Sentuhan syetan di wajah orang yang tekun beribadah
Kuis: “Apakah di lingkungan sosial Anda, biasanya Anda merasa bahwa Anda tergolong orang yang paling saleh?” Silakan jawab di dalam hati masing-masing dengan sejujur-jujurnya. Lalu marilah kita simak sebuah kisah dari sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang shahih berikut ini. (Harapanku, kita bisa menjadi lebih rendah hati dalam menekuni ibadah, terutama di bulan Ramadhan ini.)
Di hadapan Nabi dan para sahabat, Abu Bakar Shiddiq memuji-muji seseorang yang sangat bagus ibadahnya. Namun, Nabi tidak segera berkomentar. Setelah itu, orang yang dipuji-puji tersebut datang. Para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah, itulah orang yang kita bicarakan.”
Beliau bersabda, “Aku melihat sentuhan syetan di wajahnya.”
Kemudian dia duduk di majelis Nabi. Beliau mendekatinya dan bertanya, “Apakah kamu bila berada dalam suatu majelis, kamu merasa bahwa kamulah yang paling saleh di majelis itu?”
Orang itu menjawab, “Ya Allah, memang begitulah saya.” Setelah itu, dia pergi ke masjid.
Kemudian Nabi memberikan perintah yang sangat mengejutkan, “Siapa yang mau membunuh orang itu?”
Abu Bakar Shiddiq berangkat. Singkat cerita, dia kembali seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tidak mungkin aku membunuh dia. Dia dalam keadaan ruku’. Dan ruku’-nya itu sangat bagus.”
Nabi masih berkata, “Siapa yang mau membunuh orang itu?”
Umar bin Khaththab berangkat. Ia pun kembali seraya berkata, “Wahai Rasulullah, tidak mungkin aku membunuh dia. Ia sedang meratakan dahinya dalam shalat dan bersujud dengan sangat khusyuk.”
Nabi masih berkata, “Siapa yang mau membunuh orang itu?”
Berangkatlah Ali bin Abi Thalib. “Aku akan membunuh dia,” katanya. Tidak lama, Ali juga kembali, tetapi pedangnya pun belum bersimbah darah. Ali berkata, “Aku datang ke masjid, tetapi orang itu sudah tidak ada, wahai Rasulullah. Orang itu sudah pergi.”
Nabi kemudian bersabda, “Seandainya dia kau bunuh, umatku tidak akan pecah sesudah ini.”
=========
Sumber kisah: Manusia Modern Mendamba Allah (Jakarta: IIMaN & Hikmah, 2002), hlm. 5-6.
2 September 2008 pukul 08:46
Seorang yang baik tidak akan bilang bahwa dia paling baik karena itu sebuah kesombongan, salam kenal pak
3 September 2008 pukul 21:50
ass. wr wb
bener juga apa yang telah di sampaikan barusan lantaran banyaknya orang yang mengaku shaleh dan sangat shaleh sekarang ini yang kadang membuat buram pandangan seseorang tentang nilai suatu iman yang mestinya itu semua hanya yang kuasa yang dapat menilainya bahkan yang bersangkutan pun tak berhak mengklaim keimanan nya sendiri karena dekatnya batas keriyaan / uzub dengan taqwa, hanya orang yang dapat memahami seluruh kealfaan dan kekhilafannya yang mampu mengoreksi kadar keimanannya guna kemajuan islamnya tanpa unsur penonjolan diri.
wassalam , jazakumullah
gun’s
6 September 2008 pukul 21:51
Saya masih sok sholeh, makanya blog saya namanya cah sholeh… sebetulnya sih biar jadi pengingat diri saya bahwa saya harus jadi cah sholeh beneran
7 September 2008 pukul 00:07
@ Ahmad Sholeh
Salam kenal. Semoga sesoleh namanya.
@ gunawan safitri
Betul, banyak orang tak menyadarinya.
Na’udzubillah min dzalik.
@ Andy MSE
Wah, kalau sudah merasa sok sholeh, apa masih tergolong sok sholeh?
Setahuku, orang yang sok alim tak pernah mengakui dirinya sok alim.
27 September 2009 pukul 17:05
Lalu bagaimana biar kita tdk sok sholeh? Jawab ya?
5 Mei 2013 pukul 20:46
mgkn beribadah hanya mengharap mdpt ridho-Nya