Aneh Tapi Nyata

Ajaib! Ibu terkecil sedunia mau punya anak lagi!!

Posted on Updated on

Dengan tinggi badan kurang dari satu meter, Amanda Moore (25) merupakan wanita terkecil di dunia. Namun, dia telah berhasil melahirkan putra pertamanya, yang kini berusia 15 bulan. Malah kini dikabarkan bahwa dia ingin punya anak lagi! Berikut adalah foto-foto saat sang anak berusia 7 bulan.

Baca entri selengkapnya »

Tipe Wanita Yang Suka Selingkuh

Posted on Updated on

Biderman juga menyatakan, wanita yang mengunjungi situsnya, [yaitu sebuah situs yang menawarkan perselingkuhan,] biasanya tipe wanita yang memiliki hubungan asmara atau perkawinan buruk. “Mereka tak lagi diberikan bunga oleh pasangan, atau tak lagi mendapat perhatian dari pasangannya. Para anggota wanita umumnya mengunjungi situs kami sekitar 30-40 menit.”

Demikian pengakuan dari sang pendiri situs perselingkuhan tersebut, sebagaimana diberitakan dalam vivanews.com, “Terlalu… Ada Situs Khusus Selingkuh“. Nah, seandainya kita memang “memiliki hubungan asmara atau perkawinan buruk”, perlukah kita berselingkuh?

Baca entri selengkapnya »

Akan terjadi gempa bumi gara-gara perempuan?

Posted on Updated on

perempuan Iran
perempuan Iran sedang berjalan-jalan di kota
Benarkah akan terjadi gempa bumi atau bencana alam lainnya gara-gara perempuan?

… Pemimpin Islam Iran beberapa minggu terakhir melancarkan kampanye yang menggelisahkan warga. Mereka mengatakan, keburukan sedang menyelimuti jalan-jalan ibu kota negara itu. Hukum Nasional Iran menetapkan, perempuan harus mengenakan penutup kepala dan semacam mukena. Namun, banyak perempuan, terutama di ibu kota, menggenakan busana yang nyaris tidak mematuhi aturan tersebut.

Pengumuman terbaru itu muncul tak lama setelah Ayatollah Kazim Sadighi, seorang ulama terkemuka, memperingatkan bahwa perempuan yang berpakaian tidak sopan menggoda para pemuda dan akibatnya dapat menimbulkan gempa bumi.

Seorang ulama lain memperingatkan warga Teheran untuk melarikan diri sebelum hukuman yang tak terhindarkan atas perilaku buruk warga menimpa kota itu. “Pergilah ke jalan-jalan dan bertobat untuk dosa-dosa Anda,” kata Aziz Ayatollah Khoshvaqt, salah satu ulama tertinggi negara, kepada para jemaah dalam sebuah kotbah baru-baru ini di Teheran utara. “Sebuah siksaan suci akan menimpa kita. Tinggalkan kota.”

Demikian berita dari Kompas.com hari ini. Dari berita tersebut, ada dua hal yang mengganjal pikiranku.

Pertama, benarkah “Pemimpin Islam Iran beberapa minggu terakhir melancarkan kampanye yang menggelisahkan warga“? Mana buktinya? Aku tidak tahu dari mana Kompas mendapat berita tersebut. Sumbernya tidak disebutkan. Apakah wartawan Kompas telah melakukan pengamatan langsung di Iran? Aku meragukannya. Sebab, berita-berita semacam itu sudah lebih dulu muncul di luar negeri.

Kedua, benarkah gempa bumi (dan bencana alam lainnya) terjadi gara-gara para perempuan tidak menutupi seluruh tubuhnya (kecuali wajah dan telapak tangan)? Kalau begitu, mengapa selama ini gempa bumi lebih sering terjadi di Sumatera dan Iran daripada di Bali dan Amerika?

Maumu Apa, Malaysia?

Posted on Updated on

buku Maumu Apa Malaysia

Malaysia di Mata Jurnalis Indonesia

Mohamad Ali Hisyam, pengajar di Universitas Trunojoyo Madura

Kasus Manohara, model cantik berdarah Sulawesi yang tak pernah sepi diekspos media massa, menjadi bumbu menarik dinamika hubungan bilateral antara Indonesia dan Malaysia. Konflik Manohara dengan mantan suaminya, Tengku Fahri, pangeran Kerajaan Kelantan, yang terus berlarut, melengkapi serangkaian dentuman kasus yang selama ini mewarnai ”panas dingin” relasi kedua negara serumpun itu.

Belakangan, negeri jiran tersebut kerap dituding sebagai ”benalu” yang acap membuat rakyat Indonesia gerah dan bahkan marah. Peristiwa perebutan blok Ambalat, klaim Pulau Sipadan-Ligitan, pengakuan ikon budaya Nusantara seperti reog Ponorogo, tari pendet, batik, hingga lagu Rasa Sayange merupakan contoh upaya mereka mencaplok khazanah sosial-budaya milik kita. Belum lagi ingatan akan perlakuan arogan mereka terhadap ratusan ribu tenaga kerja Indonesia (TKI) di sana serta bagaimana secara ”ideologis” warga mereka (Dr Azhari dan Noordin M. Top) mengacak-acak negeri ini dengan doktrin terorismenya. Di mata khalayak, hal itu terkesan sengaja memantik permusuhan dengan beragam cara yang provokatif. Benarkah demikian?

Buku Maumu Apa, Malaysia? ini dengan lugas menjawab berbagai kebingungan serta pertanyaan seputar hubungan Indonesia-Malaysia itu, lebih-lebih selama tiga tahun terakhir. Pada sejumlah hal, harus diakui bahwa Malaysia langsung maupun tidak telah dengan sadar mengajak berkonfrontasi. Dalam soal perebutan wilayah, misalnya, tak dapat disangkal mereka berupaya merusak harmoni dan kesepakatan yang sudah ada. Dari sini, stereotip negatif tentang mereka melekat di benak masyarakat kita.

Namun, juga mesti disadari, terdapat beberapa hal yang sebenarnya sumbu konfliknya hanya dipicu oleh kesalahpahaman dalam mengamati duduk perkara suatu persoalan. Yang menarik, buku ini berusaha menyuguhkan data dan argumen yang berimbang ihwal perselisihan kedua negara yang selama ini berlangsung. Genuk Ch. Lazuardi dengan tekun merekam secara runtut aneka persoalan yang menjadi biang konflik Indonesia-Malaysia lewat gaya pemaparan yang khas, renyah, dan ringan dicerna.

Melalui ilustrasi dari beragam sudut, Genuk mencoba menggambarkan wajah masyarakat Indonesia di negeri berpenduduk 27 juta tersebut secara detail. Lewat ilustrasinya, secara tidak langsung pembaca akan dibawa memahami dan menelisik dari dekat bagaimana keberlangsungan hidup komunitas Indonesia di sana serta bagaimana pula orang Malaysia memperlakukan mereka. Sebagai jurnalis yang telah tiga tahun berkarir di Malaysia, dia mengajak kita berkeliling melihat peta Malaysia dari lensa yang paling jernih dan diambil langsung dari jantung permasalahan, yakni suka-duka rakyat Indonesia bertarung menyabung hidup di negeri seberang.

Layaknya karya reportase, investigasi reflektif yang dihadirkan buku ini melaporkan apa adanya keseharian rakyat kita di negara kaya minyak itu. Setidaknya, laporan tersebut terungkap dari empat sisi, yaitu hegemoni Indonesia di belantika hiburan Malaysia, dominasi TKI dalam dunia kerja, urat akar sejarah Indonesia dalam budaya Melayu, serta keampuhan diplomasi musik dan kuliner Nusantara di sana.

Bila diurai, benang kusut hubungan tersebut lebih disulut maraknya ketidakpahaman (misunderstanding) serta salah persepsi (misperception) masing-masing pihak. Sekadar contoh, kasus heboh seputar klaim tari pendet dan reog Ponorogo yang sempat disemprotkan kepada Malaysia ternyata lebih disebabkan sikap salah paham terhadap ekspresi berbudaya orang-orang Melayu, termasuk masyarakat Indonesia yang tinggal di Malaysia. Selama ini, aktivitas kesenian komunitas Indonesia di negara yang merdeka pada 1957 itu selalu mengusung tema dan simbol-simbol Nusantara.

Orang-orang keturunan Jawa di sana, misalnya, terbiasa mengadakan seni wayang, reog, dan semacamnya. Begitu juga dari etnik yang lain. Kekayaan multietnik kita diapresiasi dan diekspresikan dengan baik dan lestari di sana. Lantas, mengapa kita tidak malah bangga dan justru merasa dicaplok? Sebagai perbandingan, atraksi seni barongsai yang asli Tiongkok dikenal sangat masyhur di Singapura. Seakan-akan barongsai adalah ikon mereka dan dalam banyak acara mereka menampilkannya dengan leluasa. Lalu kenapa orang-orang Tiongkok tidak pernah mempermasalahkannya? Sebaliknya mereka bangga, kebudayaan mereka bisa eksis di negeri orang.

Yang jelas, kesenjangan informasi dan ketimpangan data plus nuansa ”ego nasionalisme” sektoral merupakan faktor dari berbagai kesalahpahaman yang terjadi selama ini. Padahal, bila kita telaah sejarah, kedua bangsa itu adalah ”alam Melayu” yang diikat kesatuan politik dan budaya yang sangat erat. Jalinan sosial kedua bangsa sangat harmonis, kendati sempat diwarnai fluktuasi konfliktual. Migrasi besar penduduk Nusantara ke Malaysia menyebabkan begitu banyak orang Melayu di sana berasal dari Indonesia. Contoh paling mutakhir, perdana menteri Malaysia saat ini, Datuk Najib Razak, adalah keturunan Bugis-Makassar dari raja Gowa ke-XI.

Sukar dimungkiri, sebagai bangsa serumpun, keduanya memiliki beragam ”perekat”. Kedekatan geografis, kemudahan askses, serta kemiripan bahasa dan budaya adalah modal positif untuk membangun kembali harmoni di antara keduanya. Menurut sejarawan Asvi Marwan Adam, sejarah pernah mewartakan, bagaimana Ibrahim Jacoob dan Bung Karno pernah menyetujui gagasan dibentuknya negara Indonesia Raya, wujud penyatuan Indonesia dan Malaysia. Walau sayang, ide itu akhirnya gagal terwujud.

Pada aras demikian, buku ini bisa dimaknai sebagai ikhtiar merekatkan kembali keretakan sosial yang akhir-akhir ini mewarnai hubungan Indonesia-Malaysia. Sudah saatnya kita memandang polemik sebagai ajang pendewasaan bagi proses persaudaraan. Warga Indonesia jangan lagi memandang Malaysia semata dari kacamata kisah-kisah miris TKI sembari melupakan sisi positif di dalamnya. Sementara itu, Malaysia sudah waktunya membuang stigma 3D (difficult, dirty, dangerous) kepada TKI dengan memberi penghargaan yang pantas dan manusiawi.

Kendati penulis berprofesi sebagai pekerja di Malaysia, ulasan-ulasan dalam buku ini jauh dari kesan apologis yang cenderung membela Malaysia. Dia menyajikan pemahaman dan fakta-fakta aktual seputar hubungan kedua negara melalui optik yang netral. Kelengkapan data, variasi topik, serta kemahiran mengulas masalah menjadikan buku ini menarik dibaca dan tepat dijadikan referensi bagi calon tenaga kerja, pelaku bisnis, hingga pelajar dan mahasiswa yang hendak studi dan berkarir di Malaysia. (*)

Tulisan di atas merupakan kutipan dari rubrik Resensi Buku di Jawa Pos, Minggu, 03 Januari 2010

Judul Buku : Maumu Apa, Malaysia?

Penulis : Genuk Ch. Lazuardi

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Cetakan : Pertama, November 2009

Tebal : xxii + 200 halaman

Tokoh Muhammadiyah ikut tahlilan Gus Dur

Posted on Updated on

tahlilan
tahlilan

Selama puluhan tahun, Muhammadiyah dikenal sebagai anti tahlilan dalam memperingati wafatnya seseorang. Namun gambaran ini agaknya mulai pudar. Di sejumlah daerah, khususnya di daerahku di Jawa Tengah, tokoh-tokoh Muhammadiyah tak sungkan-sungkan melakukan tahlilan.

Aku sendiri jarang ikut tahlilan. Kalau pun ikut, niatku mungkin agak berbeda dengan hadirin. Karena yakin bahwa kita takkan bisa mengirim pahala, aku “cuma” mendoakan saja, yang jelas-jelas ada tuntunannya dari Allah dan rasul-Nya.

Gus Dur Mampu Eratkan Hubungan Nu-Muhammadiyah

Selasa, 5 Januari 2010 23:24 WIB

Semarang (ANTARA News) – Mendiang KH. Abdurrahman Wahid yang akrab disapa Gus Dur dinilai menjadi sosok yang mampu mempererat hubungan Nahdlatul Ulama (NU) dengan Muhammadiyah, dua organisasi massa Islam yang selama ini dikenal sering berbeda pandangan.

“Gus Dur mampu menjalin hubungan baik dengan siapa pun, termasuk tokoh-tokoh Muhammadiyah,” kata Wakil Ketua PW Muhammadiyah Jateng, Ibnu Djarir usai pembacaan Yasin dan Tahlil memeringati tujuh hari wafatnya Gus Dur di Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang, Selasa malam.

Menurut dia, meskipun sering berbeda pendapat, hubungan pribadi antara Gus Dur dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah tetap berlangsung baik, karena Gus Dur memiliki jiwa yang lentur, sehingga hubungan NU dengan Muhammadiyah juga berlangsung baik.

“Bahkan, seorang profesor dari Jepang pernah mengatakan, umat Islam di Indonesia tidak dapat bersatu, apabila NU dan Muhammadiyah tidak bisa bersatu,” katanya.

Ia mengatakan, pemikiran cucu KH. Hasyim Asy`ari tersebut juga tidak diragukan lagi, mengingat keberanian Gus Dur dalam menyampaikan pemikirannya meskipun melawan arus, sehingga sering dianggap kontroversial.

“Karena itu pula, wajar apabila sosok Gus Dur tidak hanya dikenal sebagai pemikir Islam tingkat nasional, namun diakui pula sebagai pemikir Islam di kancah internasional,” kata Djarir.

Sementara itu, mantan Gubernur Jateng, Ali Mufidz mengatakan, Gus Dur merupakan sosok guru bangsa yang tidak pernah bersikap menggurui, terutama dalam menyampaikan kritikannya kepada pihak lain.

“Saya pernah dikritik oleh Gus Dur bahwa sebenarnya saya itu pintar, cuma kurang kritis. Saya menganggap itu sebagai sebuah kritikan yang tidak menggurui,” katanya.

Menurut Ali, Gus Dur juga pernah menyampaikan dalam sebuah ceramah di hadapan mahasiswa di Semarang sekitar tahun 1975, yang intinya mengajak para pemuda berpikir kembali tentang kondisi manusia saat itu.

“Gus Dur mengatakan, apa yang tidak diatur oleh agama Islam, masuk masjid diatur kaki mana yang harus melangkah lebih dulu, bahkan sampai masuk ke toilet pun seperti itu, lalu di manakah letak otonomi manusia,” katanya.

Ia mengatakan, Gus Dur saat itu ingin mengajak manusia untuk memikirkan dua substansi, yakni akidah dan syariah, serta meminta manusia untuk benar-benar memahaminya secara cerdas, tidak hanya ikut-ikutan.

KH. Ubaidillah Shodaqoh dalam kesempatan yang sama juga menilai, Gus Dur memiliki dua kelebihan yang membuatnya dicintai banyak kalangan, pertama Gus Dur rela dengan takdir Allah SWT yang menjadikan dunia dengan beraneka ragam perbedaan.

“Kedua, Gus Dur dapat menerima siapa pun, termasuk orang yang salah dan segala kritikan yang ditujukan kepadanya, karena itu dia dapat diterima siapa saja dan di mana saja,” katanya.

Dalam kesempatan itu, pembacaan surat Yasin dipimpin oleh KH. Ahmad Toha, sedangkan pembacaan tahlil dipimpin oleh KH. Hanif Ismail Lc, dan dihadiri oeh ratusan jemaah yang memanjatkan doa untuk Presiden keempat RI tersebut.(*)

Pesantren terancam kehilangan ciri khasnya

Posted on Updated on

Belum selesai kontroversi Ujian Nasional di sekolah-sekolah, kini Pemerintah malah akan juga mengadakan Ujian Nasional untuk pesantren-pesantren juga. Kalau begitu, tidakkah pesantren itu akan kehilangan ciri khas atau keunikannya sebagai lembaga pendidikan yang “merakyat”?

Kyai, Santri, dan PesantrenPesantren Akan Distandardisasi dan Ada UN Pesantren

By Republika Newsroom
Selasa, 5 Januari 2010 pukul 08:43:00

JAKARTA–Kementrian Agama akan melakukan standardisasi pesantren. Selain itu, nantinya juga akan ujian nasional khusus pesantren. Ini ditegaskan Dirjen Pendidikan Islam Kementrian Agama Prof. Dr. Muhammad Ali, di Jakarta, Selasa (5/12). ”Kami sedang merancang standardisasi untuk pesantren. Nanti juga ada ujian nasionalnya, namun tidak gabung dengan Diknas. Jadi Ujian Nasional khusus pesantren,” tandas Muhammad Ali.

Dikatakan Ali, jika berbicara pesantren, maka ada dua makna. Yaitu pesantren sebagai wadah dan pesantren sebagai satuan lembaga pendidikan. ”Nah, pesantren sebagai sebuah wadah, tidak terkait dengan masalah standarisasi ini. Standarisasi ini dilakukan dalam konteks pesantren sebagai satuan pendidikan,” kata Ali.

Menurutnya, di Indonesia yang terbanyak adalah pesantren sebagai sebuah wadah. ”Namun ada juga yang gabungan,” katanya. ”Nah, kita akan membentuk kurikulum khusus untuk pesantren itu,” katanya.

Pada kesempatan itu Ali juga mengungkapkan bahwa pendidikan madrasah sudah mulai dapat disejajarkan dengan sekolah umum dengan berhasilnya pendidikan sekolah tersebut merebut kejuaraan sains tingkat nasional dan internasional. Kementerian Agama memberikan penghargaan kepada siswa siswi berprestasi pendidikan Madrasah Ibtidayah , Madrasah Tsanawiyah serta Madrasah Aliyah.

Mereka dinilai telah berhasil menggaet medali dalam lomba sains tingkat nasional dan internasional. Baik dalam bidang sains, matematik dan teknologi (robot) oleh siswa madrasah tingkat Ibtidayah dan madrasah Aliyah tersebut, maka berarti pendidikan di madrasah bisa dinilai tidak kalah dengan sekolah umum. ”Kami tidak membentuk pendidikan khusus bagi siswa berprestasi sebagaimana sekolah umum,” kata Mohammad Ali.

Sebelumnya ada senyalemen bahwa ada perbedaan kualitas antara madrasah dibanding sekolah umum. Karena sebagian besar madrasah dikelola swasta, yakni 91,5 persen, dan yang negeri hanya 8,5 persen. Dengan prestasi tersebut berarti madrasah bisa disejajarkan dengan pendidikan di sekolah umum.

Madrasah di Indonesia adalah lembaga pendidikan formal yang kurikulumnya mengacu pada kurikulum pendidikan nasional, tapi memiliki muatan agama yang lebih banyak dibanding sekolah. Jika sekolah di bawah Kementerian Pendidikan Nasional, madrasah dipayungi Kementerian Agama. osa/taq

Kemesraan Pacaran ala Cua ‘Kotak’ & Konde ‘Samsons’

Posted on Updated on

Cua 'Kotak' dan Konde 'Samsons'Kabar kedekatan Konde (drummer Samsons) Konde dengan Cua (pembetot bass Kotak) baru tercium saat ini. Padahal, keduanya sudah setahun berpacaran. Ada apa, ya? Ini dia laporan dari okezone:

“Sebenarnya kita sudah lama kenal. Sudah setahun lebih pacarannya,” ujar Konde saat ditemui bersama Cua di Studio Penta, Kebon Jeruk, Jakarta, Kamis (24/12/2009).

Cua menambahkan, dirinya merasa cocok dengan Konde. Sebenarnya, kata dia, perkenalan keduanya sudah lama sebelum Cua bergabung di Kotak.

“Kita juga enggak tahu kapan jadiannya,” ucapnya disambut tawa.

Konde dan Cua merasa cocok karena sama-sama di musik. Konde menganggap Cua lucu dan sebaliknya, Cua merasa seru jika bareng dengan Konde.

Karena kesibukan keduanya, menurut Konde mereka jarang bertemu. Rasa kangen ‘dibunuh’ dengan saling telepon.

“Kita memang jarang ketemu. Kayak sekarangs aja, kalau bisa ketemu, ya ketemuan,” ujarnya.

Cua menimpali, gaya berpacaran mereka jauh dari romantis. Bahkan juga tidak saling cemburu.

“Enggaklah, malah dia yang banyak cemburu,” kelakar Cua.

Hubungan mereka belum diketahui keluarga. Meskipun Cua merasa sudah mengenal Konde. Keluarga mereka pun saling tahu dari televisi saja.

“Kalau sama keluarga dia belum. Tapi kalau aku sudah kenal dia,” tukasnya.

Konde pun ingin menjalani masa pacaran dulu. Pasalnya, dia merasa belum mengenal Cua sepenuhnya. Menurutnya, meskipun belum mengenalkan diri kepada masing-masing keluarga, tapi bukan berarti hubungannya tidak serius.

“Takut ah. Nanti kalau sudah ngomong dan dikenalin terus enggak jadi malah malu. Bukan berarti kita jalanin dengan gak serius. Kalau jalani dengan serius iya, tapi kalau ke arah menikah belum,” pungkasnya.
(nov)

Foto 23 Kemesraan Pasangan Hewan yang … WOW!

Posted on

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan berbagai keajaiban di dunia. Antara lain kemesraan di antara pasangan-pasangan hewan yang unik, aneh bin ajaib, dan tak pernah kita duga. Maka kita perlu mengambil hikmah dari kemesraan pasangan-pasangan hewan berikut ini:

Inilah Bukti Kebohongan Film 2012: Bangsa Maya ternyata TIDAK meramalkan kiamat

Posted on Updated on

Setelah ditaklukkan oleh Spanyol dan dikonversi ke Katolik Roma, bangsa Maya mempraktekkan agama Katolik Roma yang digabungkan dengan kosmologi Maya, dewa-dewa, dan ritual domestik.

orang-orang bangsa Maya

Saat ini, bangsa Maya yang berjumlah sekurang-kurangnya 7 juta jiwa, sebagian besar tersebar di Meksiko selatan, dan sebagian kecil di Guatemala dan Belize.

Akhir dunia yang terkait dengan 2012 hanyalah sebuah rumor yang tersebar luas dan bukanlah ramalan bangsa Maya kuno.

tarian bangsa MayaKenyataannya, bangsa Maya yang hidup hari ini sangat ingin agar orang-orang menyadari bahwa sebagian besar (mis)informasi tentang 2012 tidak bersumber dari bangsa Maya atau pun kalender mereka, meskipun mungkin tampak berhubungan dengan mereka.

Bangsa Maya menghentikan penggunaan kalender besarnya jauh sebelum Spanyol tiba. Sampai saat ini pun mereka tidak menggunakannya. Mereka kini hanya memanfaatkan kalender Tzolk’in suci.

Penjelasan tentang siklus kalender besar Maya

Menurut Ann Martin, seorang kandidat doktor di Cornell University’s department of astronomy, “Dunia TIDAK akan berakhir pada 21 Desember 2012“. Kalender besar Maya ini dirancang untuk menjadi siklus, sehingga fakta bahwa masa berakhir pada bulan Desember 2012 adalah benar-benar tidak ada konsekuensinya, menurut Martin.

arsitektur bangsa MayaCukup, itu adalah akhir dari siklus kalender besar Maya di masyarakat, sebagaimana masyarakat modern kita merayakan Milenium baru. Ini tidak berarti bahwa “dunia akan berakhir.”

Pada kenyataannya, kalender Maya tidak berakhir kemudian dan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa bangsa Maya (atau seorang pun dalam hal ini) memiliki pengetahuan tentang akhir dunia.

Institute of Maya Studies (IMS) menjelaskan bahwa akhir periode (yang bertepatan dengan 21 desember 2012) menunjukkan “umur” Siklus Besar kalender Maya dan menuju siklus besar berikutnya. Ini bukan akhir dunia.

koin bangsa MayaBangsa Maya Modern di Guatemala dan Meksiko juga menyangkal ramalan tentang kiamat (2012). “Tidak ada konsep kiamat dalam budaya Maya,” demikian kata Yesus Gomez, kepala the Guatemalan confederation of Mayan priests and spiritual guides, kepada The Sunday Telegraph.

Sumber: Unik.Us