Akhirnya, kutemukan agama yang pasti benar

Posted on Updated on

religions symbols Untuk menemukan seseorang, kita perlu tahu lebih dahulu ciri-ciri khasnya. Untuk menemukan agama yang benar, kita perlu tahu lebih dahulu kriteria agama yang benar. (Lihat “Manakah agama yang benar?“. Untuk alternatif lain, lihat “Kisah Nyata: Mencari Jalan Hidup Yang Benar dengan Hati Nurani“.)

Setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan bertahun-tahun mencari, aku sudah menemukan “kriteria” agama yang benar. Sudah pula kujumpai agama yang memenuhi kriteria tersebut. Dengan kata lain, sudah kutemukan agama yang pasti benar. Berikut ini penjelasanku.

Untuk awal penjelasan, kusampaikan lebih dulu apa yang kumaksud dengan
“agama”. Agama adalah sistem kepercayaan yang dianut oleh seorang individu sebagai tanggapan terhadap kenyataan bahwa individu tersebut sedang hidup dan akan mati. Dengan definisi agama ini, maka mungkin saja jumlah agama manusia itu sama banyaknya dengan jumlah individu manusia seluruhnya. Namun mengingat bahwa ada banyak orang yang mengikuti atau pun ikut-ikutan agama orang lain, maka jumlah agama tidaklah sebanyak jumlah manusia yang pernah hidup.

Apabila kita mengikuti agama seseorang, dengan asumsi bahwa agama orang tersebut sudah benar, apakah agama kita (yang merupakan hasil dari mengikuti agama orang tersebut) pasti benar?
Belum tentu!

Mengapa belum tentu?
Besar kemungkinan, pemahaman kita terhadap agama orang tersebut tidak sama dengan pemahaman orang tersebut.

Mengapa tidak sama?
Karena dalam proses belajar kita untuk memahami agama orang tersebut, mungkin saja kita mengalami kesulitan untuk memahami sepenuhnya agama orang tersebut.

Untuk ilustrasi penjelas, marilah kita tinjau proses pendidikan formalku. Aku telah belajar di sebuah perguruan tinggi agama. Namun dari para dosen yang mengajarkan agama kepadaku, aku tidak selalu mendapat nilai A atau nilai 100. Ini merupakan bukti bahwa aku tak bisa yakin bahwa aku telah memahami agama para dosenku itu. Dengan demikian, kalau pun para dosenku itu sudah menganut agama yang benar, agamaku (yang merupakan hasil dari mengikuti agama mereka) belum tentu benar.

Tentu saja, aku belajar agama tidak hanya dari para dosen agama itu. Aku pun belajar dari para “pengajar” lainnya, baik secara langsung dengan tatapmuka maupun melalui media cetak dan elektronik. Namun sebagaimana terhadap pelajaran dari para dosenku, aku pun tidak bisa yakin bahwa aku sudah memahami agama yang mereka ajarkan kepadaku.

(Renungan Tambahan: Hampir semua penyiar agama mengikuti agama pendahulu mereka, sedangkan pendahulu mereka mengikuti agama orang-orang yang lebih dahulu daripada mereka, demikian seterusnya sampai ke “pencipta” agama mereka. Nah, apakah agama orang-orang yang mengikuti itu sama persis dengan agama orang-orang yang diikuti? Apakah orang-orang yang mengikuti itu benar-benar sudah memahami agama orang-orang yang diikuti? Dengan kata lain, apakah mereka telah mendapat nilai A atau nilai 100 dari para pendahulu mereka?)

Oleh karena itu, kalau hanya sekadar mengikuti agama orang lain yang diasumsikan sudah benar, maka agamaku sendiri (yang merupakan hasil dari mengikuti agama mereka) belum tentu benar. Aku baru bisa meyakini kebenaran agamaku jika agamaku telah memenuhi kriteria agama yang benar.

Sementara itu, apabila aku hanya ikut-ikutan agama seseorang, maka benar-salahnya agamaku bergantung pada benar-salahnya agama orang tersebut. Kalau agama tersebut memenuhi kriteria agama yang benar, maka benarlah agamaku. (Begitu pula seandainya aku “menciptakan” agama baru. Bila memenuhi kriteria, maka benarlah agama “ciptaan”-ku.)

Saat ini, akal telanjangku yakin bahwa di dunia ini, aku takkan mampu menemukan kriteria agama yang kebenarannya mutlak. Dengan kata lain, kriteria yang pasti benar dalam pikiran polosku adalah kriteria yang kebenarannya “relatif”. Maksudnya, berhubung kita membutuhkan kebenaran dalam menganut agama, maka kita perlu senantiasa meninjau kembali segala kebenaran yang “relatif”. Jadi, agamaku yang pasti benar adalah yang mendorongku untuk senantiasa bersungguh-sungguh mencari kebenaran. Begitulah kriteria agama yang benar menurut akal telanjangku. (Memang, nilai kebenaran yang kutemukan dari hasil pencarian ini tidak mutlak. Namun, “senantiasa bersungguh-sungguh mencari kebenaran” merupakan sikap dan perbuatan yang pasti benar atau mutlak.)

Dengan kriteria tersebut, aku sudah menemukan agama yang pasti benar. Dengan kata lain, aku sudah menjumpai agama yang mendorongku untuk senantiasa bersungguh-sungguh mencari kebenaran.

Manakah agama yang pasti benar itu? Dengan kata lain, manakah agama yang mendorongku untuk senantiasa bersungguh-sungguh mencari kebenaran? Apakah Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu, Yahudi, Humanisme, Agnotisisme, Universalisme Tauhid, atau apa?
Jawaban atas pertanyaan ini kusampaikan dalam tulisan mendatang, “Inilah Agama Yang Pasti Benar

8 respons untuk ‘Akhirnya, kutemukan agama yang pasti benar

    Inilah Agama Yang Pasti Benar | Pikiran Polos said:
    27 April 2010 pukul 13:02

    […] Akhirnya, kutemukan agama yang pasti benar […]

    Sukmajaya said:
    6 Mei 2010 pukul 15:06

    Setiap individu mempunyai Agama, setiap Agama mempunyai Al-kitab yaitu sebagai buku Manual, atau petunjuk untuk menjalani
    hidup agar selamat di dunia sampai kembali ke achirat,..Kenapa Alloh katakan dlm Al-quran..sesungguhnya manusia dalam kerugian,. karena manusia diciptakan dibekali dgn Akal dan Nafsu.
    Nafsu inilah sebagai koneksi syaithon, jika manusia sudah dikuasai oleh nafsu maka sesungguhnya dia adalah bukan manusia tetapi menjadi Budak Syaithon,.jika manusia sudah dikuasai oleh nafsu / syaithon maka hancurlah dirinya dan dunianya, Jihad yg paling besar adalah berperang melawan hawa nafsu yg ada dalam diri setiap manusia .
    Maka jalanilah hidup ini sesuai dgn aturan Alloh SWT. Sang Pencipta semesta alam yang dituangkan dalam Al-Quran.

    abdi karya said:
    18 Mei 2010 pukul 06:50

    Pengertian Agama ,
    barangkali dapat dijabarkan sebagai berikut :
    agama adalah suatu panduan serangkaian perbuatan setia dan bakti yang harus dilakukan secara jujur , sukarela dan berkesinambungan ,
    berdasarkan pemahaman Ketuhanan , Kemanusiaan dan Kemandirian yang rasional ,
    untuk melaksanakan hak dan kewajiban manusia sebagai ciptaan Tuhan , keturunan Leluhurnya ,
    dan bagian dari komunitas masyarakat adat negeri ,
    yang diterapkan tanpa mengharapkan pamrih , pahala atau iming imbalan lainnya ,
    yang akan teranugrah pada hidup abadi sesudah mati ,
    namun didorong oleh niat yang tulus dan ikhlas yang terbit dari lubuk hati nuraninya sendiri ,
    dan dengan sendirinya dilakukan , bukan karena imbauan atau bujukan , perasaan malu atau takut ,
    atau wujud suatu penjilatan , penghambaan dan ketakutan terhadap kekuasaan Tuhan semata ,
    melainkan keinginan luhur untuk menyatakan perasaan cinta-kasih , hormat dan bangga ,
    kepada DIA TUHAN ,
    Pencipta , Asal dan Awal-mula keberadaan dan kehidupan Alam-semesta ,
    sebagai Leluhur yang paling Tua , Leluhur Utama umat manusia.

      M Shodiq Mustika responded:
      18 Mei 2010 pukul 11:03

      Apabila agama didefinisikan sebagai “panduan”, maka pikiran polosku mungkin tidak bisa menemukan agama yang pasti benar.

        abdi karya said:
        19 Mei 2010 pukul 17:34

        Menurut KBBI online ,
        pan•du•an n 1 penunjuk jalan; pengiring; 2 (buku) petunjuk;
        pi•kir•an n 1 hasil berpikir (memikirkan): ia pandai menangkap ~ dan perasaan orang lain; 2 akal; ingatan; 3 akal (dl arti daya upaya): mendapat ~; 4 angan-angan; gagasan: ~ baru; 5 niat; maksud: tidak ada ~ akan berhenti bersekolah;
        ~ beramuk menjadi bingung; ~ bercabang bimbang; ragu; ~ buntu tidak dapat berpikir lebih lanjut; tidak dapat menemukan jalan pemecahan masalah; ~ gila pendapat yg tidak mungkin dilaksanakan; ~ pendek picik; ~ tumpul bodoh;
        po•los a 1 berwarna semacam saja (tidak dihiasi atau diberi berbunga-bunga dsb): piring –; bajunya –; 2 ki sangat sederhana (sikap, tingkah laku, dsb); 3 ki apa adanya; dng sebenarnya: jawabannya — saja; 4 ki tidak bermaksud jahat; jujur (tt hati, pikiran);

        Jadi agama sebagai panduan , sebagai penunjuk jalan ( cara ) , sebagai penuntun sah-sah saja , ya….
        Pikiran polos , dapat diartikan gagasan atau pemikiran yang tidak macam-macam …., yang sederhana , yang apa adanya , yang jujur ….., jadi yah..nampaknya berpulang ke situ aja ..ya..

        Agama yang punya penganut , sudah pasti mengandung kebenaran. Setidaknya menurut penganutnya itu. Dan tentu tidak benar , atau tidak benar , bagi yang bukan penganutnya.
        Semoga sukses.

    Fahrudin Al Bakrie said:
    4 Juli 2010 pukul 23:19

    Cape’ deh nggak ikutan ah …………, cuma ngingetin aje …, kalau orang lain tidak boleh merasa benar, emang kita boleh menganggap Paling Benar ?????, thanks, nuhun, kamsyiya, seklangkong, afwan wa syukron.

    sudrajat said:
    10 Mei 2011 pukul 10:07

    gan, ada bbrp yg akal bs capai, dan jauh lbh banyak yg tdk bs dicapai. jika pencarian hanya berdasar akal dan pikiran, maka jatuhnya sesat, krn driver akal dan pikiran adalah keinginan untuk pembenaran suatu tindakan/sikap. harus ada HIDAYAH yang mendampinginya, sementara hidayah tidak dipunyai setiap org. Bagi yg beruntung, hidayah diberikan bgt saja, dan jadi percikan penerang kalbu. Lebih jauh, kita hrs mohon hidayah itu, shg tdk sekedar percikan ttp benar2 mjd obor penerang, syukur2 mjd matahari penerang hati. Allahu a’lam..

    asdf said:
    6 September 2011 pukul 15:38

    sekali lagi selalu menuju ke perdebatan..salut buat anda pak shadiq yth.

    salam

Tinggalkan Balasan ke asdf Batalkan balasan