Definisi & Bentuk Nyata “Pacaran Islami”

Posted on Updated on

saya pengen tanya: Dari manakah bpk mendapatkan istilah “pacaran islami”; dari alQURAN kah atau hadist atau Qias atau ijma’ulama atau fatwa ulama barangkali atau ada rekomendasi dari ulama?Atau malah jgn2 dari pendapat dan tafsir diri anda pribadi?

Bertanyalah dengan sesopan-sopannya. Al-Qur’an tidak mengajarkan kita untuk bersangka buruk, ‘kan?

Menurut kaidah dari ushul fiqih, semua muamalah itu boleh, kecuali bila ada larangan dari nash secara qathi. (Kaidah2 itu dirumuskan oleh para ulama ahli ushul fiqih berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi.) Pacaran itu tergolong muamalah. Jadi, menurut kaidah tersebut, pertanyaan kita seharusnya: Manakah nash yang secara qath’i melarang pacaran islami?

Apa definisi dari “pacaran islami”?

Menurut makna aslinya, pacaran = persiapan menikah; dalam hal muamalah, yang islami adalah yang tidak melanggar larangan nash yang qath’i. Jadi, pacaran islami adalah persiapan nikah yang tidak melanggar larangan nash yang qath’i.

saya pingin tanya bgmana ataù seperti apa sih bentuknya “pacaran islami” itu? Biar jelas,tdk bias tdk samar2 dan tdk membingùngkan umat.Trims sblmnya

Aku belum mengerti apa yang kau maksud dengan “membingungkan umat”. Yang aku tahu, ada banyak orang yang tadinya yakin bahwa tidak ada pacaran dalam Islam, kemudian berubah menjadi ragu akan keyakinannya itu ketika mulai membaca tulisan2ku mengenai pacaran islami. Namun setelah mereka lebih mendalami tulisan2ku, mereka tidak ragu2 lagi, tetapi keyakinan mereka berubah menjadi yakin bahwa tidak ada larangan pacaran dalam Islam. (Untuk contoh, lihat kasus “Luar biasa!! Seorang lelaki muda mengakui kesalahannya dan minta maaf kepadaku.“)

Supaya tidak membingungkan umat, aku tidak berhenti hanya dengan menegaskan bahwa tidak ada larangan pacaran dalam Islam. Aku pun sering mengungkap berbagai bentuk pacaran yang islami. Aku menerima keberadaan berbagai konsep pacaran islami yang sudah ada. Diantaranya ala Quraish Shihab, Ibnu Hazm, Ibnu Qayyim, Abu Syuqqah, dsb. Dalam berbagai konsep itu, bentuk nyata pacaran islami sudah dipaparkan.

66 respons untuk ‘Definisi & Bentuk Nyata “Pacaran Islami”

    antiateis said:
    18 Maret 2009 pukul 13:57

    Mas, Pacaran = persiapan menikah itu dari mana dalilnya yang qath’i??? di kamus bahasa indonesia ya….???

    Mas, memang muamalah itu terlarang jika ada dalil yang jelas, dan bukankah dalil-dalil yang jelas sudah dipaparkan oleh para ulama baik nasional maupun internasional…???? dengan sedemikian banyak dalil yang menjadi pendukung nya…???

    Mas, bukannya menyepelekan kemampuan anda, menurut anda merokok ganja ada dalil qath’i yang melarangnya gak???? atau jangan-jangan mas ini gak ngerti yang artinya qath’i???? bisa bahasa arab mas….????

    Mas, kasian deh lu…. gak punya bahasan yang lebih berbobot ya….??? membahas muammalah yang udah jelas permasalahannya dan hukumnya oleh ulama dunia… tapi masi coba-coba dicari celahnya…. cari yang bagus lagi ya……

    Ini kritik ya Mas…. jangan marah…. ntar cepat tua hehehehe…. eh marah itu dilarang gak sih…???? ada dalil qath’i-nya gak…… he he he

      M Shodiq Mustika responded:
      18 Maret 2009 pukul 14:31

      @ antiateis
      0) Berdakwahlah secara santun, berkomentarlah secara sopan. Sesungguhnya semua kata-kata kita akan dimintai pertanggung-jawaban kelak di Hari Akhir.
      1) Atas dasar apakah kau minta dalil qath’i mengenai definisi pacaran? Apakah ilmu ushul fiqih mengajarkan begitu?
      2) Pacaran = persiapan nikah itu adalah makna asli berdasarkan etimologinya. Aku sudah menerangkannya di artikel lain. Silakan mencarinya.
      3) Manakah dalil-dalil yang jelas-jelas mengharamkan pacaran islami? Siapa sajakah ulama terkemuka yang mengharamkan pacaran islami? Apakah Quraish Shihab, Ibnu Hazm, Ibnu Qayyim, Abu Syuqqah, dan ulama-ulama Muhammadiyah yang membolehkan pacaran islami itu bukan ulama? Apakah mereka “mencari-cari celah” dalam hal ini?
      4) Arti kata qath’i sudah sering aku ungkapkan di artikelku lainnya. Silakan mencarinya.
      5) Aku sudah tua dan tidak takut untuk bertambah tua di jalan dakwah.
      6) Ada dalil-dalil qath’i mengenai marah, tetapi tak perlulah aku ungkapkan di sini karena kurang relevan dengan tema pembahasan kita sekarang.

        rere said:
        1 Agustus 2009 pukul 23:52

        asslm untk mas antiateis,,,sudah,,,gak usah di perpanjang masalah dalil,,susah bicara ama orang kyk gini,,suka-suka dia ajalah mw ngomong apa,,toh buktinya ini orang gk bisa ngasih kita jawaban yang bagus( apalagi jwbn yang kuat, bagus aja kagak ) klo menurut etiologi sih iya, v parahnya ni orang malah nyambungin ama agama islam pula,,kacau,,kacau,,jelas gk bkln ada lah. ibaratnya kita pasang ban sepeda di mobil, v yang pasti intinya antara apa yang mas tanya dan jawaban oom shodiq kagak nyambung ( yang ngejawabnya gk nyambung ( bangeet))

          yantie said:
          22 Desember 2009 pukul 15:43

          Untuk rere & antiateis, knpa sih kalian msti ngasih pendapat yang gak penting…, udah gak ngerti pada sok tau lagie…

    Yo said:
    18 Maret 2009 pukul 14:59

    Yang mana prakteknya pacaran islami itu? yang ini “Menurut makna aslinya, pacaran = persiapan menikah”. itu mah masih istilah.

      M Shodiq Mustika responded:
      18 Maret 2009 pukul 15:08

      @ Yo
      Artikel ini mengenai definisi dan praktek. Untuk prakteknya, lihat paragraf terakhir. Di situ ada link (berwarna pink) yang merujuk ke berbagai praktek pacaran islami.

    Yo said:
    18 Maret 2009 pukul 15:58

    Setelah tak baca-baca pacaran islam itu adalah khitbah, atau kalau di indonesiakan kurang lebih “masa pinangan”.
    kenapa definisinya mesti di rubah menjadi “pacaran islami?

    Apa ga pede gunain istilah khitbah atau pinangan, soalnya saat ini istilah pacaran konotasinya bukan semata untuk persiapan menikah (coba deh tanya sama anak SMP atau SMA).

      M Shodiq Mustika responded:
      18 Maret 2009 pukul 17:10

      @ Yo
      1) Khitbah itu tergolong pacaran islami, tetapi pacaran islami tidaklah identik dengan khitbah. Masa sebelum khitbah, yaitu tanazhur, juga merupakan bagian dari pacaran islami.
      2) Aku sudah sering menjelaskan mengapa pakai istilah “pacaran islami”. Diantaranya: supaya mereka yang menyukai istilah tersebut tidak lari ke model-model pacaran jahiliyah.
      3) Aku sudah tanya para pembaca blogku. Menurut mayoritas dari mereka, istilah yang paling favorit untuk aktivitas persiapan nikah adalah “pacaran islami”. Selain itu, konotasi yang baik pada istilah pacaran itu (walau belum ditambahi embel-embel islami) masih lebih besar daripada konotasi buruknya. (Lihat “Istilah Favorit untuk Aktivitas Persiapan Nikah“.)
      Sungguhpun pada istilah “pacaran” itu konotasi baiknya masih lebih besar, kami tetap memperhitungkan konotasi buruknya. Untuk meredam konotasi buruknya, kita tidak memakai istilah “pacaran” saja, tetapi “pacaran islami”.

    antown said:
    19 Maret 2009 pukul 20:50

    makasih, tulisan ini memberikan wawasan baru bagi saya. salam kenal ya

    berpantun said:
    19 Maret 2009 pukul 20:52

    jadi musti waspada nih, dan musti belajar menjaga diri sndiri. makasih ya tulisannya bagus. salam kenal dari berpantun

    […] Secara leksikal (kamus), makna baku pacaran adalah bercintaan dengan kekasih-tetap. (Lihat “Definisi & Bentuk Nyata Pacaran Islami“.) Secara sosiologis, istilah pacaran islami merupakan istilah yang paling favorit untuk […]

    vista said:
    20 Maret 2009 pukul 01:24

    pak shodiq, saya salut dengan tulisan bapak. Dari beberapa artikel yang saya baca, saya menangkap kesan anda ingin berdakwah dengan cara yang dapat diterima setiap kalangan dan saya sangat menghargainya. Berdakwah tanpa kekerasan namun tetap jelas dan tegas.
    saya dan bapak mungkin ada perbedaan dalam melihat sesuatu, namun saya sangat menghargai bapak dan berharap dapat mendapatkan kebijakan yang seperti bapak miliki dan yakini.
    semangat terus pak 😀

    M Shodiq Mustika responded:
    20 Maret 2009 pukul 05:23

    @ antown
    Salam kenal kembali. Makasih atas dukunganmu. Sering-sering ke sini, ya!

    @ berpantun
    Salam kenal kembali. Sesekali, beri kami pantun dari dirimu, dong!

    @ vista
    Makasih atas pujian dan pengertianmu. Sebenarnya aku tidak begitu ngotot untuk membidik semua orang sebagai khalayak bagi tulisanku. Aku menyadari keterbatasan sumberdayaku. Jadi, yang kubidik hanyalah sebagian saja. Namun, barangkali karena yang kubidik adalah mayoritas, kau tangkap kesan bahwa dakwahku dapat diterima oleh semua kalangan. Okelah. Mudah-mudahan begitu. Semoga semakin sedikit orang Islam yang menentang dakwah kita. Aamiin.

    Irawan Danuningrat said:
    20 Maret 2009 pukul 13:56

    Pak Shodiq yth.

    Pak Shodiq menulis:

    Quote:
    “Jika definisi-definisi baku tersebut kita satukan, maka rumusannya bisa terbaca dengan sangat jelas sebagai berikut: Pacaran adalah bercintaan atau berkasih-kasihan (antara lain dengan saling bertemu di suatu tempat pada waktu yang telah ditetapkan bersama) dengan kekasih atau teman lain-jenis yang tetap (yang hubungannya berdasarkan cinta-kasih). Singkatnya, pacaran adalah bercintaan dengan kekasih-tetap. Dengan demikian, pacaran yang aktivitasnya “lebih dari” bercintaan, misalnya ditambahi aktivitas baku-syahwat, itu pun masih dapat disebut ‘pacaran’.
    Unquote.

    Saya sangat sependapat dengan pernyataan pak Shodiq tsb.

    Istilah “pacaran” sesungguhnya bukan hanya ada dalam bahasa Indonesia saja, bahasa lain pun punya kata “pacaran” a.l.: “namorar” (portugis); ligga med (swedia), courting (inggris); khamlang pen pen khan (thailand) dll.

    Boleh jadi komunitas tertentu di Indonesia (khususnya sebagaian warga muslim) memaknai “pacaran” sebagai aktivitas yg bebas dari ulah syahwat dan romantisme sehingga mereka senang dengan penggunaan istilah “pacaran” ini, namun di sisi lain tidak mustahil komunitas lainnya, khususnya warga non muslim atau masyarakat dunia, justru memahami “pacaran” sebagai kegiatan yang sarat dengan romantism, passionate dan desires.

    Disamping kata “pacaran” yg bermakna bercintaan dengan kekasih tetap, bangsa-bangsa dan bahasa lain juga punya kata/istilah khusus guna mendeskripsikan “kegiatan dalam rangka mempersiapkan pertunangan/pernikahan” layaknya khitbah, taaruf maupun tanazhur.

    Mengapa mereka gunakan istilah khusus dan tidak menggunakan kata “pacaran” saja? Adanya kata khusus untuk mengungkapkan “kegiatan persiapan pra nikah” tsb tak lepas dari diusungnya norma, nilai dan kaidah tertentu berdasarkan tradisi, agama atau kepercayaan mereka, sehingga di Inggris disebut COURTSHIP, di Brazil disebut GALANTEIO/NAMORO dan dibeberapa negara lainnya disebut :

    Czech : dvoření, námluvy
    Danish : bejlen
    Dutch : verkering
    Estonian : kurameerimine, kosimine
    Finnish : kosiskelu
    French : cour
    German : das Hofmachen
    Hungarian : udvarlás
    Icelandic : biðlun
    Italian : corte, corteggiamento
    Latvian : uzmanības parādīšana (sievietei)
    Lithuanian : merginimasis
    Norwegian : beiling, frieri
    Polish : zaloty
    Portuguese (Brazil) : galanteio, namoro
    Portuguese (Portugal) : cortejamento
    Romanian : curte
    Russian : ухаживание
    Slovak : dvorenie
    Slovenian : dvorjenje
    Spanish : cortejo, galanteo
    Swedish : uppvaktning, kurtis
    Turkish : kur yapma ……dll.

    Untuk memahami norma, nilai-nilai dan batasan-batasan yang terkandung dalam “persiapan pra-nikah” tsb mari kita lihat penjelasan berikut:

    Courtship (pacaran) is the traditional dating period before engagement and marriage. During a courtship, a couple dates to get to know each other and decide if there will be an engagement. Usually courtship is a public affair, done in public and with family approval.
    It includes activities such as dating where couple go together for a dinner, a movie, dance parties, a picnic, shopping or general “hanging out”, along with other forms of activity. Acts such as meeting on the Internet or virtual dating, chatting on-line, sending text messages or picture messages, conversing over the telephone, writing each other letters, and sending each other flowers, songs, and gifts constitute wooing.

    Simak pula batasan “namoro” menurut kamus bahasa Portugis-Brazil:
    “O namoro é uma instituição de relacionamento interpessoal não moderna, que tem como função a experimentação sentimental e/ou sexual entre duas pessoas através da troca de conhecimentos e uma vivência com um grau de comprometimento inferior à do matrimônio. A grande maioria utiliza o namoro como pré-condição para o estabelecimento de um noivado ou casamento. (terjemahn bebas: “Namoro” (pacaran) adalah suatu kegiatan di masa lalu menyangkut hubungan antar individu untuk mencoba saling menjajagi perasaan dan/atau secara sexual, antara dua orang, melalui pertukaran pengalaman dan hidup bersama guna saling lebih membina kecocokan dalam berumah tangga. Pada umumnya, “namoro” dilakukan sebagai upaya pematangan (pengkondisian) sebelum bertunangan (noviado) atau pernikahan (casamento))”.

    Dari elaborasi diatas tampak bahwa pda dasarnya baik dalam budaya Inggris, Brazil maupun negara-negara lainnya, dalam masa “pacaran” dimungkinkan/diperkenankan melakukan hubungan intim antar mereka yang berpacaran.

    Selaras dengan itu mari kita simak arti kata PACAR dalam pemahaman masyarakat barat dan komunitas internasional yang pada umumnya disepakati sebagai: “is an individual of significance with whom one shares a relationship, A ROMANTIC RELATIONSHIP with another person”.

    Pada dasarnya hampir semua bahasa di dunia memaknai kata “pacaran” sebagai bercintaan dengan kekasih tetap – tanpa memberi batasan dan paradigma terhadap istilah bercinta tsb, sehingga komunitas dunia, juga pak Shodiq meyakini bahwa: “Bahkan, ‘hidup bersama tanpa nikah’ pun bisa disebut ‘pacaran’.”

    Maka dari itu, pernyataan bahwa “Islam membolehkan pacaran” dan “Islam menganjurkan bercinta sebelum menikah” dikaitkan dengan pernyataan pak Shodiq bahwa: “Bahkan, ‘hidup bersama tanpa nikah’ pun bisa disebut ‘pacaran’”, maka jangan salahkan siapapun jika ada masyarakat yg memandang pak Shodiq telah menyatakan kepada masyarakat Indonesia dan komunitas dunia bahwa Islam menghalalkan perbuatan mesum.

    Komentar ini sama sekali tidak bermaksud menghakimi atau menilai menyangkut salah benarnya penggunaan istilah “pacaran” dan “bercinta” dalam konteks artikel tsb, melainkan sekedar mengemukakan apa yg saya pahami (yg belum tentu benar) tentang makna sebuah kata dan dampak yang mungkin timbul akibat kandungan makna dari kedua kata yang dipergunakan tersebut terhadap berbagai pihak, apakah thdp citra Islam di mata non Islam, thdp perilaku umat Islam dan pak Shodiq pribadi selaku inisiator pernyataan tsb.

    Demikian, wassalam.

      M Shodiq Mustika responded:
      21 Maret 2009 pukul 11:09

      @ Irawan Danuningrat
      Aku menyayangkan mengapa Mas Irawan mengutip pernyataanku secara sepotong-sepotong begitu. Ini bukan seperti Mas Irawan yang kukenal selama ini. Itu seperti komentar pengunjung baru yang belum pernah berdiskusi denganku. Aku jadi bertanya-tanya, apakah jawabanku terdahulu sudah Mas baca ataukah belum.
      Perlu Mas perhatikan, aku membedakan antara “pacaran” dan “pacaran islami”. Dalam artikel di atas pun sudah aku sebutkan di paragraf terakhir, “Supaya tidak membingungkan umat, aku TIDAK BERHENTI hanya dengan menegaskan bahwa tidak ada larangan pacaran dalam Islam. Aku pun sering mengungkap berbagai bentuk pacaran yang islami. …”
      Tentu saja, kemungkinan salah-paham itu selalu ada, terutama bagi yang membaca tulisanku secara sepotong-sepotong. Namun mengenai kemungkinan salah-paham itu, aku sudah menerangkannya di https://muhshodiq.wordpress.com/2009/03/17/kontroversi-di-masyarakat-tidak-perlukah/

    Arie said:
    20 Maret 2009 pukul 23:38

    Assalamualaikum…

    Aku agak heran dengan pemaparan yang anda berikan. Aku gak setuju dengan pendapat anda tentang Rasulullah yang pernah pacaran. Tidak ada dalam Sirah Nabawiyah. Aku tidak setuju dengan pendapat anda kalau pacaran itu halal. Kalau masyarakat Islam zaman dulu pacaran, tentulah tidak mungkin bisa memiliki semangat jihad kepada Allah dan menguasai Spanyol dan Konstantinopel.

    Sayangnya… semua pendapat anda tidak kuat. Hanya nafsu ku yang berkata “Oh, dia benar.” Yang tentu saja nafsu dari setan.

    Arie5 said:
    20 Maret 2009 pukul 23:44

    Aku gak mengerti konsep yang ada di pikiran anda.

    Apakah dalam pikiran anda pacaran itu seperti kebanyakan cowok dan cewek di malam minggu yang jalan bareng dan pegangan tangan sebelum nikah?

    Kalau yang seperti itu halal kata anda, apakah Rasulullah pernah pacaran kata Anda? Karena hubungannya dengan Siti Kadhijah hanyalah sebatas rekan bisnis sebelum nikah.

      M Shodiq Mustika responded:
      21 Maret 2009 pukul 10:52

      @ Arie5
      Kalau belum ngerti, ya tanya dong! Tanyanya juga yang sungguh-sungguh. Bukan pertanyaan retoris gitu.

    cut habibul said:
    22 Maret 2009 pukul 16:12

    pak, shodiq mustika…

    assalamu’alaikum pak…

    pak, saya agak bingung dengan pertanyaan” yang pro dan kontra diatas.
    jelas saya tak mengerti apa-apa akan hal yang diajukan.
    saya sebenarnya hanya ingin tahu masalah pacaran saja.haram atau tidak?

    satu lagi, saya masih SMA dan berumur 16 tahun. saya menyukai seorang laki-laki..(tmn kelas saya) tapi saya hanya memedam rasa itu dan menyebutnya dengan CIDAHA(cinta dalam hati).

    apakah saya berdosa dengan perasaan ini?

    wassalam..habibul di aceh

      M Shodiq Mustika responded:
      22 Maret 2009 pukul 17:02

      @ cut habibul
      wa’alaykumussalaam… Penambahan istilah “islami” terhadap istilah “pacaran” mengisyaratkan bahwa ada pacaran yang halal (islami) dan ada pula yang haram (non-islami). Bagi yang belum siap menikah dalam waktu yang relatif dekat, apalagi yang tinggal di daerah yang “menerapkan syari’at Islam” seperti dirimu, memendam rasa cinta dalam hati itu cenderung lebih baik daripada mengungkapkannya. Lihat “Cinta Tersembunyi Yang Terpuji“.

    WANDI rozaq said:
    22 Maret 2009 pukul 21:37

    Walah istilah apalagi ini (pacaran islami), pacaran kok islami, bukan pacaran yahudi aja pak, ato pacaran barati, mohon lebih berhati-hati dengan istilah pak, entar ada zina islami lagi, maaf klo kurang sopan, habis istilahnya tuh bikin geregetan sih, dari dulu aku ngaji juga nggak ada tuh ustadz yang makai istilah itu, adanya ta’aruf, dan ta’aruf juga bukan pacaran, bisa dilihat juga dalam bukunya Syek Nashirudin Albani, tentang Meminang/khitbah. Saya lebih setuju jika istilahnya bukan pacaran, tetapi ta’aruf. Sukron wa’afwan.

    R.Ratu Mahardhika said:
    25 Maret 2009 pukul 16:07

    Assamualaikum….

    afwan,saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan untuk bapak/mas saya bingung mau panggil apa…
    saat ini saya masih duduk di bangku SMP kelas IX, saya sering bingug menghadapi maslah,banyak hal yang menekan saya. saya mencoba sabar dan juga meminta pendapat dengan sahabat2 saya di liqo,tapi msh belum cukup. malah kadang saya semakin bingung,apa yang harus saya lakukan,saya ingin membuat oran lain merasa senang tapi saya sendiri sering dalam keadaan yang tak mendukung…kadang saya sampai berpikir,apa saat ini saya mulai gila?saya benar2 bingung….

    syukron sebelumnya…..
    Wassalamualaikum wr.wb

      M Shodiq Mustika responded:
      25 Maret 2009 pukul 17:40

      @ R.Ratu Mahardhika
      Wa’alaykumussalaam… Ada masalah apa, ya? Bisa diperjelas?
      (Sesukamulah kau mau manggil diriku apa. Mas boleh, Pak pun boleh.)

    Nunkz said:
    28 Maret 2009 pukul 19:35

    Wah pacaran islam. . .
    Emang gak ada perintah atau larangan dalam berpacaran dalam agama islam. . .
    Tapi yang namanya pacaran juga mengarah ke zina. . .
    Mending tulisana ditambahi
    pacaran islam itu gimana sih!?
    Biar pembaca paham akan istilah dari pacaran islam tersebut. . .
    Dan tidak hanya mengartikan pacaran islam adalah persiapan nikah.

      M Shodiq Mustika responded:
      28 Maret 2009 pukul 19:50

      @ Nunkz
      Pacaran itu tidak selalu mengarah ke zina, sedangkan yang mengarah ke zina pun tidak hanya pacaran. Ta’aruf yang mengarah ke zina pun ada. Namun, itu bukanlah alasan yang memadai untuk mengharamkan pacaran dan ta’aruf.
      Bagaimana cara pacaran islami? Pada artikel di atas, yaitu pada paragraf terakhir, sudah aku sertakan link-link yang menjelaskan bagaimana pacaran islami itu.

    Arie5 said:
    28 Maret 2009 pukul 22:08

    Assalamualaikum wr. wb.

    Oi, kw JIL ya? Jamaah Islam Liberal?

    Karena islam tidak mengenal istilah yang anda sebutkan seperti pacaran islami sebelum nikah yang anda sebut2 sebagai persiapan pra nikah. Dalil yang anda berikan lemah dan tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah.

    Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, tidak setengah-setengah. Karena bisa jadi sikap setengah-setengah itu menjadikan kita bagian dari orang munafik.

    Semoga Allah memberikan hidayah-Nya untuk kita semua.
    Amin…

    Wassalamualaikum wr. wb.

      M Shodiq Mustika responded:
      28 Maret 2009 pukul 22:32

      @ Arie
      Wa’alaykumussalaam…..
      Kau belum mengenal diriku? Ke mana saja kau selama ini? Identitasku, juga keislamanku, tak pernah kurahasiakan. Bahkan, di situs ini pun aku sering mengungkapkannya. Bagaimana kau bisa belum tahu apakah aku ikut JIL ataukah tidak? Di bagian header situs ini pun selalu tertayang link ke halaman “Agamaku“. Apakah kau belum membacanya?
      Ataukah Quraish Shihab, Ibnu Hazm, Ibnu Qayyim, Abu Syuqqah, dan tokoh-tokoh Muhammadiyah yang menjadi rujukanku itu kau golongkan sebagai munafik?
      Dalil yang mana sajakah dari mereka yang kau pandang lemah? Apakah kau berkomentar tanpa membaca isi artikel di atas beserta artikel-artikel terkait yang link-nya aku sertakan di situ?

    Fathul Muin said:
    31 Maret 2009 pukul 16:40

    Assalamu`alaikum..,,
    Afwan ane mw tnya klo pacaran ala barrat itu hukumnya apa yach,,..
    tyuz apakah ada pacaran yang di sunnahkan nabi..,,
    itu jja dech…Makasih.,.

    karanganyar said:
    31 Maret 2009 pukul 17:51

    widih…..,istilah apaan gy tuh…????hati hati pa klo mainin istilah….
    mav klo ucapan saya kasar

    ————
    Tanggapan M Shodiq Mustika:
    0) Baik, kami maafkan. Lain kali, berkomentarlah dengan lebih sopan. Sesungguhnya semua kata-kata kita akan dimintai pertanggung-jawaban kelak di Hari Akhir.
    1) Aku sudah sering menjelaskan mengapa pakai istilah “pacaran islami”. Diantaranya: supaya mereka yang menyukai istilah tersebut tidak lari ke model-model pacaran jahiliyah.
    2) Menurut mayoritas dari para pembaca blogku, istilah yang paling favorit untuk aktivitas persiapan nikah adalah “pacaran islami”. Selain itu, konotasi yang baik pada istilah pacaran itu (walau belum ditambahi embel-embel islami) masih lebih besar daripada konotasi buruknya. (Lihat “Istilah Favorit untuk Aktivitas Persiapan Nikah“.)
    Sungguhpun pada istilah “pacaran” itu konotasi baiknya masih lebih besar, kami tetap memperhitungkan konotasi buruknya. Untuk meredam konotasi buruknya, kita tidak memakai istilah “pacaran” saja, tetapi “pacaran islami”.

    cut habibul said:
    1 April 2009 pukul 15:01

    makasih pak shodiq..

    atas saran yang bapak berikan amat membuat saya puas dan aman.
    alhamdulilah semoga kita selalu dalam limpahan dan lindungan ALLAH swt….amien..
    sukses ya pak.

    Hera said:
    1 April 2009 pukul 16:13

    Assalamualaikum Wr. Wb

    Menurutku kenapa mesti bersusah payah saling beradu argumen yang mungkin tidak akan pernah ada akhirnya dan saling memojokan. Seperti istilahnya ketika gajah dipelupuk mata gak kelihatan, tapi setitik debu dicari-cari terus kelemahannya. Mungkin kita harus bertanya pada diri kita sendiri apa sich yang kita dapatkan dari perdebatan ini??? coba pikirkan apa…toh setiap orang punya argumen sendiri2. Segala amal perbuatan itu tergantung niat, maka apapun yang ditanam akan dituailah hasilnya. Baik atau buruk?? Banyak hal yang lebih positif yang harus direnungkan dan dilakukan didunia selain beradu argumen. Kenapa kita selalu berpacu dan bersaing saling mengkorek2 kesalahan orang lain yang belum tentu kita lebih baik dan mulia dari orang yang kita kritik.

      M Shodiq Mustika responded:
      1 April 2009 pukul 16:43

      @ Hera
      Silakan sampaikan pesan tersebut kepada orang-orang yang selama ini menentang pacaran islami. Kami membela pacaran islami karena berpandangan bahwa diantara para penentang itu tak sedikit yang sudah keterlaluan dalam menentang pacaran islami sampai-sampai “menertawakan” orang yang melakukan pacaran islami, bahkan ada juga yang mengancam hendak membunuh kami yang membela pelaku pacaran islami itu.

    adibah zahranima'wa said:
    3 April 2009 pukul 13:14

    asslamu’laikum,,pernah ada yang mengatakan bahwa islam tidak mengajarkan pacaran? benarkah itu? syukron katsir.

    ————
    Tanggapan M Shodiq Mustika:
    Lihat https://muhshodiq.wordpress.com/2009/03/17/pacaran-ala-tokoh-tokoh-muhammadiyah/

    dian said:
    8 April 2009 pukul 11:50

    assalammualaikum,wr,wb
    maaf sebelumnya….
    sy mau tanya,gmana caranya berlangganan situs ini ya?
    saya bingung,krn saya dapat berita yang setiap hari bahasannya beda-beda.jd g mesti situsnya sama.bagi saya materi dalam situs ini adalah salah satu ilmu yang sangat bermanfaat.
    minta solusinya ya….

    sebelumnya makasih…..

    maaf boleh saya komentar sedikit tentang pacaran?

    pacaran,menurut saya g penting,karna g banyak membuat kita berubah jadi lebih baik tapi malah buat kita bergantung dg selain Alloh…

    jazakillah….

      M Shodiq Mustika responded:
      8 April 2009 pukul 11:58

      @ dian
      Untuk berlangganan kategori/topik tertentu, lihat halaman RSS.

    romeo said:
    9 April 2009 pukul 20:26

    salam,
    dakwah islam koq pake istilah yg ga ada dlm islam(pacaran islami).Saya berusaha memahami artikel2 anda, tapi sulit…! mungkin boleh dikata muamalah qath’i = mu’amalah yg islami tapi bgm bisa mu’amlah qath’i sama dengan pacaran islami??.Dinamikanya njlimet banget…alias sulit dimengerti…bikin yang simpel dong. Seperti pesan dlm Hadist”jangan kamu berdua-duaan dengan seorang (lawan jenis)yang bukan muhrim, karena yg ketiga adalah syaithan”. syukron.

    —————-
    Tanggapan M Shodiq Mustika:
    Ilmu ushul fiqih memang tidak simpel. Namun, dibutuhkan pemahaman terhadap kaidah dari ushul fiqih tersebut untuk memahami keberadaan pacaran dalam Islam. Untuk yang simpel, silakan langsung lihat bentuk-bentuk-bentuk pacaran islami sebagaimana yang disarankan dalam link-link (berwarna pink) pada paragraf terakhir pada artikel di atas.

    Lisma said:
    12 April 2009 pukul 11:17

    Salam…:-)sblmx mhon mf bkn bmksd gmn! Tp Z ga n6rti np anda menganggp pcrn tu boleh sklipun tu pacaran islami,mrt anda.Tp sbuah survey hmpr smw aktfts pcrn tu HARAM.Cb anda pkrkn,zina da bbrpa da zina mta,hati,kaki dan smw tu da pada pacaran bahkan pacaran dgn mksd amal ma,ruf nahi mungkar ttp sja pacaran tu dkt d6n zina.Mslx sj sklpun pcrn dgn tdk brtmu akn ttp hti sllu mngigat sang kksh dn ykn da hasrat2 syahwat yg trkdg d.Dlmx.Jd ats dsr pa anda mgtkn bhwa pcrn tu boleh sj??Pdhl jls hmpr smw aktvts pcrn tu HARAM.

      M Shodiq Mustika responded:
      12 April 2009 pukul 11:50

      @ Lisma
      Kalau belum mengerti, bertanyalah. Kalau satu jawaban belum cukup, bertanya lagilah.
      1) Kau bertanya, “ats dsr pa anda mgtkn bhwa pcrn tu boleh sj??” Jawabku sudah ada dalam artikel di atas. Dasarnya adalah kaidah dari ushul fiqih yang dirumuskan dari nash. Silakan baca kembali dengan lebih cermat.
      2) Kau berkata, “sbuah survey hmpr smw aktfts pcrn tu HARAM”. Tanggapanku: Itu bukanlah alasan yang memadai untuk mengharamkan pacaran. Yang memadai adalah apabila semua survei (ilmiah) menunjukkan bahwa semua aktivitas dalam pacaran tergolong haram. Jika ada aktivitas dalam pacaran yang tidak tergolong haram, maka itulah yang tergolong pacaran islami (yang halal), sedangkan aktivitas lainnya tergolong pacaran non-islami (yang terlarang).
      3) Untuk pengertian “mendekati zina” (zina mata, zina hati, dsb), lihat https://muhshodiq.wordpress.com/2008/08/07/pengertian-zina-hati-dan-mendekati-zina-lainnya/
      4) Pacaran itu tidaklah identik dengan “mendekati zina”, apalagi pacaran yang islami. Lihat https://muhshodiq.wordpress.com/2007/09/03/ciuman-dengan-pacar/

    DHON said:
    17 April 2009 pukul 11:20

    Ass pak, saya sangat setuju dengan artikel yg Bapak buat ini, sebenarnya saya skrg jg sedang mencoba melakukan pacaran dengan ala islami, sebelum bertemu dengan pasangan saya ini dulu gaya pacaran saya sangat extrim, tetapi setelah bertemu dengan dia, gaya pacaran saya berubah, karna dia lebih bisa menjaga auratnya jika lagi jalan bareng dgn saya, dan itu yang membuat saya sangat menghargai dia, setiap jln dgnnya saya selalu takut untuk melakukan dosa. yang saya mau tanyakan maukah bapak memberikan ilmu kpd saya tentang bagai mana trik yg aman dalam berpacaran, yang akhirnya saya bisa menikah dengan dia.
    trimks

    MAULANA MALIK said:
    17 April 2009 pukul 21:52

    he..he…
    ada ya pacaran yang islami…..

    N_Dy said:
    19 April 2009 pukul 15:14

    Bukan-kah dalam Islam tidak da yang Namanya pacaran islami???

      M Shodiq Mustika responded:
      19 April 2009 pukul 15:26

      @ N_Dy
      Pernyataan “tidak ada pacaran dalam Islam” merupakan mitos yang didengang-dengungkan oleh sekelompok aktivis dakwah yang belum memahami kaidah dari ushul fiqih bahwa dalam mu’malah (termasuk pacaran), semuanya itu boleh kecuali kalau ada larangannya secara qath’i. Berhubung tidak ada larangannya yang qath’i, maka pernyataan yang benar adalah bahwa tidak ada larangan pacaran dalam Islam, asalkan larangan-larangan qath’i-nya (seperti mendekati zina) tidak dilanggar. Wallaahu a’lam.

    ajib said:
    24 April 2009 pukul 14:50

    Bukan dari tulang ubun ia dicipta
    karna berbahaya membiarkannya dalam sanjung dan puja
    tak juga dari tulang kaki
    karna nista membuatnya diinjak dan diperbudak
    tapi dari tulang rusuk bagian kiri
    dekat ke hati untuk disayangi
    dekat ke tangan untuk dilindungi

    (dikutip dr: Agar Bidadari Cemburu Padamu)

    “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
    orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
    (QS. Ali Imran:139)

    Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandanganya,
    dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
    sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An Nur:30)

    Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya,
    dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang
    (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung
    kedadanya….” (QS. An Nur:30)

    […] 24 tags: bentuk nyata Pacaran Islami, Diskusi, pacaran, pacaran islami by M Shodiq Mustika Keberadaan pacaran islami bukan hanya dalam teori. Prakteknya ada. Pelakunya juga tidak harus orang-orang “khosh” seperti ulama NU atau pun tokoh […]

    […] 2009 April 24 tags: pacaran islami, pacaran islami dalam praktek by M Shodiq Mustika Keberadaan pacaran islami bukan hanya dalam teori. Prakteknya ada. Pelakunya juga tidak harus orang-orang “khosh” seperti ulama NU atau pun tokoh […]

    nofi indri astuti said:
    28 April 2009 pukul 18:18

    ana baru pertama kali ini lihat di web ada sma n mojogedang, sukses terus ya, dan sukron tuk nasehatnya…..
    🙂

    Pacaran ala Tokoh Muhammadiyah « Fiqih Asmara said:
    4 Mei 2009 pukul 19:27

    […] ciri khasnya adalah pada corak teleologis (berfokus pada tujuan)-nya, bukan pada bentuknya. Secara demikian, meski sama-sama tidak melanggar larangan nash, kita bisa menjumpai bentuk-bentuk […]

    kenuk karseno kukilo said:
    4 Mei 2009 pukul 19:37

    makasih Mr. shodiq…

    tulisan Mr. tepat sekali untuk q n teman2 di masa sma,,,,,

    skrang q n temn2 q paham tentang larangn pacaran…

    Fathi Attamimi said:
    27 Mei 2009 pukul 07:52

    Definisi bila sudah masuk keranah Syariat harus menyertakan kaidah lughawi dan dan Ishthilahi, tidak cukup hanya definisi menurut Bahasa Indonesia atau bahasa lainnya, karena justru definisi Ishtilahi ini penting untuk menentukan status hukum dari suatu masalah. definisi ishtilahi ini dibuat oleh para Ulama berdasarkan kaidah2 yang ketat, tidak sembarangan, dan sejauh saya buka2, (Setelah saya berusaha terjemahkan setengah mati kata “pacaran” kedalam bahasa Arab saya cari definisinya dalam kitab2 ternyata tidak ada, jadi gimana ini statusnya? apa lebih baik kita kembalikan saja kata “pacaran” ini kepada kalimat aslinya? daripada kita membuat2 sesuatu yang baru dalam hal definisi kata yang akan berdampak hukum sangat besar

      M Shodiq Mustika responded:
      27 Mei 2009 pukul 08:42

      @ Fathi Attamimi

      Pengertian “pacaran” menurut asal-usulnya atau pun menurut istilahnya adalah “persiapan nikah”. (Secara sosiologis pun, kebanyakan pembaca blog ini mendefinisikan pacaran sebagai “persiapan nikah”.) Dari sini kita membahas: Apakah persiapan nikah itu boleh ataukah terlarang? Kalau boleh, syaratnya apa? Kalau terlarang, pengecualiannya apa? (dan seterusnya)

      Kata “pacaran” adalah istilah Indonesia. Kalau mau cari tahu maknanya, ya cari menurut Bahasa Indonesia dong. Setelah definisi ini ketemu (dan bukan sebelumnya), barulah kita dapat berbicara mengenai hukumnya dalam Syariat Islam. Untuk menentukan hukum terhadap sesuatu, misalnya: “pacaran”, kita tidak harus mencari sinonimnya dalam bahasa Arab. Sebab, yang kita hukumi adalah “amal” (aktivitas) di dalamnya, bukan istilahnya an sich. Jadi, daripada memperdebatkan apakah pacaran itu boleh ataukah terlarang, lebih baik kita bicarakan: Apakah persiapan nikah itu boleh ataukah terlarang? Kalau boleh, syaratnya apa? Kalau terlarang, pengecualiannya apa? (dan seterusnya)

    Baim said:
    18 Juni 2009 pukul 12:56

    contoh pacaran yang baik dalam islam?

    […] bersama, makna asli “pacaran” adalah “persiapan nikah”. (Lihat “Definisi & Bentuk Nyata Pacaran Islami“.) Dengan definisi tersebut, di bawah ini hendak aku paparkan pengamatanku mengenai bagaimana […]

    […] Pacaran Islami ala Khadijah-Muhammad “pacaran” adalah “persiapan nikah”. (Lihat “Definisi & Bentuk Nyata Pacaran Islami“.) Dengan definisi tersebut, di bawah ini hendak aku paparkan pengamatanku mengenai bagaimana […]

    […] “pacaran” ialah aktivitas calon pengantin, yaitu persiapan untuk menikah. (Lihat “Definisi & Bentuk Nyata “Pacaran Islami”“) Nah, kalau kalian memang telah menyusun rencana (bukan sekadar harapan) hendak menikah […]

    Rolitu said:
    5 Desember 2009 pukul 19:19

    saya brpndpt bahwa yg namanya beduaan tu pstnya mengdng zina,sya rasa trgntng kpda ktanya sndri yg mnjalani hbngn tsb,n stbl apa iman yg kta pnya slma ini..thank..ok

    ijup said:
    14 Desember 2009 pukul 14:11

    tolong jawab dengan jujur, apakah masturbasi yang di lakukan oleh suami sendiri boleh?

    7 cara pacaran islami « Berbagi Manfaat said:
    25 Februari 2010 pukul 21:20

    […] telah kita ketahui bersama, makna asli “pacaran” adalah “persiapan nikah”. (Lihat “Definisi & Bentuk Nyata Pacaran Islami“.) Dengan definisi tersebut, di bawah ini hendak aku paparkan pengamatanku mengenai bagaimana […]

    dint tenk said:
    26 Februari 2010 pukul 07:30

    ini intinya boleh ap gak pacaran di islam
    http://rochmadnurdin.wordpress.com/category/download-software/

    mima said:
    4 November 2010 pukul 15:12

    Assalamualaikum, pak. saya mau bertanya, adakah referensi buku-buku yang bersifat ilmiah yang memuat hal-hal mengenai ta’aruf, seperti definisi dan hal-hal yang lain. mohon bantuannya jika bapak mengetahuinya, sebab saya membutuhkan sebagai bahan skripsi saya. terimakasih.
    Wassalamualaikum

    andre said:
    24 Februari 2011 pukul 16:12

    saya ingin bertanya cara membuat artikel tentang pengaruh atau dampak pacaran itu bagaimana…..?
    tolong di jawab sekarang- nya

    chiferz said:
    21 Juli 2011 pukul 10:21

    Assalamualaikum

    […] ciri khasnya adalah pada corak teleologis (berfokus pada tujuan)-nya, bukan pada bentuknya. Secara demikian, meski sama-sama tidak melanggar larangan nash, kita bisa menjumpai bentuk-bentuk […]

    […] Secara leksikal (kamus), makna baku pacaran adalah bercintaan dengan kekasih-tetap. (Lihat “Definisi & Bentuk Nyata Pacaran Islami“.) Secara sosiologis, istilah pacaran islami merupakan istilah yang paling favorit untuk […]

    Pacaran ala Tokoh Muhammadiyah « Indonesia Hot said:
    20 Januari 2014 pukul 18:11

    […] ciri khasnya adalah pada corak teleologis (berfokus pada tujuan)-nya, bukan pada bentuknya. Secara demikian, meski sama-sama tidak melanggar larangan nash, kita bisa menjumpai bentuk-bentuk […]

    Pacaran ala Tokoh Muhammadiyah – Site Title said:
    2 Juni 2017 pukul 23:13

    […] ciri khasnya adalah pada corak teleologis (berfokus pada tujuan)-nya, bukan padabentuknya. Secara demikian, meski sama-sama tidak melanggar larangan nash, kita bisa menjumpai bentuk-bentuk […]

Tinggalkan Balasan ke berpantun Batalkan balasan