Cape’nya berubah ..

Posted on

Seorang teman lama mengabarkan bahwa hari ini adalah hari terakhirnya bekerja karena besok beliau akan pindah ke Jakarta, mencoba peruntungan baru. Senin sudah harus mulai bekerja ditempat yang baru, pekerjaan baru – bidangnya tetap sama yaitu IT, teman2 baru dan sebagainya serba baru. Tercermin dalam suratnya yang ku terima hari rabu kemarin, bahwa ia merasa mendapat hukuman atas keputusan-nya untuk memilih jalan hidup (baca: pekerjaan) yang baru agar dapat mengubah takdir-nya menjadi lebih baik : “Ini hukuman-ku .. hmm .. its a hardest way to passed, i guess ..” apakah begitu berat-nya kita untuk berubah, sehingga seperti sedang menjalani hukuman?? apakah ini yang menyebabkan banyak teman-teman menjadi malas untuk berubah .. yang kata orang bijak, kita sudah berada di comfort zone eit, hati2 bacanya .. bukan time zone loh walaupun sama-sama menyenangkan 😀

Berubah memang memerlukan energi cadangan. Syukur-syukur kalo kita bisa menyiapkan ‘energi’ tersebut jauh-jauh hari sebelum perubahan itu terjadi seperti blogger-blogger yang pindah rumah, sudah menyiapkan segalanya .. termasuk postingan terakhir.

Tak jarang, perubahan itu juga terjadi mendadak. Sehingga tidak cukup waktu untuk mempersiapkan segala sesuatu. Waktunya mepet banget. Seperti kata teman saya itu : “Seperti terhimpit di-dedahan-an kering dan berdebu .. terlalu banyak yang harus dikerjakan, terlalu banyak yang harus diingat, terlalu banyak yang harus dijadwalkan … Hmmm … Hiduuuppp … Aku ga yakin bisa berjalan sesuai rencana walaupun pada akhirnya nanti akan baik-baik saja ..”

Sepertinya .. berubah itu melelahkan. Padahal itu adalah pilihan untuk lebih baik dari masa lalu. Bagaimana kalo perubahan itu ke arah yang lebih jelek?? tadinya bekerja, sekarang menganggur. Tadinya cantik atau ganteng, sekarang keriput. Tadinya kaya sekarang miskin. Ah .. jadi ingat lagu Demi Masa-nya Raihan ..

*stel dulu ah, biar ga cape*

4 respons untuk ‘Cape’nya berubah ..

    Sawali Tuhusetya said:
    8 Februari 2008 pukul 17:58

    Tak ada yang abadi di dunia ini, pak shodiq, *halah, sok tahu* setiap waktu perubahan pasti ada. justru yang abadi itu adalah perubahan itu sendiri. Bukankah Tuhan sedniri pernah berfirman bahwa Tuhan tidak akan mengubah nasib sesuatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang mengubahnya. *Maaf kalau salah tolong dikoreksi, pak, hehehehe 😆 *

    alfaroby said:
    9 Februari 2008 pukul 12:57

    betul kat pak sawali.. gak ada sesuatu yang abadi.. hanya maslaah waktu saja kapan semua ini akan berakhir

    Ersis W. Abbas said:
    9 Februari 2008 pukul 21:42

    Hijrah … dari kehijrahan, bisa jadi, mendapatkan apa yang (lebih baik) didapatkan.

    […] Bagaimana? Apakah kita harus menyerah pada takdir yang menyakitkan itu? Tidakkah dalam keadaan begini pun, kita sebetulnya masih bisa menggapai takdir yang menyenangkan, misalnya meniti karir setinggi-tingginya? Mau, nggak, kita bercapek-capek menuju puncak? […]

Silakan sampaikan pemikiran Anda