Ternyata Banyak Ormas Islam Menentang Fatwa MUI perihal Hukum Golput/Rokok
Fatwa terbaru MUI tentang golput dan rokok menuai banyak tentangan. Penentangnya pun bukan sekadar individu atau orang awam, melainkan juga sejumlah ormas Islam. Bahkan, dua ormas Islam terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, termasuk di dalamnya. (Aneh, nggak, sih?)
Penentangan yang paling keras justru muncul dari ormas Islam terbesar, yakni NU. Sikap NU tercermin dalam situs resminya. Di situs ini diberitakan, “Pesantren Jawa-Madura Tolak Fatwa MUI“, “PBNU Anggap Golput Hak, tapi Tak Setuju Kampanye Golput“, “Fatwa Haram Merokok MUI Tak Berlaku di Madura“, “Ulama Kudus Anggap MUI Permainkan Hukum“, “Tidak Semua Fatwa MUI Kontroversial“, dan sebagainya.
Penentangan dari Muhammadiyah ternyata juga keras, walaupun tidak sekeras sikap NU. Di situs resmi Muhammadiyah diberitakan “Din: Ulama, Jangan Asal Berfatwa“. Maksudnya, meskipun fatwa merupakan kewenangan ulama, Din (Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah) mengingatkan, para ulama harus arif dan bijaksana, dan selalu memperhatikan kondisi masyarakat. “Seperti golput misalnya, tidak semua bisa dikaitkan dengan hukum agama halal dan haram”, sanggahnya. Selaras dengan itu, menurut Ketua Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bahtiar Effendi, “Sebaiknya MUI Mencabut Fatwa Golput“.
Dalam pemilihan presiden 2004, “11 Ormas Islam Pilih Golput di Putaran Kedua“. Ormas-Ormas Islam tersebut ialah Muhammadiyah, Persis (Persatuan Islam), KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam), Majelis Dakwah Islamiyah, Dewan Masjid Indonesia, Al Ittidaiyah, Gerakan Muslimat Indonesia, Wanita Islam Indonesia, Badan Organisasi Wanita Islam Indonesia, Persatuan Islam Thionghoa Indonesia, dan KBTII.
Yang saya belum mengerti, MUI itu ‘kan himpunan ulama dari berbagai organisasi, termasuk ormas-ormas islam tersebut. Mengapa fatwanya bertentangan dengan sikap ormas-ormas tersebut, yang tiga diantaranya justru tergolong ormas islam terbesar di Indonesia (yaitu NU, Muhammadiyah, dan Persatuan Islam)? Apakah komposisi MUI saat ini kurang representatif (karena dikuasai oleh kelompok tertentu saja)?
—Artikel terkait di WordPress.com:
This entry was posted in Menurut Islam, Pandangan Agama and tagged fatwa MUI, fatwa ulama, halal haram, Muhammadiyah, opini, pemilu.
30 Januari 2009 pukul 10:13
saya juga termasuk orang yang menentang mas…. tapi saya bukan dari ormas… soalnya suka ngada-ngada aja dah MUI….
mendingan petasan yag diharamkan, ketimbang rokok, mudharat-nya jauh lebih besar…
golput diharamkan, apa-apa pula lah. pilihan orang koq diharam-haramkan…
salam,
jejak bugil
http://jejakannas.wordpress.com/
30 Januari 2009 pukul 10:43
Banyak juga ya… yang menentang.
Tapi, apakah MUI mendengarkannya ?
Apa jadinya bila MUI tidak didengar lagi oleh para moslem ?
Haram buat MUI tapi tidak bagi yang lain.
30 Januari 2009 pukul 11:03
Rokok mudharatnya akan timbal balik, baik kpd perokok aktif & pasif, mudah2-an disiplin utk tidak merokok di tempat2 umum & ruang ber-AC bisa ditegakkan.
Saya pikir ijtihad MUI adalah suatu bentuk pensikapan atas perilaku kaum muslimin/at yg dikawatirkan bisa membawa kerugian dari aspek mater & non-materi.
Wassalam,
http://rindrakari.com
30 Januari 2009 pukul 12:41
Kalau ia suatu upaya untuk membangun sikap, maka sebaiknya adalah dengan cara membangun pendidikan akhlak Islami di masyarakat dan juga penertiban hukum oleh aparat negara, dan bukan dengan cara mengeluarkan fatwa, karena fatwa pengharaman rokok apalagi masalah golput segala, jelas sama sekali tidak akan mampu untuk mengefektifkan kedua hal di atas.
Fatwa-fatwa MUI ini menurut hemat saya tidak bersandar pada syariat dan hanya semata-mata kepentingan golongan tertentu saja.
30 Januari 2009 pukul 13:47
Jelas, bahwa ada intervensi pemerintah tentang keputusan MUI untuk mengeluarkan fatwa haram golput karena beberapa saat lagi ada pemilu raya di Indonesia.
Dan setelah dilihat istimbat hukum dari MUI banyak yang tidak tepat/kekuatan dalilnya tidak pada tempatnya. Misalnya ada salah satu dalil yang mengambil dari UUD 1945, dan sudah kita ketahui bahwa sumber hukum Islam itu adalah Al Qur’an, hadist, Ijma’ dan Qiyas.
30 Januari 2009 pukul 14:29
sebenarnya mau diharamkan atau ndak, kalau pola pikir masyarakatnya masih belum berubah, ya ndak ngaruh juga.
buktinya, di kampus saya, tetep aja temen2 merokok sesukanya, seperti dianggap angin lalu saja itu fatwa, khawatirnya, MUI lama-lama kehilangan wibawanya.
agak sulit kalau MUI bekerja sendirian, sementara pemerintah tahun 2010 (kalau ndak salah) meningkatkan produksi rokok sampai -sekian miliar batang-, lho…3x ada apa ini, dilarang tapi kok produksi semakin menjadi, kan jadi aneh
belum lagi tidak adanya ketegasan dari pemerintah. Kalau di negara luar, seperti jepang misalnya, tu pelajar2 kagak bakalan bisa dapat itu rokok sembarangan, nah di negeri kita, survei KOMNAS HAM perlindungan anak mengeluarkan hasil yang mengejutkan, mosok anak umur 4 tahun sudah ada yang merokok, itukan apa ya???? ummm masya Allah indonesia
30 Januari 2009 pukul 16:05
Saya pikir MUI itu tidak ada kerjaan dan buat sensasi saja, kenapa rokok dan cara kita golput itu menjadi “HUKUMNYA HARAM”. Padahal di dalam Al-qur’an dan Hadist itu sudah jelas mana2 saja makanan yang tidak di bolehkan dalam agama islam. Kemudian ada kah didalam Al-qur’an dan hadist bahwa merokok dan golput itu hukumnya Haram….!!
Dan yang paling berkesan saya pikir MUI itu tidak usah membahas ke 2 masalah tersebut, masih banyak PR : MUI di negara kita ini yg perlu mereka bahas spt: tempat2 maksiat, korupsi, masalah jemaah haji dll.
30 Januari 2009 pukul 21:57
MUI tu siapa toooo? cobak mas penulis carikan sejarahnya dan diulas… saya yakin sodara bisa…. 😉
saya orang dari jam’iyyatul ududiyyah al hisabi al jarumi (komunitas saya) gag peduli omongan MUI…
kalimat buat MUI,”Siapa sih, looh?”
30 Januari 2009 pukul 22:37
Melihat sidang MUI seperti nonton sidang DPR (Dewan Parodi Rakyat) di Democrazy. Keputusannya nggak mutu, gampang ditebak, dan cuma bikin kontroversi.
Baca : http://budhikw.wordpress.com/2009/01/26/dagelan-mui-tentang-fatwa-rokomui/
31 Januari 2009 pukul 09:50
hohohohooo…..
golput pun skarang d kaitkan dgn agama
must see:
http://www.cortex17.dragonadopters.com/
31 Januari 2009 pukul 12:17
Assalamu’alaikum , Menurut saya definisi haram sendiri adalah segala yang memberikan dampak yang buruk bagi diri sendiri atau lingkungan sekitarnya, saya yakin para pembaca tlah mengetahui apa saja yang baik bagi diri mereka, dan bila masih ragu maka ada sebuah hadist yang dapat jadi pertimbangan: Rosululloh SAW bersabda”mintalah fatwa pada hatimu, karena kebenaran adalah sesuatu yang membuat hati tentram”. Yang jadi masalah dapatkah kita mendengarkan suara hati masing-masing? dapatkah kita membedakan antara suara hati dan seruan nafsu? mudah-mudahan Alloh SWT selalu senantiasa menuntun hati kita pada kebenaran dan membuka hati kita untuk menerima setiap kebenaran. amin
31 Januari 2009 pukul 12:24
Untuk Golput sendiri menurut saya kita memang harus menentukan pilihan, walaupun pilihannya buruk. Kita harus dapat memilih mana yang lebih sedikit keburukannya. Misal jika ada pilihan antara capres pria nasionalis dan capres wanita nasionalis, saya lebih baik memilih capres pria walaupun saya merasa tidak sepaham, jika sebuah negara dipimpin oleh wanita maka negara tersebut hanya tinggal menunggu kehancurannya.
31 Januari 2009 pukul 16:19
[…] Ternyata Banyak Ormas Islam Menentang Fatwa MUI perihal Hukum Golput/Rokok […]
1 Februari 2009 pukul 17:58
yah skarang emang zaman edan..ulama yang harusnya sebagai penuntun umat malah menjadi pembingung umat..umatnya yang kesasar pa ulamanya yahhh………????,semoga alloh memberi jawaban secepatnya ,tidak membiarkan umatnya semakin puzziiinnkk…
1 Februari 2009 pukul 20:38
@ta2anarchy
amien
semoga Allah memberi jawaban secepat nya
9 Februari 2009 pukul 06:38
[…] Diantaranya: membudayakan korupsi, menyuburkan materialisme, mengakali hukum negara, melecehkan fatwa MUI, dan sebagainya. Diantara sebab-sebab semakin membudayanya perayaan Hari Valentin, yang paling […]
9 Februari 2009 pukul 11:57
golput haram,……jangan-jangan ada anggota mui yang mau mencalonkan diri jadi…..???,bagaimana kalau golput diganti nama atau kita sebut menjadi khowarij??
11 Juni 2009 pukul 19:19
memang bxk anggapan yg demikian, namun sebelum ada bukti kita hanyabisa berspekulasi saja!!
27 Februari 2009 pukul 07:22
nice post mas…
wah, banyak sekali artikel yang dikumpulkan (termasuk punya saya, he he he, makasih makasih) jadi terbantu….
Salam kenal ya mas
27 Februari 2009 pukul 10:09
@ vatonie
Salam kenal kembali… Makasih atas dukunganmu terhadap post di atas.
27 Februari 2009 pukul 13:27
wah…. punya saya masuk juga 😀
3 Maret 2009 pukul 14:30
Terima kasih artikel saya sudah dimasukkan.
11 Maret 2009 pukul 12:07
asalamualaikum Markaz Abu Fathan mempersembahkan 3 situs utk menambah ilmu dienul islam anda
kunjungi : http://www.markazsunnah.co.cc dan http://www.desasalaf.co.cc serta http://www.desasalafy.co.cc moga bermanfaat
19 Maret 2009 pukul 12:37
tengkyu, artikel saia ikut dimuat,…
apapun itu, setidaknya halal haram tidaklah membingungkan itu cukupkan? bukannya malah dibuat lucu gini ma para sesepuh dan kyai,…
Majelis Ulama [aneh] Indonesia.
25 Maret 2009 pukul 03:48
Majelis Ulama Idiot
Andaikan makhluk yang bernama fatwa sudah sejak dulu menemani bangsa Indonesia, tentu masyarakat kita menjadi terbiasa bergaul dengannya sehingga tidak mudah uring-uringan seperti yang hari-hari ini terjadi.
Misalnya pada awal 1900-an kaum ulama melontarkan fatwa bahwa Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia itu wajib hukumnya (sehingga tidak bangkit itu haram hukumnya). Demikian juga mempersatukan seluruh pemuda Indonesia itu fardhu kifayah (semua orang tidak bersalah asal ada sebagian yang menjalankannya).
Sumpah Pemuda itu fardhu ‘ain, kewajiban bagi setiap orang, kalau tidak bersumpah bergabung dalam persatuan Indonesia haram hukumnya. Berikutnya begitu Hiroshima- Nagasaki dibom atom, ulama Indonesia sigap melontarkan fatwa bahwa memproklamasi kan kemerdekaan Republik Indonesia itu wajib sehingga masuk neraka bagi siapa saja yang menolak 17 Agustus 1945.
Lantas diikuti oleh ratusan atau bahkan ribuan fatwa berikutnya: demokrasi itu wajib (meskipun di dalamnya ada komunisme itu haram).Tidak menaati UUD 1945 itu haram. Konstituante dan Piagam Jakarta dicari formula fatwanya. Katakanlah sejak pra-Kebangkitan Nasional hingga era Reformasi sekarang ini Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah menelurkan lebih dari 5.000 fatwa.
Makhluk Suci dari Langit
Sementara kita simpan di laci dulu perdebatan tentang positioning antara negara dengan agama. Kita istirahat tak usah bergunjing ulama itu sejajar
dengan umara (pemerintah) ataukah di atasnya ataukah di bawahnya. Juga kita tunda menganalisis lebih tinggi mana tingkat kekuatan fatwa kaum ulama dibandingkan undang-undang dan hukum negara.
Entah apa pun namanya makhluk Indonesia ini: negara sekuler, demokrasi religius, kapitalisme sosialis atau sosialisme kapitalis,atau apa pun. Kita mengandaikan saja bahwa produk kaum ulama,khususnya MUI, berposisi sebagai inspirator bagi laju pasang surutnya pelaksanaan kehidupan bernegara dan berbangsa.
Sebutlah ulama adalah partner pemerintah. Kaum ulama adalah makhluk suci berasal dari langit, memanggul amanat Allah sebagai khalifatullah fil ardli Indonesia. Kita semua pun bersyukur karena dalam menjalankan demokrasi kita ditemani
oleh utusan-utusan Tuhan.Dulu para rasul dengan mandat risalah, para nabi dengan mandat nubuwah, dan para ulama dengan mandat khilafah.
Tidak semua soal kehidupan mampu diilmui oleh akal manusia, maka kita senang Tuhan kasih informasi dan tuntunan, terutama menyangkut hal-hal yang otak dan mental manusia tak sanggup menjangkau dan mengatasinya. Kaum ulama dalam majelisnya terdiri atas segala macam ahli dan pakar.
Ada ulama pertanian, ulama ekologi, ulama perekonomian, ulama kehutanan, ulama kesehatan dan kedokteran, ulama, ulama kesenian dan kebudayaan, ulama fiqih, ulama tasawuf dan spiritualisme, ulama olahraga, dan segala bidang apa pun saja yang umat manusia menggelutinya karena memang seluruhnya itulah lingkup tugas khilafah atau kekhalifahan.
Tradisi Fatwa dalam Negara
Akan tetapi tradisi itu tak pernah ada.Fatwa terkadang nongol dan sangat sesekali. Mendadak ada fatwa tentang golput tanpa pernah ada fatwa tentang pemilu, pilkada, pilpres dengan segala sisi dan persoalannya yang sangat canggih. Tiba-tiba ada fatwa tentang rokok tanpa ada fatwa tentang pupuk kimia, tentang berbagai jenis narkoba, suplemen makanan dan minuman,penggusuran ,pembangunan mal, industri, kapitalisasi lembaga pendidikan,serta seribu soal lagi dalam kehidupan berbangsa kita. MUI mengambil bagian yang ditentukan tanpa pemetaan konteks masalah bangsa, tanpa skala prioritas, tanpa pemahaman konstelasi serta tanpa interkoneksi komprehensif antara berbagai soal dan konteks. Itu pun fatwa membatasi diri pada ”benda”. Makan ayam goreng halal atau haram? ”Dak tamtoh,” kata orang Madura.Tak tentu.Tergantung banyak hal.Kalau ayam curian,ya haram.
Kalau seseorang mentraktir makan ayam goreng sementara teman yang ditraktirnya hanya dikasih makan tempe, lain lagi hukumnya. Makan ayam goreng secara demonstratif di depan orang berpuasa malah bisa haram, bisa makruh, bisa sunah. Haram karena menghina orang beribadah. Makruh karena bikin ngiri orang berpuasa.
Sunah karena dia berjasa menguji kesabaran orang berpuasa. Beli sebotol air untuk kita minum, halal haramnya tak terletak hanya pada airnya. Kalau
mau serius berfatwa perlu dilacak air itu produksi perusahaan apa, modalnya dari uang kolusi atau tidak, proses kapitalisasi air itu mengandung kezaliman sosial atau tidak?
Kalau kencing dan buang air besar mutlak wajib hukumnya. Sebab kalau orang menolak kencing dan beol, berarti menentang tradisi metabolisme tubuh ciptaan Allah SWT. Berzikir tidak wajib, bahkan bisa makruh atau haram. Misalnya suami rajin shalat dan berzikir siang malam, istrinya yang setengah mati cari nafkah. Atau kita wiridan keras-keras di kamar ketika teman sekamar kita sedang sakit gigi.
Hak Tuhan
Butuh ruangan lebih lebar untuk menguraikan berbagai perspektif masalah yang menyangkut fatwa. Negara dan masyarakat tak perlu mencemaskan fatwa karena ada jarak serius antara fatwa dengan agama, apalagi antara fatwa dengan negara dan hukumnya.Terlebih lagi jarak antara fatwa dengan Tuhan.
Yang berhak me-wajib-kan, menyunah- kan, me-mubah-kan, memakruh- kan dan meng-haram-kan sesuatu hanya Tuhan.Ulama dan kita semua hanya menafsiri sesuatu. Kalau MUI bilang ”rokok itu haram”, itu posisinya beliau-beliau berpendapat bahwa karena sesuatu dan lain hal, maka diperhitungkan bahwa Tuhan tidak memperkenankan hal itu diperbuat.
Setiap orang, sepanjang memenuhi persyaratan metodologis dan syar’i, berhak menelurkan pendapat masing-masing tentang kehalalan dan keharaman rokok dan apa pun. Muhammadiyah dan NU pun tidak merekomendasikan pengharaman rokok. Artinya, para ulama dari dua organisasi Islam terbesar itu memiliki pendapat yang berbeda.
Sebelum saya mengambil keputusan untuk mewakili pendapat Tuhan untuk mewajibkan menghalalkan atau mengharamkan sesuatu hal, sangat banyak persyaratan yang harus saya penuhi. Terutama persyaratan riset, sesaksama mungkin dan ini sungguh persoalan sangat besar, ruwet, luas, detail.
Kemudian andaipun persyaratan itu mampu saya penuhi, saya tidak punya hak untuk mengharuskan siapa pun saja sependapat dengan saya atau apalagi melakukan dan tidak melakukan sesuatu sejalan dengan pandangan saya.Nabi saja tidak berhak mewajibkan siapa pun melakukan shalat.
Hak itu ada hanya pada Tuhan, Nabi sekadar menyampaikan dan memelihara kemaslahatannya. Para ulama dan kita semua bisa kelak teruji, ternyata sependapat dengan Tuhan,bisa juga akan terlindas oleh peringatan keras Allah: ”Lima tuharrimu ma ahallallohu lak”,kenapa kau haramkan sesuatu yang dihalalkan oleh Tuhan untukmu? Tapi jangan lupa bisa juga terjadi sebaliknya : kenapa kamu halalkan yang Allah haramkan?
Mungkin benar rokok itu haram dan saya akan masuk neraka karena itu, bersama ulama agung Indonesia Buya Hamka, perokok yang jauh lebih berat dibandingkan saya, Juga ada teman saya di neraka almarhum Kiai Mbah Siroj Klaten yang hingga usianya 94 tahun merokok empat bungkus sehari. Dengan demikian bangsa Indonesia akan tercatat sebagai pemegang rekor tertinggi masuk neraka karena rokok.
Created by abu zikra
acenkmordane@yahoo.com
23 Mei 2009 pukul 14:12
ma f mas… anda hati-hati ngmong seperti itu… “ulama adalah pewaris para nabi”. kalau anda lebih pintar,, tapi kenapa bukan anda yang berada di dalam MUI itu semdiri. mohon dibalas,,, terimakasih
11 Juni 2009 pukul 19:15
liat konteks disekitar fatwa tersebut apalagi menganai golput!!!
pada dasarnya rumor akan tumbuh jika tidak ada penjelasanx!!]
21 Juni 2009 pukul 10:33
aduh, jdulnya itu lho, kok majelis ulama i****
jangan mudah menjelek2kan mas! Hati2!
21 Juni 2009 pukul 11:07
@ wahyu kresna
Memberitakan perbedaan pendapat kok dibilang “menjelek2kan”?
6 April 2009 pukul 16:05
Pernah lihat Ma’ruf Amin kampanye di PKNU ?
Nah..kalo pernah liat, kira2 ada kepentingan apa fatwa haram golput itu dibuat.
11 Juni 2009 pukul 19:09
benar!!!
z sedang melakukan pnelitian mengenai fatwa golput ini, dugaan sementara adalah ada muatan politik dlam hasil ijtimah MUI di padang panjang, melihat partai yg berbasis islam tidakmemiliki suara yg signifikan dalam pmilu sebelumnya, tetapi skali lagi kita harus berfikir positif, demikian
2 Mei 2009 pukul 10:42
aslmlkm pagi klo menurut saya bleh saja mengeluarkan fatwa larangan merokok tuh tpi cba lihat dlulah pada msa sekarang……!
saya memng tidak perokok tpi memang sulit untuk mengeluarkan ftwa itu….gni ja stuju pa g orang mengenai ftwa tersebut sekarang kembali kepada diri masing-masing…Sukron….?????????
23 Mei 2009 pukul 14:04
assaalam wr wb.
yang namanya fatwa adalah produk pemikiran sama halnya dengan fiqh.. yang kebenarannya adalah relatif.dan sifatnya tidak mengikat(mengikat bagi yang mengikuti)
terimakasih.
11 Juni 2009 pukul 19:05
ada dua versi menganai fatwa, ada yg mengatakan kalo fatwa itu sifatx himbauan dan ada juga yg mengatakan sbagai sesuatu yg wajib. mui memberikan jawaba atas pertanyaan umat tentang hukum dari suatu fenomena!!!
11 Juni 2009 pukul 19:01
fatwa MUI ini sebaiknya disikapi secara positif karena mengingat partisipasi masyarakat terhadap pemilu relatif rendah, selama pelaksaan pemilu dari jaman orba samape 2009 persentase golput terus meningkat. fatwa ini dikeluarkan untuk mengantisipasi rendahnya partisipasi rakyat demi menciptakan legitimasi pemerintah.
5 Oktober 2009 pukul 02:39
nice post, alot of good discussion to 🙂
16 November 2009 pukul 16:17
Menurut Saya, sah-sah saja MUI mengeluarkan Fatwa tsb, karena memang sudah tugasnya, tetapi begitulah Ulama yang telah menjadi corong pemerintah, kan MUI bentukan Pemerintah?