Bila Orang Aneh Berkhotbah

Posted on

Orang Aneh Yang Tidak Bertelinga Tapi Bermulut Seribu. Itulah julukan dariku terhadap orang-orang yang suka berkata-kata, tetapi enggan menyimak perkataan orang lain. Sebelum menyimak penjelasan kita, mereka sudah buru-buru menetapkan penilaian buruk dan kemudian mengkhotbahi kita. Hanya dari membaca judul artikel (misalnya: “Izinkan Aku Berzina“) atau bahkan nama blog (misalnya: Pacaran Islami), mereka sudah berani menulis komentar yang bukan-bukan.

Tak jarang aku menemui orang aneh begitu di blog Pacaran Islami. Untuk contoh, marilah kita analisis komentar seorang “hamba Allah” di halaman Kritik pada blog tersebut, 20 Nov 2007.

Assalamu’alaikum.wr.wb

Wa’alaykum salam wr. wb.

Gini, tadinya tanpa membca website ini sy pernh juga terlintas dipikiran sy ttg pacaran islami yag sy klaim itu adalah sah-sah saja,tetapi ketika saya baca literatur2 dan kajian islam dan pergaulan dalam islam tenyata saya sepakat bahwa pacaran itu HARAM!!!

Tuuuh… dia hanya mengkaji bacaan yang menjelek-jelekkan pacaran tanpa menyimak tulisan para pendukung islamisasi pacaran. Dia mengaku belum baca blog Pacaran Islami, belum pula baca blog M Shodiq Mustika, tapi dia sudah berani melontarkan kritik kepada kita. Aneh, bukan?

Ini adalah argumen saya mengenai hal tsb:

1. Pacaran adalah salah satu kebiasaan dan peradaban orang kafir (barat), sesuai sabda rasulullah SAW: siapa yang menyerupai suatu kamu, maka ia termasuk kaum tersebut.

Kalau dia sudah membaca tulisan-tulisan kami, tentulah dia tahu bahwa pada zaman Rasulullah pun sudah ada fenomena pacaran. Beliau tidak mengharamkannya, tetapi justru menunjukkan simpati kepada pasangan yang sedang dilanda asmara. Kami mengungkapkannya sudah sejak lama, termasuk di buku Wahai Penghujat Pacaran Islami.

Bahkan bukan hanya di “masa lalu” (melalui buku itu) kami mengungkapkannya. Di “masa kini” pun kami masih mengungkapkannya.
Pada saat dia menulis kritik tersebut (20-11-2007), dua di antara lima tulisan terbaru kami berisi contoh praktek pacaran islami ala Ibnu Qayyim, seorang ulama “tempo doeloe”. Seandainya dia membaca dua artikel tersebut, tentulah dia menjadi tahu bahwa di zaman Ibnu Qayyim, kebiasaan pacaran itu ada pula. Bahkan, disamping mengecam model pacaran yang jahiliyah, Ibnu Qayyim memuji-muji contoh-contoh pacaran yang islami.

Lantas, apakah Ibnu Qayyim itu “berperadaban kafir (barat)”? Tidak! Apakah Ibnu Qayyim itu menyerupai kaum kafir Barat? Jelas tidak! Jadi, mengapa sang “hamba Allah” masih mempercayai mitos bahwa pacaran merupakan peradaban orang kafir (barat)? Aneh, bukan?

2. Pacaran itu lebih banyak efek negatif daripada positifnya. karena menurut pengamatan psikologis sy pribadi, ketika laki-laki sedang berdua dengan wanita bukanmuhrim,maka kemngkna timbulnya naluri seks itu akan kuat, dan hal ini akan mendorong terjadinya praktek zina. Nabi SAW bersabda: jika 2 orang bukan muhrim berkhalwat(berdua-duan) maka yang ke 3 adh setan.

3. Rasulullah menganjurkan agar anak anak laki yang sudah mulai baligh dipisahkan tempat tidurnya, hal ini menandakan bahwa dorongan seks itu akan selalu timbul kapan saja dan dimana saja mulai dari seseorang itu akan baligh. Dan tentu saja pacaran akan mendorong seseorang berlaku seperti itu ketika berdua engan bukan muhrim.

Kalau “pengamatan psikologis” pribadi (subyektif) dijadikan dasar, bisa-bisa diskusi kita hanya akan menghasilkan debat-kusir. Mestinya, kita berpegang pada hasil pengamatan yang lebih dapat dipertanggung-jawabkan, yaitu yang ilmiah. Dan blog Pacaran Islami sudah memaparkannya.

Pada hari penyampaian kritik itu (20-11-2007), salah satu di antara 10 tulisan teratas di blog tersebut adalah artikel “Ciuman dengan Pacar (PR untuk Penentang Pacaran Islami)“.

Di artikel tersebut, kami ungkapkan antara lain: “… Di Surabaya, 73% nggak berciuman dan 97% tidak bersanggama. Artinya, hampir semua remaja yang pacaran di kota-kota itu nggak berzina dan sebagian besar tidak berciuman!” Di bagian komentar pun sudah kami tambahkan hasil penelitian ilmiah lainnya, antara lain: bahwa dari 170 SMA di Jakarta, ternyata “95 persen gaya pacaran para siswa masih menganut pola lama dengan hanya mengobrol” … Lagi-lagi, penelitian tersebut membuktikan bahwa pacaran itu tidak identik dengan “mendekati zina”. (Komentar no. 13)

Mengenai khalwat, sang “hamba Allah” ternyata tidak memperhatikan bahwa salah satu di antara 10 tulisan teratas di blog tersebut pada hari penyampaian kritik itu (20-11-2007) adalah artikel “Shahihnya Hadits Yang Membolehkan Berduaan“.

Di situ telah kami ungkapkan bahwa karena pihak ketiganya adalah syetan, maka dibutuhkan pengawasan. Dengan kata lain, boleh berkhalwat bila terawasi. Jadi, mengapa sang “hamba Allah” masih mempercayai mitos bahwa pacaran (dan berkhalwat) itu identik dengan “mendekati zina”? Aneh, bukan?

4. Kalau islam membrikan istilah ta’aruf sebagai perkenalan sblm kenalan dgn calon istri, mengapa kita “repot” mggnkn istilah berpacaran …?

Benarkah untuk pranikah, Rasulullah mengajarkan ta’aruf? Tidak! Itu hanyalah mitos yang pada beberapa tahun belakangan ini merasuki pikiran sebagian aktivis dakwah. Yang beliau ajarkan untuk pranikah adalah tanazhur, bukan taaruf. Dan kami sudah mengungkapkannya.

Salah satu di antara 10 tulisan teratas di blog tersebut pada hari penyampaian kritik itu (20-11-2007) adalah halaman “Pacaran SMART“. Di situ telah kami jelaskan mengapa kami menggunakan istilah “pacaran islami” disamping “tanazhur pranikah”.

Di situ, sebagaimana telah kami cantumkan pula di sisi kanan blog tersebut, telah kami sediakan pula link ke artikel “Taaruf, Sebuah Istilah yang Asal Keren?” Di artikel tersebut, telah kami tunjukkan bukti bahwa untuk pranikah, Rasul tidak mengajarkan taaruf, tetapi tanazhur. Jadi, mengapa sang “hamba Allah” masih mempercayai mitos bahwa Islam menggunakan istilah taaruf untuk pranikah (dan mengharamkan pemakaian istilan pacaran)? Aneh, bukan?

5. It’s ok jika pemuja pacaran aneh (islami) bertujuan untuk mengenal calon pasangannya, tapi bisakah dia ,memberi garansi untuk tidak bermaksiat dan tidak berbuat dosa ketika berpacaran tersebut..?

Untuk pacaran islami ala Ibnu Qayyim, “tujuh ciri khas“-nya insya’Allah cukup memadai. Untuk pacaran islami ala Abu Syuqqah, “jurus-jurus penangkal zina“-nya insya’Allah cukup memadai pula.

Jikalau sang “hamba Allah” menganggap keduanya itu kurang memadai, maka jaminan yang bagaimanakah yang dia butuhkan? Apakah dia mampu menjamin bahwa ikhwan-akhwat pasti tidak berbuat dosa ketika bertaaruf? (Untuk perbandingan yang lebih sederhana: Apakah dia mampu menjamin bahwa para pemakai internet takkan mengunjungi situs porno? Kalau tidak mampu menjamin, mengapa dia tidak mengharamkan internet?)

Mungkin dia menjawab, “Kalau bermaksiat, itu bukan taaruf lagi namanya.” Andaikan begitu jawabannya, maka kita pun bisa berkata, “Kalau bermaksiat, itu bukan pacaran islami lagi namanya, tapi pacaran jahiliyah.”

bukankah islam menganjurkan memberi solusi dengan cara ta’aruf ??yang metodenya sangat minim dengan yang namanya zina, trus kok berani-beraninya ya pemuja pacaran aneh (islami) memakai metode lain yang jelas bertentangan dengan islam dan jelas disukai musuh islam…?

Pertanyaan-pertanyaan ini sudah terjawab di atas. Namun tak ada salahnya bila kita tegaskan lagi bahwa untuk pranikah, Islam tidak menganjurkan taaruf, tetapi tanazhur. Selain itu, kita tegaskan pula bahwa “Tujuh ciri khas” pacaran islami ala Ibnu Qayyim dan “jurus-jurus penangkal zina” ala Abu Syuqqah itu bukan hanya minim dengan yang namanya zina, melainkan juga menaklukkannya!

Allah berfirman”tidaklah pantas suatu kaum, menetapkan suatu hukum yang apabila aku (Allah) telah menetapkan hukum tersebut dan mereka (orang kafir dan munafik) mencari hukum lain selain hukuNYA..?

Semoga Allah SWT memberi petunjuk kepada orang yang katanya beriman tapi sebenarnya dia tidak beriman kepada Allah…!!! Karena imannya itu diperoleh melalui suatu metode berpikir yang dangkal bahkan mungkin salah..

Aku kurang ngerti maksud kata-kata tersebut. Apakah sang “hamba Allah” menganggap bahwa Ibnu Qayyim dan Abu Syuqqah (beserta ulama-ulama lain yang tidak mengharamkan pacaran) itu tergolong kafir (tidak beriman kepada Allah) dan berpikiran dangkal? Kalau maksudnya begitu, na’uudzu billaah min dzaalik. Semoga Allah mengampuni dosa sang “hamba Allah” ini!

Wassalamu’alaikum wr.wb

Wa’alaykum salam wr. wb.

44 respons untuk ‘Bila Orang Aneh Berkhotbah

    hamba allah said:
    22 November 2007 pukul 04:26

    pak, sekedar informasi saja, hamba Allah di atas berbeda dengan hamba allah yang ada di komen artikel “Ciuman dengan Pacar”

    […] menunggu, kami persilakan para pembaca menyimak artikel “Bila Orang Aneh Berkhotbah” dan pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyyah mengenai pacaran yang […]

    hamba allah said:
    22 November 2007 pukul 05:43

    “Benarkah untuk pranikah, Rasulullah mengajarkan ta’aruf? Tidak! Itu hanyalah mitos yang pada beberapa tahun belakangan ini merasuki pikiran sebagian aktivis dakwah. Yang beliau ajarkan untuk pranikah adalah tanazhur, bukan taaruf. Dan kami sudah mengungkapkannya.”

    -istilah tanazhur yang berarti pendekatan juga sebenernya baru saya dengar. karena setahu saya, rasulullah saw memerintahkan untuk melihat saja.

    kaezzar said:
    22 November 2007 pukul 20:46

    Lagi2 pacaran dikalim budaya barat…
    Padahal kalo kita tilik sedikit di indonesia aja…g usah jauh2…waktu jaman kerajaan aja udh banyak fenomena ini…
    Kalo sekarang si mungkin arus informasi dr sana bisa mudah kita akses…ada TV, radio, internet…semua bisa kliatan…
    Wah, org barat itu kalo pacaran gini gitu…
    Tapi itu saat ini…zaman dulu mau nyontoh dari mana…nulis aja masih pake daun lontar :p…
    Gimana mereka tau kalo pacaran itu dari budaya barat…paling banyak ketemu aja paling ma org arab, india and cina koz mereka kan pedagang…trus dari mana mereka nyontoh itu semua?………..simple aja kan…n_n

    Wassalam

    M Shodiq Mustika responded:
    23 November 2007 pukul 02:58

    @ kaezzar

    Makasih atas tambahan informasinya.

    @ hamba allah

    1) Aku tidak pernah mengartikan “tanazhur” sebagai “pendekatan”.

    2) Manakah dalil yang menunjukkan “rasulullah saw memerintahkan untuk melihat saja”? Yang diperintahkan adalah tanazhur (nazhar). Apakah kau mengartikan “nazhar” itu “melihat saja”?

    3) Perhatikanlah pernikahan beliau dengan Khadijah dan ‘Aisyah. Apakah sebelum melamar beliau, Khadijah hanya “melihat saja”? Apakah sebelum beliau melamar ‘Aisyah, beliau hanya “melihat saja”?

    kelik said:
    23 November 2007 pukul 04:19

    uh, banyak orang aneh ternyata

    tanda-tanda kiamatkah?

    brainstorming said:
    23 November 2007 pukul 06:07

    mas kelik… besok kiamat… hehehe

    hidayat said:
    23 November 2007 pukul 06:21

    besok kiamat?

    ayo rame2 tobat!

    khotbahnya libur dulu ya?

    Ersis WA said:
    23 November 2007 pukul 08:06

    Terus saja bersyiar … dan berpikir, berpikir adalah perintah Allah. Lalu, … biarkan orang berpikir dengan caranya, kalau esensi pikiran kita benar, ya ntar diikutin kog. Itulah pejuang berpikir.

    Ngak usah risaulah dengan penilaian orang, biazaz azza tu. Saya dukung Penjenengan. Tulisannya mencerahkan, dan membuka wawasan. Saya jadi berpikir tentang apa yang selama ini tidak dipikirkan.

    ronny said:
    23 November 2007 pukul 10:34

    Saya setuju saran Pak Ersis, sang penulis “otodidak” (tanpa berguru).

    Keep on writing.

    Sawali Tuhusetya said:
    23 November 2007 pukul 10:36

    Idemo dito dengan Pak Ersis. Biarkan perbedaan pendapat itu berkembang dan kita tetap konsisten untuk berjuang melalui tulisan yang kita yakini kebenarannya. OK, salam.

    sekretarisnya pak shodiq said:
    23 November 2007 pukul 10:44

    Pak Sawali. Pak Ersis, Mas Ronny, Bang Hidayat, Brainstorming, dan Mas Kelik… dukungan panjenengan semua insya’allah saya sampaikan ke pak shodiq. Tentu beliau berterima kasih.

    kurt said:
    23 November 2007 pukul 12:52

    memang dunia ini banyak yang aneh™ pak ustadz. jadi kitanya dalam menanggapipun tidak perlu aneh… nanti aneh vs aneh … jadi melahirkan kenehan ke tiga… heheheh 🙂 maaf pak OOT nih…

    rahmanjati said:
    23 November 2007 pukul 14:12

    semoga Allah mengampuni dosa-dosa kita semua.
    yang benar sudahlah jelas, yang salah sudahlah tegas. hanya membela fikiran, akan semakin tersesat jauh tanpa dilandasi niat ikhlas karena Allah.

    akan semakin banyak orang yang yakin bahwa pemahamannyalah yang benar. orang yang sombongpun merasa bahwa dirinyalah yang benar.

    perbanyaklah istighfar . . . dan istighfar . . .

    Radiant said:
    23 November 2007 pukul 14:41

    Istighfarlah saudaraku…Ingat siksa 4WI sangat perih dibandingkan kenikmatan yang kita terima dsini.

    Tanda-tanda kiamat adalah bermunculannya orang-orang yang menggunakan dalil2 agama untuk kepentingan pribadinya…Lia eden, Musadeq, Al Haq, dll….

    RETORIKA said:
    23 November 2007 pukul 17:50

    @ radiant

    mushodiq itu pake logika, kalo cuman istighfar doang tanpa mikir kelaut aja … mancing !

    rahmanjati said:
    23 November 2007 pukul 19:03

    fikiran manusia amat terbatas. bagi siapa saja yang hanya mengandalkan fikiran dalam masalah agama ini maka jatuhlah ia kepada perkara syirik. diragukan ketauhidannya terhadap Allah.

    hati-hatilah kalo memahami dalil.
    bagi yang meremehkan istighfar…… sombong sekali dia

    agorsiloku said:
    23 November 2007 pukul 20:31

    Saya neeh tidak ikut membaca detilnya. Tapi, saya melihatnya begini : Adalah fakta sosial kemasyarakatan kita saat ini pernikahan yang terjadi melalui pendahuluan berupa apa yang kemudian disebut “A”, “pacaran”, “saling kenal”, “taaruf”, “pendekatan” atau apa saja yang intinya : Dua manusia yang berlainan jenis saling mengenal untuk memasuki dunia pernikahan. Nah sebagai sebuah fakta sosial, kita bisa melabeli pada konsep moral keagamaan atau dari sudut lainnya. Melarang tidak ada kontak sosial adalah asosial dan pada masa kini nyaris tidak pada proses budaya. Maka, gagasan “pacaran islami” sebagai sebuah tesa akan bertemu dengan “pacaran tidak islami”.
    Sebuah kontrak sosial yang bernama pacaran, ketika islami maka dia akan mendekati harapan untuk sampai pada tatanan etika yang berdimensi keberagamaan. Harapan pengagas tentunya dimensi ini yang diharapkan. Dengan kata lain, ada resultante arah yang diharapkan dari sebuah sudut pandang moral.
    Cobalah kita lihat banyak sekali periwayatan hadis akan lebih bermakna jika kita bersedia dan mau melihatnya pada “kacamata moral” dan bukan pada “tindakan moral”nya.
    Adakah perberdaan antara sudut pandang moral dan tindakan moral. Jelas ada, sebuah pembunuhan adalah kejahatan dari tindakan moralnya, tapi dari sudut pandang moral, dengan melihat sebab akibat kejadian maka sebuah pembunuhan bisa bermakna perampasan hak hidup, bisa pembelaan diri terhadap perampasan, pembelaan terhadap martabat, dan lain-lain. Esensi sudut pandang moral ini yang kemudian menjadi kunci persoalan :”Segalanya tergantung dari niatnya”. Itu titik nilai yang haruslah kita jujur akui, siapapun tidak tahu, kecuali pelaku dan Maha Pengawas.
    he..he…he… itu komentar agor… sori OOT dan tidak bermutu….

    M Shodiq Mustika responded:
    24 November 2007 pukul 02:00

    @ kurt

    Betul, kita nanggapinya santai aja, sambil istighfar dan mengurut dada, lalu memohonkan hidayah kepada kita semua.

    @ rahmanjati

    Aamiiin.
    Ketika melihat kemunkaran, tugas kitalah mengatasinya dengan “tangan”. Bila tidak mampu itu, dengan “lisan”. Bila itu pun tidak mampu, dengan “hati” (doa). Begitu, bukan?

    Btw, kau sudah baca artikel ini, belum?

    @ radiant

    Aku tidak menganggap si orang aneh itu “menggunakan dalil2 agama untuk kepentingan pribadinya”. Dia hanya menggunakan dalil tertentu, tetapi melupakan dalil lain yang relevan. Mungkin dia hanya kurang tahu dalil lain itu, bukan karena sengaja menyembunyikannya.

    @ retorika

    Mancingnya ke laut? Jauh amat. Tapi kalo kau sediakan antar-jemput, boleh juga tuh, buat refreshing.

    @ agorsiloku

    Tulisanmu jauh melampaui gagasan di artikel ini. Kalau gagasanmu ini dipakai, “segalanya tergantung dari niatnya”, maka sang “hamba Allah” itu akan tampak jauh lebih aneh lagi.

    blogkeimanan said:
    24 November 2007 pukul 02:35

    Itulah dia yang disebut Penghianat Agama…
    Dia gunakan nama Tuhannya utk menghujat dan menjelek-jelekan orang lain….
    Dia bawa agama dia dengan menunjukan tingkah laku yang membuat resah orang lain….
    Orang jadi alergi sama agama….

    Dan apabila orang yang berbeda keyakinan “mendengarnya”… maka akan terjadi serang-menyerang argumentasi…
    Keadaan pun makin kacau….

    Kehadiran seorang penghianat agama memang sangat meresahkan…

    Orang islam ada penghianatnya….
    Orang kristen ada penghianatnya….
    Orang Hindhu ada penghianatnya….
    Orang budha ada penghianatnya….
    Dan apabila sesama penghianat agama ini bertemu.. » yang terjadi adalah kehancuran…..

    Yang menyedihkan adalah… seringkali orang itu memakai label agama…..
    Memakai nama-nama agama….
    Memakai pakaian yg bernuansa agama…
    Berbicara dg dalil-dalil agama….

    Padahal agama itu baik…
    Siapa saja yg menjalankan nasihat agama, pasti orangnya baik…. dia akan merasa berdosa jika kehadirannya meresahkan masyarakat….
    Dia merasa hina jika tidak memberikan manfaat kepada orang lain… minimal dg menjernihkan keadaan…..
    ‘Ga ada orang yang beragama tapi meresahkan….
    Kalo ada yg seperti itu, maka namanya bukan orang yg beragama.. » melainkan penghianat agama….

    M Shodiq Mustika responded:
    24 November 2007 pukul 03:56

    @ blogkeimanan

    Ya, pengamatanmu tajam. Aku setuju dan turut prihatin atas hal itu.

    Turus, untuk mengatasinya, saranmu apa?

    brainstorm said:
    24 November 2007 pukul 09:04

    semua udah kebablasan mas, kaya’ kata mas dana.. apa Tuhan juga kebablasan ya nyipta-in manusia?? ko’ ampe manusia bisa berbuat seperti itu..

    *sedang berfikir…*

    erander said:
    24 November 2007 pukul 15:23

    @ ersis WA

    .. biarkan orang berpikir dengan caranya, kalau esensi pikiran kita benar, ya ntar diikutin kog.

    Saya sependapat dengan ersis .. kita ini kan mahluk berpikir .. jadi jangan dengan dipaksa2. Kalo emang rasional .. pasti akan diterima koq.

    @ blogkeimanan
    Mungkin karena “kedok agama” adalah hal paling mudah untuk “melenyapkan” orang lain. Karena tidak perlu di-ilmiah-kan, yang penting percaya maka semua bisa dilakukan.

    Pak Shodiq
    Maaf .. malah saya ngomentarin yang beri komentar. Maaf loh pak. Gpp kan pak. Minal aidin wal faizin.

    kelayapan said:
    25 November 2007 pukul 00:06

    asalamualaikum
    k lo menurut saya, kita gk perlu saling ngotot2 an seperti itu, kita cari aja pokok permasalannya,kita dudukkan bersama,beres kan.

    misalnya,
    1.kita perlu mengetahui definisi pacaran secara mendetail?
    2.apa benar zaman Nabi Sallallahu alaihi wasallam itu ada pacaran, k lo memang ada, apakah pacaran zaman Nabi dengan zaman sekarang itu sama?
    3.bgmn k lo ditinjau dari dmpak positif dan negatifnya bagi anak2,remaja,dewasa,org tua,dll
    4.apakah ada dalil2 yg membolehkan / yg tidak membolehkan tentang pacaran?baik dari al qur’an,hadits,ijma,qiyas,dll

    sementara itu dulu

    maaf k lo gk nyambung / kurang ajar / kurang sopan

    M Shodiq Mustika responded:
    26 November 2007 pukul 04:00

    @ brainstorm

    Menurutku, penyebabnya: manusialah yang keterlaluan. Diberi telinga, tapi tak mau mendengarkan. Diberi akal tajam, tapi tak mau berpikir sedalam-dalamnya.

    @ erander

    Ya. Seperti kata Pak Eby (dan Pak ERsis), “Kalo emang rasional .. pasti akan diterima koq.” Kami sudah menyaksikannya. Tak sedikit orang yang meng-copy-paste tulisan kami di internet mengenai islamisasi pacaran. Tulisan dalam bentuk buku pun mendapat sambuta hangat. Sejauh ini, buku kami yang paling laku adalah yang mengupas pacaran islami.

    M Shodiq Mustika responded:
    26 November 2007 pukul 04:05

    @ kelayapan

    Komentarmu nyambung dan nggak kurang ajar. Memang, seperti sang “hamba Allah”, tampaknya kau belum membaca tulisan-tulisan kami yang relevan dengan persoalan ini. Namun, kau lebih mendingan daripada dia. Dia berani mengkhotbahi kami walau belum mendengar penjelasan kami. Sedangkan kau, meski menilai kami “ngotot2an”, berikutnya kau hanya bertanya (atau mempertanyakan) tanpa mengkhotbahi.

    1.kita perlu mengetahui definisi pacaran secara mendetail?

    Persoalan definisi pacaran telah kami bicarakan, bahkan tergolong masalah pertama yang kami bahas ketika kami mengangkat persoalan islamisasi pacaran. Lihat artikel “Definisi Pacaran Sangat Jelas” (yang merupakan kutipan dari buku Wahai Penghujat Pacaran Islami). Artikel ini bisa kau baca di http://wppi.wordpress.com/2007/11/25/definisi-pacaran-sangat-jelas

    2.apa benar zaman Nabi Sallallahu alaihi wasallam itu ada pacaran, klo memang ada, apakah pacaran zaman Nabi dengan zaman sekarang itu sama?

    Sebelum kujawab pertanyaanmu, aku bertanya balik dulu kepadamu: apa benar zaman Nabi Sallallahu alaihi wasallam itu ada produksi barang; kalo memang ada, apakah produksi di zaman Nabi dengan zaman sekarang itu sama?

    Kita melihat, ada banyak perbedaan produksi barang antara zaman Nabi di Madinah dan zaman kita di kota-kota besar di Indonesia. Sekarang, kita menjumpai ada banyak produk yang palsu, mengeksploitasi buruh, meracuni konsumen, dsb. Kecurangan seperti itu tidak dilakukan oleh para shahabat Nabi. Lantas, apakah dengan demikian, produksi barang-barang konsumsi itu menjadi haram di zaman sekarang? Tentu tidak. Terhadap penyimpangan begitu, kita perlu lakukan islamisasi. Begitu pula pada budaya pacaran.

    3.bgmn klo ditinjau dari dmpak positif dan negatifnya bagi anak2,remaja,dewasa,org tua,dll

    Islamisasi itu merupakan ikhtiar untuk memaksimalkan efek positif dan meminimalkan dampak negatifnya.

    4.apakah ada dalil2 yg membolehkan / yg tidak membolehkan tentang pacaran? baik dari al qur’an, hadits, ijma, qiyas, dll

    Lihat artikel http://pacaranislami.wordpress.com/2007/09/06/halal-haram-pacaran-dalil-mana-yang-lebih-kuat dan http://pacaranislami.wordpress.com/2007/11/04/bantahan-terhadap-penentang-dalil-dalil-pacaran-islami

    Sekarang, masihkah kau menilai aku “ngotot2an”? Yang tidak “ngotot2an” itu yang bagaimana?

    […] 2007 pada 5:22 am · Disimpan dalam Tidak terkategori Kita telah tahu rasanya bagaimana bila orang aneh berkhotbah. Kini rasanya kita tak kaget lagi mendapati bagaimana bila aktivis dakwah yang bukan ahli fiqih […]

    Agam said:
    2 Desember 2007 pukul 06:56

    AKu gak tau siapa yg tulis komentar itu, tapi BACA BAIK2 LAGI DONK. Jangan asal menuduh juga. Pahami perkataannya dengan benar.

    Gini, tadinya tanpa membca website ini sy pernh juga terlintas dipikiran sy ttg pacaran islami yag sy klaim itu adalah sah-sah saja,tetapi ketika saya baca literatur2 dan kajian islam dan pergaulan dalam islam tenyata saya sepakat bahwa pacaran itu HARAM!!!

    Perhatikan kata2 yang saya tebalkan.
    Tadinya = maksudnya adalah dia pernah berpikir bahwa pacaran Islami itu ada. Dan pacaran itu memang boleh.
    Tanpa = maksudnya pemikirannya dulu itu tanpa dipengaruhi oleh tulisan anda. Jadi tanpa membaca pemikiran anda dulu dia sependapat dengan anda.
    Saya pernah terlintas = berarti dulu memang dia sempat menghalalkan pacaran.
    JADI KESIMPULANNYA = DIA PERNAH MENYIMAK TULISAN ANDA.
    Jadi jangan heran kalo dia melontarkan kritik pada anda.

    M Shodiq Mustika responded:
    2 Desember 2007 pukul 07:50

    Agam, kamu kok ikut2a aneh, sih?

    Bacalah artikel tersebut dengan lebih cermat. Semua yang dia persoalkan sudah terjawab di situs tersebut.

    Seandainya dia sebetulnya sudah membaca tulisan2 di situ, maka itu berarti dia tidak hanya aneh, tapi SANGAT ANEH karena membaca tanpa memahaminya sama sekali.

    blogkeimanan said:
    3 Desember 2007 pukul 02:09

    at: M. Shodiq Mustika
    —————————-

    @ blogkeimanan
    Ya, pengamatanmu tajam. Aku setuju dan turut prihatin atas hal itu.
    Trus, untuk mengatasinya, saranmu apa?

    —————————-

    Maaf Mas baru bisa nge’respon nih…
    Saran saya sih simple-simple aja…

    1) Buktikan bahwa kita memang orang bermoral. Orang yang memiliki kesadaran tinggi akan berbagai perbedaan yang ada dalam kehidupan.
    Cara membuktikannya » Jangan masuk dalam perdebatan. Titik.
    Kalau ada yg berani mulai perdebatan (yg mengarah bukan pada diskusi yg sehat) segera keluar dari lingkaran setan itu. Itu adalah perangkap. Kadangkala diskusi biasa saja bisa saling berantem – apalagi yang jelas2x berdebat. Mau salah mau benar – segera keluar dari perdebatan itu.
    Jauh lebih baik kita dianggap bodoh karena keluar dari perdebatan, ketimbang kita merasa benar tapi meresahkan masyarakat….

    2)Kita kan sadar, bahwa sekarang adalah jamannya keadaan yg tidak menentu. Benar bisa salah, sedangkan salah bisa terlihat benar. Sangat membingungkan.
    Banyak Ahli agama telah menjadi Penghujat nomer satu di dunia…
    Keadaan yg benar-benar aneh dan kacau….
    Untuk itu segera persiapkan hati dan jiwa kita untuk kembali pada Sang Maha Mutlak…. Ikhlaskan diri dalam beragama… Jalankan nasihat agama sesuai keyakinan kita masing-masing, dan dengan cara masing-masing…. Fokuskan pada KEIMANAN. Titik…. Jangan pernah keluar dari “Rambu-rambu” yang saya sarankan itu… Semoga kita bersama bisa mendapatkan cahaya dalam kehidupan kita… yang dg cahaya itu » bisa menyinari dan menyelamatkan diri kita, anak dan istri kita, keluarga kita, masyarakat kita, dan bisa menyinari bangsa dan negri kita….

    Allahu A’lam
    Semoga.

    ikhsan said:
    3 Desember 2007 pukul 04:41

    @ agam:

    wah gimana bisa anda menyimpulkan seperti itu? kesimpulannya ga nyambung dengan poin2 yang anda cetak tebal.

    Agam said:
    3 Desember 2007 pukul 20:56

    Kalo pengen tau dia udah baca ato belum, tanya aja langsung deh. Kan setiap orang komen Bisanya ada emailnya.
    Baca deh kalimat itu baik2. Menurutku dia sudah baca.
    Untuk pak shodiq, aku gak bermaksud mengkritisi pertanyaannya ato jawaban pak shodiq. Cuma pada point dia baca tulisan ato gak saja. Soalnya pak shodiq ngomong :

    Dia mengaku belum baca blog Pacaran Islami, belum pula baca blog M Shodiq Mustika, tapi dia sudah berani melontarkan kritik kepada kita. Aneh, bukan?

    M Shodiq Mustika responded:
    4 Desember 2007 pukul 10:38

    @ Agam

    Inti persoalan yang aku kemukakan adalah kritikan terhadap terhadap orang-orang yang suka berkata-kata, tetapi enggan menyimak perkataan orang lain. (Perhatikan kata-kata yang kucetak tebal.)

    Inti persoalan yang aku kemukakan bukanlah apakah dia sudah “membaca” ataukah belum.

    Kau bilang: “Untuk pak shodiq, aku gak bermaksud mengkritisi pertanyaannya ato jawaban pak shodiq.” Lantas, mengapa sebelumnya kau mengatakan:

    Jadi jangan heran kalo dia melontarkan kritik pada anda.

    RETORIKA said:
    13 Desember 2007 pukul 04:25

    uh…hamba allah nya yang bener yang mana neh!
    😕

    kalo saya sih sex pranikah aja setuju Banget kok :mrgreen:

    pacaran islami adalah solusi paling tepat daripada berujung seperti saya = seorang lumbung dosa!

    Jaisy01 said:
    12 Januari 2008 pukul 07:06

    Saya hanya mengingatkan!

    Imam Rukhan mengetengahkan sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah bersabda: “Di antara umat manusia yang paling dibenci Allah adalah seorang lelaki yang suka bersitegang leher (suka berdebat tanpa disertai argumentasi yang benar).”

    Sahabat Ibnu Abbas ra berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda: “Cukuplah kebaikan buatmu, selagi kamu tidak melakukan pertengkaran mulut (berdebat yang tidak mendatangkan manfaat).” (HR. Tirmidzi, dan termasuk hadis gharib).

    Ketika anda mengatakan anda lebih mengetahui masalah2 dengan merujuk ulama2 tersebut, apakah anda sudah merasa tahu bahwa benar yang dimaksud seperti itu?

    Anda sudah menikah kan?
    dan sudah mempunyai anak kan?
    Silakan berpendapat, tetapi biarkan orang lain juga berpendapat. Silakan mengkritisi tapi jangan meremehkannya, karena belum tentu saat kita meremehkan seseorang kita lebih baik darinya.

    Maaf, insya Allah saya akan coba pahami masalah dalam topik ini, ohya untuk bukunya Ibnu Qayyim Al Jauziah, dan Abu Abu Syuqqah boleh tahu judul dan penerbitnya?

    Terima kasih.

    masbadar said:
    6 Maret 2008 pukul 09:42

    aslmkm…kayaknya udah cukup comment2 posting ini, dan tolong di bawah categories ada link2 yg kurang pantas untuk berada di sini, bahkan untuk dieja sekalipun…walaupun setelah sy klik (bukan penasaran lho, cuma test aja..) gak ada apa2nya…

    salam

    Abdul Aziz, S.Pd. said:
    13 Juni 2008 pukul 08:54

    yang halal jelas banget…….(NIKAH)
    yang haram apalagi …….(ZINA)
    Nah diantara yang Halal dan Haram ada yang samar-samar (Syuhbat), dan kebanyakan kita sering berbeda pendapat di sini!
    Rasulullah cuma pesan jangan terjerumus ke yang syuhbat ini (agar hati-hati), karena kita bisa terjerumus ke yang haram, betul!

    Akhina Ifa said:
    19 Juli 2008 pukul 17:57

    Subhannallah 🙂

    saifullah said:
    19 Juli 2008 pukul 18:14

    insya Allah, sangat sepakat dengan Pak Abdul Aziz.

    Larry Hafid said:
    6 Agustus 2009 pukul 03:11

    “kafaa bil mar_i ‘ilman an yakhsyallaaha, wakafaa bil mar_i jahlan an yu’jiba binafsihi” (HR. Albaihaqi)

    “ayyumamri_in isytahaa syahwatan faradda syahwatahu waatsara ‘alaa nafsihi ghufira lahu” (HR. Daruquthni)

    “Wama utitum minal `ilmi illa qolila” (Al-Isra: 85)

    Saya harap kita semua paham akan hadist-hadist dan firman Allah tsb diatas..

    Wallahu Alam Bishawab

    fachry said:
    8 Agustus 2009 pukul 02:45

    afwan, saya sudah membaca semua artikel yang pak shodiq paparkan. bolehkah saya bertanya, bagaimana yg dimaksud dgn zina hati dan zina pandangan (mata) menurut bapak sesuai dengan hadits yang bapak ambil. mohon jawabannya dan kalau boleh secara langsung dari bapak. afwan! . . pertanyaanya awam, dan mungkin agak bodoh ato memang teramat bodoh. skian 🙂

    fachry said:
    8 Agustus 2009 pukul 03:28

    oh ya satu lagi pak ustadz klu boleh saya tanya, hehe afwan. “katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, ‘ hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya ”. (QS. An-Nuur : 30). nah hubungannya dengan pacaran islami bagaimana?

    ezaitun said:
    3 Oktober 2009 pukul 17:03

    aslmualaikm.
    Masyaallah. dah bertahun ternyata pa shodiq mash j di hujat. hoho.. sy j ya msh kcil bs pahami isi webx pak Shodiq.
    apakah cinta lain jns hanya bs dilabuhkan stelah nikah?? cuba aja nahanx. hehe..
    cinta diaplikasikan dalam kata ‘pacran’. pcran diidentikkan dg zina.. cuz.. cinta kebwa kotor.. duh..susah y pak jelasinx m org2 ini..huhu..
    wass.

    BangAchang said:
    1 Januari 2012 pukul 16:03

    Yang ada itu ‘Pacaran Alami” bukan pacaran islami. Pacaran itu natural.mencintai itu alami, bagian dari siklus hidup. Belajar mencintai adalah siklus ketiga dalam hidup. setiap 7 tahun siklus perkembangan mental dan psikologis berubah fasenya.7 tahun pertama adalah untuk perkembangan fisik. 7 tahun kedua untuk perkembangan seksual.Jadi pada usia 14 tahun seksualitas sudah matang, Antara usia 14-21 tahun manusia memasuki tahap mencintai, menyukai lawan jenisnya. itu terjadi kalau perkembangan manusia berjalan normal. Lebih baik belajar dari kenyataan hidup daripada membaca huruf-huruf. Apapun kata-kata dalam buku tidak akan mengubah natur jagad semesta. Dengan tauhid Anda diharapkan ‘menyetubuhi Tuhan’ dan dengan cinta/pacaran anda diharapkan untuk menyetubuhi iseri/suami anda kelak. Pacaran adalah pengantar untuk ‘bertauhid’ kepada pasangan anda nantinya sebagaimana ajaran agama sebagai pembuka untuk ‘bersatu’ dengan Dia. Berhentilah jadi peniru sepert ‘burung beo” yang ribut.

Silakan sampaikan pemikiran Anda