Logika Iblis Yang Menyesatkan Orang Yang Taat Beragama

Posted on Updated on

Seorang penebang kayu yang taat [beragama] tinggal di sebuah hutan dekat desa suku primitif. Para penduduk desa itu menyembah sebuah pohon besar yang tumbuh di tengah desa mereka.

Suatu hari si penebang kayu memutuskan untuk menebang pohon tersebut. Ia ingin menunjukkan kepada mereka bahwa apa yang mereka sembah bukanlah apa-apa selain ciptaan Tuhan [Allah] dan bahwa mereka seharusnya menyembah Tuhan [Allah], bukan pohon.

Saat ia berjalan menuju pohon itu, seorang pria menghadangnya dan menanyakan ke mana ia akan pergi. “Demi Tuhan [Allah], saya akan menebang pohon yang disembah oleh suku itu,” tegasnya.

“Itu suatu kesalahan,” pria tersebut mengingatkan.

“Emang kamu siapa hingga berhak mengatakan apa yang harus kulakukan?” tanya si penebang kayu.

“Aku adalah Iblis dan aku tidak akan membiarkanmu menebang pohon itu.”

Penebang pohon itu naik pitam. Ia menarik si iblis dan membantingnya ke tanah, lalu melekatkan kapak pada leher iblis. [Iblis tak dapat berbuat apa-apa, selain menerima kekalahannya itu.]

Iblis berkata, ”Kau bersikap tidak masuk akal [sambil tertawa]. Suku itu tidak akan pernah membiarkanmu menebang pohon suci mereka. Bahkan, jika kau coba melakukannya, mereka mungkin akan membunuhmu. Istrimu akan menjadi janda dan anak-anakmu akan menjadi yatim. Kalau pun kau berhasil menebang pohon itu dan selamat, mereka akan memilih pohon lain untuk disembah. Pikirkanlah!”

………

Iblis melanjutkan, ”Aku punya penawaran untukmu. Aku tahu bahwa engkau miskin namun taat. Engkau mempunyai sebuah keluarga yang besar dan engkau senang membantu orang lain. Setiap pagi engkau akan menemukan dua koin emas [di bawah tempat tidurmu]. Selain terhindar dari bahaya pembunuhan dan kerugian harta, engkau dapat menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu orang miskin.”

Sang penebang kayu setuju. Keesokan paginya, ia menemukan dua koin emas yang dijanjikan. Ia membeli makanan dan pakaian baru untuk keluarganya lalu membagikan sisa uang kepada orang-orang miskin. Pagi hari berikutnya, ia tidak menemukan apa-apa. Ia mencari ke seluruh ruangan, tetapi tetap tidak menemukan koin emas.

Berang terhadap pengkhianatan sang iblis, si penebang kayu mengambil kapak dan bersiap-siap untuk pergi menebang pohon yang disembah itu.

Iblis kembali mencegahnya. Sambil tersenyum ia bertanya, ”Kau akan pergi kemana?”

“Penipu, pembohong! Aku akan menebang pohon itu!” tandas si penebang kayu.

Iblis menyentuh dada si penebang kayu dengan satu jarinya. Si penebang kayu jatuh ke tanah akibat kekuatan sentuhan itu. Iblis kembali menyentuh dadanya dengan satu jari dan menekannya ke tanah. Iblis berkata, “Kau ingin kubunuh? Dua hari yang lalu kau hendak membunuhku. Berjanjilah, kau tidak akan menebang pohon itu!”

Si penebang kayu ketakutan, “Aku berjanji tidak akan menebang pohon itu. Tetapi, katakanlah satu hal kepadaku. Dua hari lalu aku mengalahkanmu dengan mudah. [Kini aku kalah.] Dari mana kau dapatkan kekuatan luar biasa pada hari ini?”

Sang iblis tersenyum. “Saat itu kau hendak menebang pohon itu karena Tuhan [Allah]. Namun, hari ini kau berkelahi denganku karena dua keping koin emas!”

———-

Demikianlah kisah yang dituturkan di buku Heart, Self, and Soul (hlm. 155-157) karya Robert Frager. Dia adalah seorang syekh sufi yang bekerja sebagai profesor psikologi pada Institute of Transpersonal Psychology, California.

Bila kisah tersebut disimak sepintas lalu, mungkin pembaca akan menyangka bahwa iblis menggunakan logika (akal sehat) untuk menyesatkan manusia. Padahal, iblis menyesatkan manusia justru melalui pemikiran yang tidak logis, termasuk dalam kisah tersebut. Ada beberapa jenis sesat-pikir (fallacy) yang dimanfaatkan iblis dalam menyesatkan si penebang kayu. Mari kita analisis.

Analisis 1:

Iblis berkata, ”…. Suku itu tidak akan pernah membiarkanmu menebang pohon suci mereka. Bahkan, jika kau coba melakukannya, mereka mungkin akan membunuhmu. Istrimu akan menjadi janda dan anak-anakmu akan menjadi yatim. Kalau pun kau berhasil menebang pohon itu dan selamat, mereka akan memilih pohon lain untuk disembah. Pikirkanlah!”

Perkataan iblis tersebut sebetulnya tidak sesuai dengan akal sehat. Ditinjau dari logika yang benar, perkataannya itu tergolong sesat-pikir lantaran “mengundang belas kasihan” dan “dilema yang keliru”. (Lihat H. Mundiri, 60 Jenis Sesat Pikir (Semarang: Aneka Ilmu, 1999), hlm. 16-17 dan 42-42.)

Kelirunya dilema yang diajukan oleh iblis tersebut tampak jelas bila kita gunakan akal sehat (alias berpikir logis) bahwa kalau pun si penebang kayu berhasil menebang pohon itu dan selamat, maka para penduduk desa BELUM TENTU akan membunuh dia. Dengan kata lain, istrinya BELUM TENTU akan menjadi janda dan anak-anaknya BELUM TENTU akan menjadi yatim. Kalau pun dia menjadi janda dan anak-anak menjadi yatim, mereka BELUM TENTU akan menjadi sengsara. Para penduduk pun BELUM TENTU akan memilih pohon lain untuk disembah. Padahal, jika si penebang kayu tidak menebang pohon itu, maka para penduduk desa TENTU masih akan menyembah pohon.

Sedangkan sesat-pikir lantaran “mengundang belas kasihan” itu dapat kita atasi sekiranya kita memahami pesan Allah:

Katakanlah: ‘Jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu atau kerabatmu; kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu khawatirkan akan mengalami kemunduran dan tempat tinggal yang kamu sukai; itu lebih kamu cintai daripada Allah, atau Rasul-Nya, atau berjihad di jalan-Nya; maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.’ (QS. at-Tawbah [9]: 24)

Maksudnya, kalau perjuangan di jalan Allah (misalnya: menebang pohon yang disembah penduduk) tidak dilaksanakan gara-gara lebih mencintai sesuatu yang lain (misalnya: istri dan anak-anak), maka “rencana Allah akan tetap terlaksana”. Begitulah penafsiran Abdullah Yusuf Ali di kitab tafsirnya.

Dengan demikian, seandainya Allah memutuskan bahwa si penebang kayu akan segera mati, maka tentu akan segera matilah dia meskipun si penebang kayu tidak menebang pohon itu. Sebaliknya, seandainya Allah memutuskan bahwa si penebang kayu tidak akan segera tewas, maka tentu tidak akan segera tewaslah dia meskipun si penebang kayu menebang pohon itu. Jadi, tidak logislah “logika” yang dikemukakan oleh iblis kepada si penebang kayu itu.

Analisis 2:

Perkataan iblis yang “mengundang belas kasihan” dan mengandung “dilema yang keliru” itu didahului dengan kalimat yang juga sesat-pikir:

Iblis berkata, ”Kau bersikap tidak masuk akal [sambil tertawa]. ….”

Perkataan iblis tersebut tergolong sesat-pikir lantaran “menyerang pribadi”. (Lihat H. Mundiri, 60 Jenis Sesat Pikir, hlm. 13-14.)

Perhatikan susunan kata-katanya: “Kau bersikap tidak masuk akal.” Seharusnya, kalimat yang benar (logis), misalnya: “sikapmu tidak masuk ke akalku” atau “akalku belum bisa memahami sikapmu”.

Analisis 3:

Pernyataan iblis selanjutnya juga sesat-pikir. Perhatikan:

Iblis melanjutkan, ”Aku punya penawaran untukmu. Aku tahu bahwa engkau miskin namun taat. Engkau mempunyai sebuah keluarga yang besar dan engkau senang membantu orang lain. Setiap pagi engkau akan menemukan dua koin emas [di bawah tempat tidurmu]. Selain terhindar dari bahaya pembunuhan dan kerugian harta, engkau dapat menggunakan uang tersebut untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu orang miskin.”

Tahukah Anda di manakah letak tidak logisnya kata-kata iblis tersebut? Perkataan iblis itu tergolong sesat-pikir lantaran “mengalihkan pembicaraan”. (Lihat H. Mundiri, 60 Jenis Sesat Pikir, hlm. 7-8.)

Kesesatan tersebut berlangsung karena si penutur menyampaikan pernyataan yang tidak tercakup dalam pokok soal yang sebenarnya. Sang iblis mengalihkan pembicaraan dari “haruskah menebang pohon yang disembah penduduk” menjadi “tidak perlukah harta untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan membantu orang miskin”.

Demikianlah tiga analisis yang menunjukkan bagaimana iblis menyesatkan manusia melalui pemikiran yang tidak logis. Implikasinya, orang yang taat beragama memerlukan logika (yang benar/logis).

16 respons untuk ‘Logika Iblis Yang Menyesatkan Orang Yang Taat Beragama

    Nur Sandhi said:
    1 November 2007 pukul 06:51

    Kok semakin kesini tulisan2 Pak Shodiq ini semakin “aneh” saja.

    Analisis yang bapak lakukan sama sekali tidak menunjukkan bahwa “orang yang taat beragama memerlukan logika”. Yang ada justru semakin menguatkan fakta bahwa Iblis itu akan menggunakan segala cara guna menyesatkan manusia, yang kadang kala dibungkus dengan “bahasa2” yang halus, yang dapat melenakan mereka yang awam.

    Disini yang sesungguhnya dibutuhkan oleh orang yang taat beragama adalah keimanan yang sebenarnya kepada Allah SWT serta ilmu dinn itu sendiri. Dengan keimanan yang teguh dan ilmu dinn itulah iblis tidak akan mampu menggoyahkan pendirian/pemikiran seorang yang taat beragama. Itulah kenapa kedudukan seorang abid yang berilmu lebih tinggi dibandingkan kedudukan seorang yang ahli ibadah saja.

    Janganlah memaksakan sesuatu yang bukan pada tempatnya, karena hanya akan semakin ‘menyedihkan’. Sayang waktu, sayang usaha, sayang ilmunya.

    Semoga kita dimudahkan Allah SWT melihat kebenaran sebagai kebenaran, dan kesalahan sebagai kesalahan. aamiin.

    Nugroho Laison said:
    1 November 2007 pukul 10:42

    Bagus, analisa yang bagus! Kisah ini kisah klasik ,ane sudah sering dengar.

    Tapi kali ini diberi syarah (penjelasan) yang baik, dan pas dgn momentum sekarang, di tengah maraknya syirik/mistis dan para pembuat ajaran baru/sesat.

    Jazakalloohu Khoiron Katsiiron

    Wassalam,

    Nugon

    Rien said:
    1 November 2007 pukul 16:01

    subhanallah…
    selama ini kita hanya tahu dan membaca saja, meraba-raba, walaupun maksudnya mengerti, tapi pas banget dgn analisa yg bapak berikan, terlebih kepada ketakutan manusia dengan tidak berserah diri pada Allah.
    bagus banget buat mentoring nih pak 🙂
    syukron jazakallah

    M Shodiq Mustika responded:
    2 November 2007 pukul 05:50

    @ Nur Sandhi (pacaranislamikenapa)

    Pemikiran yang logis memang terkadang terlihat aneh (dan tak terpahami) bila dilihat dari sudut pandang yang tidak logis.

    @ Nugon & Rien

    Syukron jazakumullah.

    Artikel tsb merupakan buah dari keprihatinan kami menyaksikan betapa iblis, melalui pemikiran yang tidak logis, menyesatkan saudara-saudara kita.

    Keprihatinan kami bertambah ketika mendapati bahwa orang yang mengikuti pemikiran yang tidak logis ternyata tidak hanya orang awam, tetapi juga mereka yang merasa dirinya aktivis dakwah. Tidak sadarkah mereka bahwa diam-diam mereka tersesat oleh “logika” iblis?

    teddy said:
    2 November 2007 pukul 22:32

    Nice artikel pa shodiq. Tapi saya nggak yakin bisa membawa perubahan, paling2 responnya nanti cuman minta agar Tuhan mereka membukakan pintu hidayah untuk Anda agar terhindar dari api neraka (hasil menyimpulkan sendiri dari postingan temen2 yang serupa, hehehe..)

    @nur shandi
    karena itu kita perlu menjadi umat yang cerdas, supaya nggak gampang dikibulin iblis 😀

    M Shodiq Mustika responded:
    3 November 2007 pukul 01:55

    @ teddy

    thanks
    manusia berusaha, Tuhan menentukan hasilnya

    kita perlu menjadi umat yang cerdas, supaya nggak gampang dikibulin iblis

    good advice
    setuju banget

    rusdin said:
    3 November 2007 pukul 18:47

    Saya paham maksud Mas Shodiq. Syukran.

    brapiolove said:
    10 November 2007 pukul 12:24

    logika iblis lawanlah dengan sikap istiqomah.
    si penebang kayu terjebak pada situasi jikalau, padahal yang harus dipahami bahwa manusia takkan pernah tau apa yang bakal terjadi walau hanya sesaat kemudian. Satu lagi pelajaran yang saya dapatkan dari bolg ini, terimakasih

    Abdulaziz said:
    20 Maret 2009 pukul 23:03

    syukron ini sangat berhaga buat kita semua. mari kita tundukkan shawat kepada perinta Allah Swt kita pasti selam
    at

    […] dengan Kitab Allah, segala dorongan hawa nafsu (dan juga rayuan syetan) bertekuk lutut. Mengapa? Karena Al-Qur’an adalah al-furqan, pembeda antara yang benar dan yang […]

    […] dengan Kitab Allah, segala dorongan hawa nafsu (dan juga rayuan syetan) bertekuk lutut. Mengapa? Karena Al-Qur’an adalah al-furqan, pembeda antara yang benar dan yang […]

    […] dengan Kitab Allah, segala dorongan hawa nafsu (dan juga rayuan syetan) bertekuk lutut. Mengapa? Karena Al-Qur’an adalah al-furqan, pembeda antara yang benar dan yang […]

    agus said:
    30 Juni 2009 pukul 01:06

    kalo bisa saya minta link nya ebook 60 jenis sesat pikir karya H.Mundiri,,untuk bahan referensi. saya sudah nyari ke toko buku manapun buku 60 jenis sesat pikir sudah tidak diterbitkan lagi…

    anton tri wibowo said:
    29 Oktober 2009 pukul 10:02

    pak,. saya mo tanya?? apa allah bisa menciptakan allah lagi..?? trus kenapa?

      Fajar said:
      29 Oktober 2009 pukul 11:51

      Hehehe…Allah tidak dilahirkan dan tidak melahirkan… itu sama aja klo saya tanya ke Anton tri wibowo yaitu… mengapa di dalam buah pepaya ada bijinya? mengapa pohon beringin itu besar tetapi buahnya kecil? Mengapa semua tata surya beredar di jalannya sendiri? kenapa di bumi kita ini ada gunung, laut dan langit?..pasti ga bisa jawab khan… hehehehe….. itu lah kekuasan Allah… jawabanya hanya Allah yang tahu…. Gitu aja kok repot… hehehehe pisss aah..

    Abdullah said:
    21 Februari 2011 pukul 10:48

    Bagi orang-orang yang berakal :
    1.Kisah di atas jelas-jelas hanya karangan manusia yang tidak pernah terjadi.
    2.Orang-orang sufi itu sesat!!! Jangan mengambil apa pun dari pemikiran-pemikiran orang-orang sesat, karena kita juga bisa2 ikut sesat.

Silakan sampaikan pemikiran Anda