah,
    cinta yang dibangun di pacaran islami adalah suci.
    Lihat http://pacaranislami.wordpress.com/taman-cinta/

    bhell said:
    5 Januari 2008 pukul 23:56

    setuju!!!

    slam said:
    21 Februari 2008 pukul 10:16

    website yang bagus euyy

    yulianti on 10 said:
    10 Maret 2008 pukul 15:59

    menurut aq pacaran ga smuanya pke nafsu bisa aja kan,pcaran krna dmi ortu jdi sbaikny pacaran ga harus bercinta!!!!!!!!

    ikhwan fillah said:
    12 Maret 2008 pukul 07:34

    Bismillahirrahmanirrahim
    “Pacaran” istilah yg selama ini menjadi topik yang sangat menarik di kalangan para aktifis dakwah, entah dia itu ikhwan maupun akhwat. Terjadi pro dan kontra mengenai boleh tidaknya pacaran ini. Ada yg sampai-sampai memberikan solusi bahwa pacaran itu boleh sepanjang dilakukan secara islami (termasuk buku yg jadi topik diskusi kita di blog ini). Nah yg menjadi masalah adalah seperti apakah pacaran yg Islami itu. Sebab konotasi pacaran yg umum kita kenal dan populer di kalangan muda mudi sekarang adalah….sering jalan bareng, ada waktu untuk berdua-duaan, dan terutama adalah komitmen hati saling memiliki antara keduanya walaupun dia hanya sebentuk pernyataan saling suka. Akses dari ini semua adalah terlalu banyak korban yg bergelimpangan dan tentunya yg paling dirugikan adalah wanita. Sebutlah misalnya kehilangan kehormatan sebelum nikah (ada sumber yg menyatakan bahwa 60% remaja putri sekarang telah kehilangan kehormatannya sebelum nikah), Hamil sebelum nikah, dan salah satu yg terburuk adalah karena pacaran ini sdh dianggap trend jaman maka muncullah yg disebut freee sex and liberalisme. Berciuman di depan umum adalah hal biasa….dan seterusnya.

    Nah bagaimana dengan Islam…seperti apakah konsep pacaran dalam Islam. Menilik sirah nabawiyyah sulit mendapatkan informasi adanya hubungan (pacaran) para nikah yg dilakukan oleh para sahabat dan generasi Islam masa lalu. Dan menurut saya konsep pacaran itu sebanarnya lahir sebagai buah dari kebuntuan berfikir barat, dimana terjadi ketidak puasan atas ajaran Yahudi dan Nasrani yg jelas telah mengungkung pergaulan hidup antara laki-laki dan perempuan. (Valentine day).

    Sy agaknya kurang setuju dengan pendapat abu syuqqah seperti yg tertulis dalam buku di atas. Kenapa…..????? sebab hampir tidak ada bedanya dengan apa yg telah di paraktekkan generasi masa kini. Cinta???? benar adalah fitrah dari Allah…dan itu itu harus dipelihara dan dijaga dipoles dengan tuntunan Allah agar tidak berbelok arah ke hal-hal negatif. Bagaimana membendung perasaan cinta yg menggebu gebu terhadap lawan jenis (akhwat) ??????. Kuncinya adalah segerakan “MENIKAH” baru setelah itu “PACARAN” (ini yg Islami). Tidak usah takut karena belum punya kerjaan, masih kuliah dan pertimbangan-pertimbangan yg tidak masuk akal.
    Wassalam

    Yasser Arafat said:
    3 April 2008 pukul 16:25

    sebelumnya saya minta maaf Ustad, kaya-nya berat banget ngejalanin hidup tanpa cinta (jomblo). gimana caranya biar hidup g ngeBeTe-in (tanpa seseorang yang mendampingi hidup kita di hari esok) alias pacar…!!

    M Shodiq Mustika responded:
    5 April 2008 pukul 11:19

    @ bhell & slam
    thanks

    @ yulianti
    sepertinya kita sependapat, cuman pengertian kita mengenai “bercinta” ini tampaknya berbeda

    @ ikhwan fillah
    1) Ya, kuncinya adalah segerakan menikah. Pacaran islami memang dalam rangka menyegerakan menikah.
    2) Konsep “bercinta sebelum khitbah” ala Abu Syuqqah ini sangat berbeda dengan “pacaran pada umumnya”. Lihat http://pacaranislami.wordpress.com/cinta-pra-khitbah/
    3) Benarkah “60% remaja putri sekarang telah kehilangan kehormatannya sebelum nikah”? Lihat http://wppi.wordpress.com/2008/01/17/ciuman-dengan-pacar/

    @ Yasser Arafat
    Bersahabatlah secara akrab dengan beberapa wanita sekaligus. Kebutuhan batiniahmu ini insya’Allah akan terpenuhi dari mereka.

    moo said:
    17 April 2008 pukul 14:49

    satuju………

    uLphA said:
    20 April 2008 pukul 17:18

    Ass. .
    Mf y sblmx, bknx saya mw mgkritik ato aplah. .
    Dlm bku tsb, qt d ijinkn u/ bercinta sblm mnikah.
    Pdhl dlm Islam tu gda istilah brcinta atopun pcrn sblm mnikh. B22an j uda mndkati Zina plgi pcrn atopn brcnta.
    Sya tw mksd bku tsb “bercinta” adl mmbina, tp bgmna qt bs mmbina??
    Brhbgn dgn lwan jns uda dlrg dlm Islam.
    Msk qt hrz mmbina tu dgn org lain?

    Klopn spti itu, pa Anda bs btgg jwb dgn Web Anda ini?
    Terima Kasih.
    Wass

    Rachvy said:
    1 Juni 2008 pukul 22:00

    Assalamu’alaikum wr.wb.

    Di manakah dasar yang berasal dari Al Qur’an dan Sunnah? Di mana itu semuanya? Padahal 2 hal ini adalah pedoman dalam Islam yang paling utama. Sedangkan di Al Qur’an sudah tertulis dengan jelas tuk menjauhi zina.
    Jangan sampai kita mencari pembenaran tuk hal2 yang sudah jelas dilarang dalam Al Qur’an.
    Terima kasih

    Wassalamu’alaikum wr.wb.

    Jawaban M Shodiq Mustika:

    wa’alaykum salam wr wb

    1) pacaran tidaklah identik dengan mendekati zina; lihat artikel Ciuman dengan Pacar

    2) dalil mengenai pacaran sudah dikupas di artikel Halal-Haram Pacaran dan Bantahan terhadap Penentang Dalil Pacaran.

    terima kasih
    wassalam

    syakir said:
    18 Juni 2008 pukul 21:46

    siapa yang kata islam tidak sempurna? dalam Islam, semua ada. tapi masih ada yang salah faham maksud penulis. pendapat saya, maksud penulis ialah berpacaran secara islami ialah sepertimana rasulullah dan sahabat2nya yang mendapat tarbiyyah terus dari rasulullah. nah, penulis telah mengetengahkan huraian dari ulama berdasarkan al-quran dan Hadith sohih. apakah yang membuatkan hati sebahagian kalian tertutup? pastinya kelancangan salah tanggap dan gak berhati2. PERHALUSILAH TUAN-TUAN!
    Jangan fikir BERPACARAN yang dimaksudkan penulis itu adalah seperti kebanyakan orang zaman sekarang.

    Tanggapan Admin:

    1) Kami dan ulama Ikhwanul Muslimin yang menulis buku Kebebasan Wanita itu tidak pernah menyatakan bahwa Islam tidak sempurna.

    2) Jangan bersangka-buruk tanpa bukti sama sekali. Lihat http://muslimmoderat.wordpress.com/2008/05/28/ciri-ciri-islam-ekstrim-2-buruk-sangka-dan-menuduh/

    3) Kami pun “mengetengahkan huraian dari ulama berdasarkan al-quran dan Hadith sohih”. Lihat http://pacaranislami.wordpress.com/panduan-pacaran/

    4) Kami TIDAK memaknai istilah “pacaran” seperti yang dipahami oleh “kebanyakan orang zaman sekarang”. Kami justru melakukan islamisasi terhadap budaya ini. Lihat http://pacaranislami.wordpress.com/about/

    syakir said:
    19 Juni 2008 pukul 06:46

    salam. mungkin penulis kurang faham maksud saya kerana menggunakan bahasa malaysia.

    saya tidak mengatakan bahawa penulis yang mengatakan islam tidak sempurna, sebaliknya orang yang tidak bersetujulah yang seolah2nya menyatakan sedemikian.

    2. saya tidak bersangka buruk, malah menyokong penulis.

    3. sememangnya saya telah mengatakan bahawa penulis (admin) yang mengetengahkan huraian dari ulama berdasarkan al-quran dan hadith sohih.

    4. sememangnya saya tidak mengatakan penulis yang memaknai istilah “pacaran” seperti yang dipahami oleh “kebanyakan orang zaman sekarang”. malahan saya menujukannya kepada orang2 yang mempertikaikan penulis (admin)

    sekian. maaf kerana menggunakan bahasa yang kurang difahami di blog ini.

    Tanggapan Admin:
    Terima kasih atas penjelasan Sdr. Syakir.
    Di waktu mendatang, supaya lebih dipahami, harap dituliskan kepada siapa komentar ditujukan, misalnya: “Kepada para penentang islamisasi pacaran”.

    Tinisyifa said:
    5 Juli 2008 pukul 15:14

    Assalamu’alaikum

    adakah pacaran islami???
    duh bener ga nech? bukanya yang ada dalam Islam hanya khitbah dan menikah?

    jangan buat hatiku bimbang dunk 😦

    yahya said:
    7 Juli 2008 pukul 10:55

    gak jelas banget… mari kita tinggalkan yang tidak jelas, saudara2 :)) wis ah, cuman orang aneh…

    Tanggapan Admin:
    Aneh bagaimana? Menurut Anda, apakah menyampaikan kebenaran Islam itu aneh?

    Teuku Zulkhairi said:
    19 Juli 2008 pukul 20:56

    salam to semua ya……..
    Boleh-boleh saja kang shodiq punya sandaran, toh orang yang jelas2 tidak benar juga banyak yang punya sandaran…
    memang aneh banget kank shadiq ini, menyampaikan Islam yang bagaimana sich menurut anta? janganlah menyebarkan hal-hal yang anda doank yang meyakini kebenarannya, ulama yang menjadi tempat anda bersandar juga manusia biasa yang bisa khilaf… sampaikan yang haq aja kank…

    toex kang shodiq dan mas admin…
    anda memang punya sandaran, kami mengakui koq… kami juga mengakui orang kafir dan sekuler juga punya sandaran atas pendapatnya

    Tanggapan Admin:
    Semua punya sandaran, tapi kekuatannya berbeda. Kami mengikuti sandaran yang terkuat.
    Kami hanya menyampaikan kebenaran yang kami yakini. Selanjutnya kami berserah diri kepada Allah SWT. Mudah-mudahan Dia senantiasa memberi kita hidayah-Nya.

    febri said:
    23 Juli 2008 pukul 16:47

    Hati2 dalam nmenggunakan istilah!
    Mungkin sudah waktunya kita punya kamus khusus untuk menyatukan persepsi!
    (spt. istilah “taaruf”, “ikhwan/akhwat”, dst………………….)

    rahmi ar said:
    21 Agustus 2008 pukul 17:50

    memang tidak ada yg salah dengan perasaan cinta, suka, sayang, dan lain sebagainya..
    yang salah adalah cara kita mengekspresikannya, bagaimana kita mnjaga sikap agar tak melanggar hukum syara…

    kenapa bukan itunya saja yg diblow up pak..?
    ato memang bapak punya misi lain untuk meng`islamisasi pacaran…?

    bagi pembaca ya baca yg cermat. jangan sampai akhirnya ikut terperosok dlm lembah pacaran.

    syahwat bukan untuk diumbar, tapi adalah tantangan kita bagaimana cara mengatur/mengendalikannya..

    wallahu`alam…

    azai said:
    29 Agustus 2008 pukul 16:53

    jdi pacaran tu boleh2 aja ya?

    gilang said:
    31 Agustus 2008 pukul 02:35

    pertama2 saya bingung dengan semua pemikiran anda, tapi setelah saya baca hampir setengah blog anda saya mengerti apa yang ingin anda sampaikan
    kesimpulannya anda memberitahu kami kalo pacaran itu adalah sebelum pernikahan, bukan di saat remaja
    pacaran islami itu yang ingin anda jadikan cover untuk informasi yang sangat penting ini
    saya salut dengan pemikiran anda

    Yang prihatin said:
    3 Oktober 2008 pukul 16:38

    saya kasihan dengan yang punya blog ini… “tidak sadar kalo dirinya salah” begitu kata guru (fiqh) saya dulu..

    […] Ibnu al-Atsir menceritakan dalam Tarikh-nya bahwa setelah mendengar kabar tentang sifat-sifat Muhammad SAW, Siti Khadijah menawarkan kesempatan kepada beliau untuk membawa barang dagangannya ke Syam. Tawaran ini diterima dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar (daripada bila dibawa oleh orang lain). Lantas, Ibnu al-Atsir mengungkapkan “Siti Khadijah sangat gembira menerima keuntungan yang besar itu, tetapi kekagumannya kepada orang yang telah diujinya itu jauh lebih mendalam.” (Kekaguman yang mendalam inilah yang kita kenal sebagai rasa CINTA. Sedangkan ekspresinya kita sebut sebagai “bercinta“.) […]

    Teuku Zulkhairi said:
    1 April 2009 pukul 17:52

    busyet lho kank shadiq, taubatlah sebelum terlambat!!! kebenaran bukan seperti yang anda pikirkan, tapi berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah…

    Evan said:
    9 Juli 2009 pukul 11:42

    Jika Ini Di salah artikan oleh kaum muda makan dalam beberapa bulan ke depan akan sangat sulit ditemukan Perawan dalam usia yg masi sangat muda. (16-19tahun)

    Maka akan sama dengan negara2 luar yg melakukan seks bebas setelah diatas 15 tahun.

    Semoga mereka dapat mengerti arti alasan2 ini dengan sebenarnya.

    yory said:
    9 Mei 2010 pukul 22:50

    hem aneh nih yang posting…..

    syamsul said:
    6 Mei 2011 pukul 09:17

    HATI2 DALAM BERFATWA JANGAN AMBIL SE ENAKNYA SENDIRI…TIRULAH ULAMA’2 YANG HATI 2 DALAM BERSIKAP DAN MENGAMBIL PENDAPAT YG MU’TABAR…JANGAN AMBIL YG SESUAI DENGAN HAWA NAFSU BELAKA…YG TUJUANNYA BISNIS EGOSENTRIS…DAN EMOSI

Tinggalkan Balasan ke ikhwan fillah Batalkan balasan