Haramkah menyentuh lawan-jenis non-muhrim?

Posted on Updated on

Kutipan dari Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw (Bandung: Karisma, 1993), hlm. 177-179:

Mengabaikan pembedaan, antara ungkapan yang sebenarnya dan yang majâz [kiasan], dapat menjerumuskan seseorang ke dalam banyak kesalahan. Sebagaimana sering kita saksikan pada sebagian orang masa kini, yang dengan mudah mengeluarkan berbagai fatwa. Mereka mengharamkan dan mewajibkan, mem-bid‘ah-kan dan memfasikkan, bahkan ada kalanya mengkafirkan orang lain, dengan berdalilkan “nash-nash” yang seandainya dapat diterima kesahihan sumbernya, namun masih belum dapat dipastikan dalâlah-nya (petunjuk yang disimpulkan darinya) secara tepat dan tidak menimbulkan keraguan.

Ambillah sebagai contoh, hadis yang oleh sebagian orang masa kini [termasuk dari kalangan penentang islamisasi pacaran], dijadikan dalil untuk mengharamkan pria berjabatan tangan dengan wanita, secara mutlak. Yaitu hadis yang dirawikan oleh Thabrani:

Adalah lebih baik bagi seseorang dari kamu ditusuk dengan jarum dari besi (dalam versi lain: ditusuk ubun-ubunnya dengan sepotong besi – penerj.) daripada ia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya.”

Hadis tersebut telah dinilai sebagai hasan oleh Al-Albani, dalam takhrij-nya untuk buku karangan saya Al-Halâl wa Al-Harâm, dan juga untuk Shahih Al-Jami‘ Ash-Shaghir.

Kalaupun kita bersedia menerima penilaiannya itu – meski hadis tersebut sesungguhnya tidak terlalu dikenal pada masa para Sahabat dan murid-murid mereka – maka yang tampaknya lebih tepat adalah bahwa hadis itu tidak dapat dianggap sebagai nash mengenai haramnya jabatan tangan. [nash = dalil yang qath‘i (jelas)] Sebab, hadis itu menggunakan ungkapan ‘menyentuh’, yang dalam bahasa Al-Quran dan As-Sunnah tidak berarti sembarang persentuhan antara kulit dan kulit. Akan tetapi artinya di sini, sebagaimana dinyatakan oleh Ibn Abbas r.a. (yang digelari Turjuman Al-Quran) adalah bahwa al-mass [sentuhan] dan al-mulâsamah [persentuhan] dalam Al-Quran sering digunakan sebagai kinâyah (ungkapan tersamar) yang menunjuk kepada jimâ‘ (hubungan seksual). Sebab, Allah SWT adalah Al-Hayyiy Al-Karim (Yang Maha Pemalu dan Mahamulia); dan karena itu, Dia menggunakan kinâyah dengan kata-kata yang dikehendaki oleh-Nya, untuk menunjuk kepada suatu makna yang dikehendaki oleh-Nya.

Itulah satu-satunya pemahaman yang dapat diterima, berkaitan dengan firman Allah SWT seperti: “Wahai orang-orang beriman, apabila kamu menikahi perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu menyentuh mereka, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka ‘iddah . . .” (Al-Ahzab: 49)

Para mufassir dan ahli fiqih semuanya – termasuk dari kalangan Zhâhiri sekalipun – menyatakan bahwa kata ‘menyentuh’ dalam ayat ini berarti ‘melakukan hubungan seksual’. Dan adakalanya mereka memasukkan dalam pengertian ini pula “keberadaan suami istri dalam suatu tempat yang tertutup dari siapa pun selain mereka, selama waktu tertentu”. Sebab hal seperti itu memungkinkan keduanya melakukan hubungan yang dimaksud.

Seperti itu pula, kata ‘menyentuh’ yang terdapat dalam beberapa ayat dalam Surah Al-Baqarah yang menyangkut soal perceraian.

Demikian pula firman Allah SWT yang menirukan ucapan Maryam a.s. dalam Surah Ali ‘Imrân ayat 47, menguatkan makna seperti itu: “Ya Allah, betapa mungkin aku mempunyai anak, sedangkan aku belum pernah disentuh oleh seorang laki-laki pun.”

Dan cukup banyak dalil-dalil seperti itu, dari Al-Quran dan hadis.

Oleh sebab itu, hadis yang disebutkan di atas tidak dapat dijadikan dalil untuk mengharamkan jabatan tangan biasa antara pria dan wanita, yang tidak disertai dengan syahwat, dan tidak dikhawatirkan menimbulkan akibat yang tidak diingini. Terutama ketika hal itu memang diperlukan, seperti saat-saat kedatangan dari tempat yang jauh, atau setelah sembuh dari sakit, atau terhindar dari malapetaka, dan lain-lain keadaan yang biasa dialami oleh masyarakat, sehingga mereka saling memberi ucapan selamat.

Diantara dalil yang menguatkan hal itu, adalah apa yang dirawikan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnad-nya, dari Anas r.a., katanya:

Adakalanya seorang anak perempuan, di antara sahaya-sahaya di kota Madinah, menggandeng tangan Rasulullah saw. sementara beliau tidak berusaha melepaskan tangannya dari tangan si anak sahaya, sehingga ia membawanya ke tempat mana saja yang ia kehendaki.”

Adapun Al-Bukhari merawikannya dengan susunan kalimat hampir sama seperti iu pula.

Hadis tersebut menunjukkan betapa besarnya tawadhu’ beliau serta keramahan dan kelembutan sikap beliau, walaupun terhadap seorang sahaya. Ia menggandeng tangan beliau, melewati jalan-jalan kota Madinah, agar beliau menolongnya memenuhi keperluannya. Sementara itu, beliau – disebabkan sikap tawadhu’ dan keramahtamahannya – tidak hendak mengecewakan si sahaya ataupun menyinggung perasaannya dengan menarik tangan beliau dari tangannya. Sebaliknya, beliau membiarkannya menggandeng tangan beliau menuju tempat yang dikehendaki guna dapat membantunya sehingga ia menyelesaikian keperluannya.

48 respons untuk ‘Haramkah menyentuh lawan-jenis non-muhrim?

    M Shodiq Mustika responded:
    23 September 2007 pukul 02:45

    Kutipan dari Yusuf Qardhawi, Bagaimana Memahami Hadis Nabi Saw (Bandung: Karisma, 1993), hlm. 179-180:

    Dalam kitab yang mensyarahkan hadis Bukhari ini, Al-Hafizh menulis: “Yang dimaksud dengan ‘menggandeng tangan beliau’ dalam hadis tersebut ialah apa yang menjadi kelaziman perbuatan seperti itu, yakni kelembutan dan kepatuhan. Hadis itu mencakup empat macam tawadhu’ yang luar biasa, yaitu karena menyebutkan pelakunya (yakni yang menggandeng tangan beliau) seorang perempuan, bukannya seorang laki-laki; bahkan seorang sahaya perempuan, bukannya seorang perempuan merdeka; juga menyebutnya sebagai ‘seorang sahaya perempuan’, sebarang sahaya; kemudian menyebutkan ‘ke mana saja dikehendaki oleh si sahaya’, yakni sebarang tempat di mana saja. Di samping itu, penggunaan ungkapan ‘menggandeng tangan’ itu sendiri menunjukkan betapa si sahaya bebas membawa beliau ke mana saja, sehingga seandainya keperluannya berada di luar batas kota Madinah sekalipun, lalu ia meminta bantuan beliau, niscaya beliau akan memenuhinya juga. Itu semua menunjukkan betapa besar tawadhu’ beliau serta betapa jauhnya beliau dari sikap sombong yang bagaimanapun juga.” (Fat-h Al-Bâri, juz 13)

    Memang, apa yang disebutkan oleh Al-Hafizh (rahimahullah) pada umumnya dapat diterima. Namun, caranya mengalihkan arti ‘menggandeng tangan’ dari arti harfiahnya kepada arti kelazimannya, yakni kelembutan dan kepatuhan, rasa-rasanya kurang dapat diterima. Sebab, baik arti harfiahnya maupun kelazimannya, kedua-duanya memang tercakup dalam ungkapan tersebut. Sedangkan menurut asalnya, setiap ucapan haruslah dipahami sesuai dengan susunan lahiriahnya, kecuali apabila terdapat dalil atau petunjuk tertentu yang mengharuskan pengalihan artinya, dari apa yang tersurat kepada yang tersirat. Adapun dalam hal ini, tidak ada petunjuk yang mengharuskan pengalihan seperti itu. Bahkan menurut versi Imam Ahmad, susunan kalimatnya adalah “. . . maka beliau tidak akan melepaskan tangannya dari tangan si sahaya, sedemikian sehingga ia dapat membawa beliau pergi ke mana saja yang ia kehendaki . . .” Ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa hal itu memang benar-benar terjadi sesuai dengan susunan harfiahnya. Maka mengalihkan artinya (sebagaimana dilakukan oleh Al-Hafizh) adalah – tak lain – tindakan yang mengada-ada.

    Namun, menutup sama sekali pintu majâz dalam memahami hadis-hadis, dan berhenti pada artinya yang asli dan harfiah, pasti akan menghalangi banyak dari kalangan terpelajar di masa kini daripada memahami As-Sunnah, bahkan memahami Islam itu sendiri. Dan pada gilirannya, akan membuka pintu keraguan di hadapan mereka mengenai kebenarannya, akibat memahami setiap ucapan secara harfiah. Sementara jika mau menerima pemahaman secara majâz, rasa keingintahuan mereka akan dapat terpuasi dengan cara yang sejalan dengan tingkat pendidikan mereka, tanpa harus menyimpang dari logika bahasa ataupun kaidah-kaidah agama.

    […] dan kasih sayang yang mencapai tingkatan seperti itu, serta diselang-selingi oleh berdekatan dan bersentuhan badan, hanya diperbolehkan selama aman dari fitnah. Dan biasanya, tidak bisa aman/bebas dari fitnah […]

    Adit said:
    23 September 2007 pukul 03:40

    saya pernah membaca, katanya sahaya di situ adalah anak perempuan yang belum baligh. benarkah?

    M Shodiq Mustika responded:
    24 September 2007 pukul 00:14

    Imam Ahmad menyebut sahaya tersebut “anak perempuan”, tetapi Imam Bukhari menyebutnya sebagai “perempuan”. Karena itulah Hafizh Ibnu Hajar, Yusuf Qardhawi, Abu Syuqqah, dll. memandangnya sebagai “perempuan”.

    dajal007 said:
    2 Oktober 2007 pukul 03:32

    terkait masalah sang hamba sahaya itu anak perempuan atau perempuan dewasa, gimana tanggapan akang dari tulisan ini :

    =======

    كانت الأمة (وفي رواية : وليدة من ولائد) من إماء أهل المدينة لتأخذ بيد رسول الله صلى الله عليه وسلم فتنطلق به حيث شاءت

    Dahulu ada seorang budak wanita dari budak-budak (dalam lain riwayat : waliidah dari waliidah-waliidah) penduduk kota Madinah yang pernah menarik (memegang) tangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam untuk diajak pergi kemana saja ia suka” (HR. Bukhari dan yang lainnya).

    Al-Amatu (الأمة) merupakan lafadh umum yang berarti budak wanita. Sebagian orang menjadikannya sebagai dalil bolehnya menyentuh kulit perempuan ajnabiyyah. Namun, ia tidak memperhatikan riwayat lain yang menggunakan lafadh وليدة من ولائد. Dan ini merupakan penjelasan dari kata Al-Amatu.

    Al-Fayumi dalam Misbahul-Munir mengatakan tentang makna ‘al-waliidah”الوليد [(al-waliid) itu berarti anak kecil yang baru dilahirkan. Dan bentuk jama’nya adalah ولدان (wildaan) – dengan kasrah -, sedangkan untuk wanitanya adalah وليدة (waliidah) yang bentuk jamaknya adalah ولائد (walaaid).”

    Nah,…. di sini jelas bahwa yang menggandeng tangan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam itu adalah budak kecil yang belum baligh.
    Satu hadits harus dipahami dengan seluruh jalan dan lafadhnya.
    ========
    memang tulisan di atas terkesan hanya mengambil selain dari bukhari, tapi dalam keterangan penutup tulisan ini disebutkan kalo satu hadits harus dipahami dengan seluruh jalan dan lafadhnya. so, gimana tanggapan akang? dan bis atolong cantumkan juga tafsir dari hadits ini, berdasarkan siapa dan dalam buku apa 🙂

    nah, kalo

    donny said:
    3 Oktober 2007 pukul 13:23

    Ouch! Baru nyadar saya dengan kata ‘menyentuh’ di sana bisa bermakna ‘jima’. Padahal, dalam praktiknya saya sering menjelaskan soal batal/tidaknya wudlu ketika bersentuhan dengan lawan jenis.

    Secara pribadi, hal ini masih menjadi ‘tanda tanya’ besar bagi saya, tapi dalam praktiknya, saya berusaha untuk fleksibel. Dengan lingkungan organisasi dakwah, tentu lebih mudah, tapi dengan orang2 kebanyakan, saya masih kerepotan juga, karena ada perasaan ‘tidak nyaman’ juga ketika berjabat tangan dengan lawan jenis. Amannya, bagi saya, tentu berusaha menghindari sekuat tenaga untuk berjabat tangan, sebagai kehati-hatian saja.

    M Shodiq Mustika responded:
    5 Oktober 2007 pukul 17:47

    @donny

    Ya, aku mengerti dan mendukung sikapmu itu.

    @dajal007

    Pernyataan “satu hadits harus dipahami dengan seluruh jalan dan lafadhnya” merupakan perkara ijtihad. Bagaimana para mujtahid berselisih pendapat terlalu rumit untuk dijelaskan di sini.

    Dalam buku Abu Syuqqah, Kebebasan Wanita, bukan hanya hadits tsb yang dijadikan dalil untuk menunjukkan tidak haramnya persentuhan antarlawan-jenis yang tidak disertai syahwat. Lihat http://pacaranislami.wordpress.com/2007/09/23/sentuhan-sebagai-ekspresi-cinta-menurut-sunnah-nabi/

    Sungguhpun demikian, beliau mempersilakan pembaca untuk membaca buku fiqih atau ushul fiqih yang tebal-tebal untuk mendalaminya. Beliau mengakui dan menghargai perbedaan pendapat di bidang fiqih.

    Dadang said:
    6 Oktober 2007 pukul 17:23

    Afwan sebelumnya karena sesungguhnya saya sangat minim akan pengetahuan hadits… Namun ada satu hal yang ada dalam benak saya. Nampaknya isi dari artikel-artikel di blog ini lebih mengarah kepada penghalalan tanpa menjelaskan dampak2 berikutnya…

    ….Bukankah setan menggiring manusia dengan selangkah demi selangkah………

    Afwan…

    M Shodiq Mustika responded:
    8 Oktober 2007 pukul 06:52

    Benar, setan menggiring manusia selangkah demi selangkah.
    Namun, Rasul pun mengajarkan kita untuk berdakwah secara selangkah demi selangkah pula, khususnya di bidang akhlak. (Lain halnya dengan dakwah menyangkut aqidah yang cenderung revolusioner.)

    Helmi said:
    10 Oktober 2007 pukul 16:47

    Haramkah menyentuh wanita (lawan jenis)?
    Siapa yang mengatakan haram? bukankah dalam agama dihalalkan, ini adalah pertanyaan (tersebut) yang mudah sekali dijawab, saya sendiri pernah mencium wanita dan dicium wanita, palagi pertanyaannya? masih ada? butuh dalil, kalau buat pertanyaan yang suah-susah dong, supaya kita juga tertantang, iyakan? menyentuh wanita? halalan tayyiban!!!!!!!!!!!!!!!!

      blank said:
      25 Desember 2009 pukul 05:15

      bicara tanpa ilmu. lihat QS 17:36

    karina said:
    31 Oktober 2007 pukul 00:00

    saya pernah membaca di blog seseorang, ini kutipannya:
    Di dalam kitab Dzamm ul-Hawa, Ibnul Jauzi menyebutkan bahwa Abu Hurairah r.a. dan Ibn Abbas r.a., keduanya berkata, Rasulullah saw. Berkhotbah, “Barang siapa yang memiliki kesempatan untuk menggauli seorang wanita atau budak wanita lantas dia melakukannya, maka Allah akan mengharamkan surga untuknya dan akan memasukkan dia ke dalam neraka. Barang siapa yang memandang seorang wanita (yang tidak halal) baginya, maka Allah akan memenuhi kedua matanya dengan api dan menyuruhnya untuk masuk ke dalam neraka. Barang siapa yang berjabat tangan dengan seorang wanita (yang) haram (baginya) maka di hari kiamat dia akan datang dalam keadaan dibelenggu tangannya di atas leher, kemudian diperintahkan untuk masuk ke dalam neraka. Dan, barang siapa yang bersenda gurau dengan seorang wanita, maka dia akan ditahan selama seribu tahun untuk setiap kata yang diucapkan di dunia. Sedangkan setiap wanita yang menuruti (kemauan) lelaki (yang) haram (untuknya), sehingga lelaki itu terus membarengi dirinya, mencium, bergaul, menggoda, dan bersetubuh dengannya, maka wanitu itu juga mendapatkan dosa seperti yang diterima oleh lelaki tersebut.”
    Bagaimana tanggapannya?

    M Shodiq Mustika responded:
    31 Oktober 2007 pukul 06:51

    Karina, tolong sebutkan rujukannya yang di kitab hadits supaya kita bisa memeriksa teks Arabnya dan mengetahui sanadnya.

    Bolehnya Jabat Tangan Pria-Wanita « M. Shodiq Mustika said:
    3 November 2007 pukul 18:03

    […] Iblis Yang Menyesatkan Orang Yang Taat BeragamaPerlukah logika untuk memahami Syariat Islam?Haramkah menyentuh lawan-jenis non-muhrim?Cari Naskah Muslim […]

    'Abdulmalik said:
    8 November 2007 pukul 09:21

    “Adalah lebih baik bagi seseorang dari kamu ditusuk dengan jarum dari besi (dalam versi lain: ditusuk ubun-ubunnya dengan sepotong besi – penerj.) daripada ia menyentuh seorang perempuan yang tidak halal baginya.”

    Lantas apa arti dari kata “menyentuh” disini? Apakah menyentuh disini berarti “persentuhan antara dua permukaan yang sama/berbeda” sebagai makna asal dari kata “menyentuh” ataukah maknanya berarti “berhubungan intim antara laki2 dan perempuan”..??

    Apakah benar bahwa hadits ini adalah hadits yang tidak dikenal oleh para shahabat dan murid2nya??

    Lantas bagaimana bisa seorang Imam kaum muslimin yaitu Imam At Thabarani meriwayatkan hadits ini didalam kitabnya dan kemudian dinilai hadits hasan oleh Syaikh Al Albani. Dimana Hadits hasan adalah hadits yang mempunyai sanad (silsilah) periwayatan yang sampai kepada Rasulullah -shallallahu ‘alayhi wa sallam- walaupun derajatnya dibawah hadits yang shahih..

    Lantas bagaimanakah sikap kita yang benar terhadap hadits yang hasan ini? Apakah dia benar2 tidak bisa dijadikan sandaran hukum suatu perkara, semata2 karena tidak diketahui “makna sesungguhnya” dari kata “meyentuh” dalam nadits ini??

    Bukankah dalam ayat yang anda singgung tentang makna kata “menyentuh” tsb masih tetap saja ada sebagaian golongan ‘ulama yang berpendapat batalnya wudhu seorang laki2 yang menyentuh seorang wanita berdasarkan makna asal dari kata “menyentuh” tsb??

    Akan tetapi mengapa anda kemudian tidak menerangkan makna yang dimaukan dari kata “menyentuh” dalam hadits tersebut??

    rajaiblis said:
    30 November 2007 pukul 12:51

    @’Abdulmalik
    itu sama saja dengan “cerita” adam dan hawa mendekati pohon khuldi … !

    kenapa gak dibilang saja bahwa mereka terbakar syahwatnya dan lantas bergumul ?

    wakkakkakakaaa …

    rajaiblis said:
    30 November 2007 pukul 12:51

    sungguh …
    begitu tinggi nilai bahasa yg disampaikan tuhan kepada ummatnya !

    rajaiblis said:
    30 November 2007 pukul 13:02

    “Adakalanya seorang anak perempuan, di antara sahaya-sahaya di kota Madinah, menggandeng tangan Rasulullah saw. sementara beliau tidak berusaha melepaskan tangannya dari tangan si anak sahaya, sehingga ia membawanya ke tempat mana saja yang ia kehendaki.”

    madinah melambangkan manusia yang terdidik baik secara akhlak maupun berpengetahuan … manusia2 yg berpikiran maju …
    anak perempuan dan sahaya melambangkan manusia yang masih tertutup akalnya … setelah menerima “wejangan” dan “nasehat” dari muhammad dan mereka meyakini bahwa itu adalah sebuah kebenaran, maka nasehat itu tak akan pernah dilepas … digenggam dengan erat karena bisa membawa kepada kemajuan …

    dan sifat tuhan, bila ada hambanya yg mengakui segala kelemahan dan kebodohan lantas mengikuti perintah tuhan, maka tuhan akan mendekat secepat kilat … yg dilambangkan dengan muhammad yg “enggan’ melepaskan tangannya dari si anak tersebut !

    sungguh tinggi padanan bahasa dalam kalimat tersebut !

    heikhal said:
    1 Desember 2007 pukul 14:37

    yang penting jangan ada anggapan seolah2 perempuan itu najis, rendah, diciptakan untuk pelengkap, untuk menemani laki2, untuk memuaskan laki2, hanya sebagai budak laki2, , soalnya begitulah pandangan umum masyarakat kita, perempuan selalu dibatasi dalam setiap masalah, perempuan salah dicerca habi2an, laki2 salah biasa aja, perempuan tidak pake jilbab adalah setan, laki2 pake celana pendek biasa aja. Mereka diciptakan sama2 sebagai hamba Allah… derajat mereka sama dengan laki2, derajat sebagai HAMBA ALLAH, cuma kekuatan fisik yg lebih pada kaum laki2, itupun dilebihkan untuk mensejahterakan kaum perempuan dan dia sendiri sebagai laki2.

    menyangkut masalah sentuh menyentuh perempuan, menurut saya tergantung kondisi, dalam keadaan syawat atau tidak, aman dari fitnah atau tidak, jika mengandung syahwat jelas haram, begitu juga jika tidak aman dari fitnah, haram. diharamkan untuk kemashalahatan umat.

    wn said:
    30 Januari 2008 pukul 09:18

    pak shodiq…mau tanya…kalo gak salah saya pernah baca hadisnya HR.Ahmad yang bunyinya (pada intinya) menyebutkan kalo lebih baik ditusuk jarum besi daripada menyentuh tangan seorang perempuan yang tidak halal baginya. HAmpir sama sih pak sama hadis yang dipake bapak di tulisan di atas, tapi dalam hadis Ahmad tersbut ditambah kata ‘tangan’ sehingga maknanya jelas..gimana nih pak??

    dobelden said:
    30 Januari 2008 pukul 17:13

    tafsir dan pemahaman berbeda,…. asal perbedaan tidak mengharamkan orang lain… 🙂

    M Shodiq Mustika responded:
    1 Februari 2008 pukul 04:26

    @ ‘Abdul Malik
    Yang Anda persoalkan itu sudah terjawab di atas.

    @ rajaiblis
    Ya, makna tersirat ayat Tuhan begitu mendalam.

    @ heikhal
    Ya, saya setuju 100%.

    @ wn
    Aku belum mengerti hadits mana yang kau maksud. Silakan sebutkan teksnya secara lengkap. (Mungkin terjemah Indonesianya saja sudah memadai bila kau sebutkan secara lengkap kata demi kata.) Mungkin yang “jelas” menyebutkan “tangan” itu peruntukannya “TIDAK jelas”, apakah khusus untuk Nabi sendiri ataukah juga untuk kita semua.

    @ dobelben
    Yup. Aku juga berpandangan begitu. 🙂

    nana said:
    26 Februari 2008 pukul 12:59

    saya yakin ketika sebuah ayat Al-Quran diturunkan akan berhubungan dengan ayat-ayat sebelumnya. mohon diperhatikan dalam menjadikan ayat Al-Quran sebagai dalil, jangan sedikit-sedikit atau diputus. begitu juga dengan hadits. Berhati-hatilah pada informasi yang menyesatkan

    M Shodiq Mustika responded:
    27 Februari 2008 pukul 11:54

    komentar nana kurang jelas

    ayat/hadits manakah yang diputus-putus?
    informasi manakah yang menyesatkan?

    Hadi Arrahman el Wijaya said:
    1 April 2008 pukul 10:03

    assalamulaikum. Wallohua’lam bisshowab. Saya gak bisa komentar… Karena dlam tahap bljar. Insyaallah setiap ucapan kita pasti ada kesalahan. Mari koreksi diri kita masing2..

    Iyan said:
    23 Mei 2008 pukul 17:32

    ass.wr.wb.
    mau nanya…buat kita para lelaki..siapa saja sih yang halal untuk kita sentuh?
    Apakah saudara spersusuan yang wanita(tapi bukan saudara kandung) halal untuk disentuh?

    Ronggo Warsito said:
    12 September 2008 pukul 13:07

    Bagaimana dengan hadits ini

    Dari Umaimah bintih Ruqoiqoh radhiyallahu ‘anha: Bersabda Rasulullahi Shallallahu ‘alaihi wassallam: “Sesungguhnya saya tidak berjabat tangan dengan wanita.” [HR Malik 2/982, Nasa’i 7/149, Tirmidzi 1597, Ibnu Majah 2874, ahmad 6/357, dll]

    Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha: “Demi Allah, tangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam tidak pernah menyentuh tangan wanita sama sekali meskipun dalam keadaan membai’at. Beliau tidak memba’iat mereka kecuali dengan mangatakan: “Saya ba’iat kalian.” [HR Bukhori: 4891]

    Andika said:
    19 September 2008 pukul 09:55

    rajaiblis Berkata:
    30 Nopember 2007 pukul 12:51

    sungguh …
    begitu tinggi nilai bahasa yg disampaikan tuhan kepada ummatnya !

    Mau nanya neh, kalimat Umat itu bukanya istilah pengikut Nabi / Rasull? sedikit mereview ketika Rasullulloh hendak meninggal, belia berkata Ummati,,,ummati,,,,
    Trus apa bedanya dengan istilah Hamba??? maap ini cuman bentuk istilah seh,,.,cuman kok rasanya kurang pas aja isitilah manusia sebagai umat Alloh???

    Mengenai Hadist,,,muup sekali, no comment dengan hadist (banyak saya lihat umat Islam di dunia ini , terutama di Indonesia becerai – berai cuman gara2 perselisihan Hadist yang konon Hadist Sokheh, but anyway malah bikin kehancuran umat Islam itu sendiri), malah justru isi dalam kandungan Al-quran tidak menjadi rujukan Utama.

    Masalah Zina dan Hukum Rajam (yang dihukum sampai mati), bisakah saudara2 disini berikan saya rujukan dalil AL-Quran nya??? (bukan Hadist tp AL-Quranya,,,,Jus berapa, surat berapa, dan ayat berapa, gimana bunyinya, gimana tafsirnya?

    terimakasih dari saya, salam kenal dari manusia bodoh dan bejat yang sedang berusaha kembali sebaik2nya kembali menghadap Alloh.

    ainun said:
    21 September 2008 pukul 17:23

    ass. saya mau tanya, apakah kita di wajibkan untuk berdakwah?

    M Shodiq Mustika responded:
    24 September 2008 pukul 03:50

    @ Ronggo Warsito
    Lihat penjelasan Abu Syuqqah di Bolehnya Jabat Tangan Pria-Wanita

    @ Andika
    Salam kenal kembali…
    Ketika Qur’an ditafsirkan tanpa menyertakan hadits, perselisihan pendapatnya lebih tajam lagi!
    Bagaimanapun, menafsirkan Qur’an dengan akal belaka tanpa menyertakan hadits sangatlah berbahaya. Sebab, tidak sebagaimana Nabi Muhammad dan para sahabat beliau, kita tidak tahu konteks diturunkannya ayat-ayat itu. Tanpa mengenal konteksnya, kita akan cenderung salah-tafsir. Karena itu, saya merasa keberatan untuk hanya menunjukkan ayatnya tanpa hadits penjelasnya.

    @ ainun
    Ya, dakwah itu hukumnya wajib.

    Bolehnya Jabat Tangan Pria-Wanita « Muslim Moderat said:
    28 September 2008 pukul 09:42

    […] ini, … tidak harus berarti bahwa Rasulullah saw. menghindar dari semua bentuk kondisi [sentuhan dengan wanita] karena bisa jadi ada tujuan lain sehingga menyentuh wanita mewujudkan beberapa keperluan yang […]

    zahra said:
    10 Oktober 2008 pukul 14:19

    assalamualaikum..
    ikut nimbrung ni, iya sy jg msh bingung ttg hukum blh tdknya brjbt tgn/bersentuhan dg non muhrim,tp nth knp y,ktk sy tersentuh oleh non muhrim sy, tngan sy refleks mengusap2 bagian tbh yg tersentuh td, demi allah sy tdk bermaksud menyinggung org tsb,tp nthlah spt da yg mgrkan sy,sy srg mrsa bersalah jika harus dibonceng oleh laki2 non muhrim,perasaan itu sllu hdr bgitu sj,dr sinilah timbul keyakinan saya,bahwa menyentuh/berjabat tangan dg non muhrim kita itu adalah hal yg sebaiknya dihindari,sy tdk mengatakannya haram cz sy juga msh suka mencium tangan guru/orang yang saya tuakan meski bukan muhrim saya…wassalamualiakum wr.wb

    Chicha said:
    15 November 2008 pukul 14:41

    Saya juga masih bingung masalah ini, karena menurut guru agama saya, bersentuhan kulit antara yang bukan muhrim itu dosa tapi tidak membatalkan wudhu (ada yang bilang ini pendapat aliran islam muhammadiyah). Ayah saya juga membenarkan tapi masalah bersentuhan kulitnya, karena masalah wudhunya beliau kurang tahu. Tapi saya juga pernah membaca di sebuah buku (saya lupa judul bukunya) bahwa cium tangan kepada yang bukan muhrim dibolehkan dengan syarat dia guru kita, orang yang sudah tua, atau orang tua kita. Jadi yang mana yang benar? Dan bagaimana dengan suami sepupu ayah/ibu saya? Selama ini saya berusaha menjauhi cium tangan pada yang bukan muhrim untuk berjaga-jaga.

    M Shodiq Mustika responded:
    16 November 2008 pukul 03:26

    @ zahra & Chicha

    Berhati-hati itu bagus. Aku salut.
    Mengenai cium tangan, lihat artikel “Berdosakah aku mencium dia, dia, dan dia?

    sajali said:
    31 Desember 2008 pukul 15:16

    bersentuhan secara langsung dengan lawan jenis yang bukan mahram dan sudah pada gede humnya tidak boleh “HARAM”. TITK

    Kalau yang tidak haram tum menyentuh batu dan tembok

      M Shodiq Mustika responded:
      31 Desember 2008 pukul 16:04

      @ sajali
      “TITIK”?
      Apakah Anda tidak mengakui keberadaan ijtihad dalam Islam?

    etikush said:
    23 Februari 2009 pukul 11:26

    Sore hari, menjelang magrib,
    i-in mulai membuka diary berjudul “kisah hidup qu yang pertama”.

    Bukan untuk menulis sesuatu, hanya ingin sedikit bernostalgia.
    Saat dibuka secara acak, matanya tertuju pada kisah lima tahun yang lalu.
    Saat itu i-in masih kelas 3 SMP, caturwulan 2.

    Waktu itu ada anak cowok baru pindah ke sekolah i-in,
    dan karena disaat yang sama,
    teman sebangku i-in pindah ke sekolah lain,
    maka anak baru yang bernama a-an pun menjadi teman sebangku i-in.

    Dalam waktu kurang dari sebulan, i-in dan a-an berteman akrab.
    Kemana-mana selalu bersama, mengerjakan pe-er, tugas kelompok, maen basket,
    sampe nonton ke bioskop & maen ke mall pun selalu bareng.
    Mereka berdua tidak pacaran, hanya berteman.

    Sampai suatu ketika, saat mereka berdua mengerjakan pe-er biologi di rumah a-an,
    mereka mempraktekkan bab anatomi tubuh,
    pada mulanya mereka berdua hanya ‘lucu-lucu-an’,
    tapi kemudian, gelora jiwa muda membawa mereka semakin jauh.
    untungnya mereka segera tersadar,
    sebelum mempraktekkan bab sistem reproduksi manusia.

    Sejak saat itu i-in menghindari a-an, bahkan i-in pindah tempat duduk.
    a-an sempat protes dengan sikap i-in, tapi i-in tak bergeming.
    i-in tetap menjauhi a-an.

    Sambil mengusap air matanya, i-in menutup buku diary tersebut.
    Masih teringat dengan jelas dibenaknya,
    bagaimana tanggapan a-an saat i-in mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah dosa.
    “yang kayak gini tuh uda biasa” inilah tanggapan a-an yang membuat i-in pergi jauh.

    Aq sangat mencintaimu, aq tak rela dirimu berlumur dosa.
    Aq sangat mencintaimu, aq tak kan sudi tubuhmu dijilat api neraka.
    Aq sangat mencintaimu, tapi cinta ini belum saatnya.
    Aq sangat mencintaimu, dan bila qau bukan jodoh qu, aq ikhlas menerimanya.

    etikush said:
    23 Februari 2009 pukul 11:27

    kok yang nanya gak punya link ya?

    umi said:
    4 April 2009 pukul 21:34

    assalamu’alaikum.
    afwan sbelumnya saya mau ksh opini aja.
    bagaimana jabat tangan tidak di katakan haram cz bila bersentuhan sdikit sj rasanya sudah tidak nyaman lg,apalgi berjabat tangan dan hadis nabi pun dah menatakan yg sebenarnya. afwan blog ini menghalalkan berjabat tangan ya???

    ————
    Tanggapan Admin:
    1) Penetapan hukum (wajib-sunnah-mubah-makruh haram) bukanlah berdasarkan perasaan nyaman / tak nyaman.
    2) Para ulama yang berijtihad itu sama-sama berlandaskan dalil yang sah dari Al-Qur’an dan al-Hadits.
    3) Blog ini menempatkan diri sebagai “majalah berita”. Tidak semua pandangan yang diberitakan di sini sejalan dengan pandangan pengelola blog.

    syzie pricilla said:
    23 Juni 2009 pukul 15:40

    assalamualaikum….
    p’ sy mw nanya..?? gni dari dulu orang tua sy melarang keras sy pacaran. alasannya mereka takut terjadi sesuatu dengan sy. tapi selama ini saya tetap saja menjalin hubungan dengan se2orang. dan smua itu sy lakukan juga masih di batas kewajaran. sy sudah dewasa , sudah tahu mana yang benar dan mana yang tidak.yach bisa dibilang kalau sy backstreet lah…
    yang mw sy tanyakan apakah sy salah melakukan semua ini ?? apa yang harus sy lakukan ?? sementara kalau di suruh meninggalkan dy sy g’ mungkin bisa…
    thank’z

    ferdom said:
    6 September 2009 pukul 01:18

    assalamualaikum,
    saya ingin bertanya …
    apakah seorang muslim yang melakukan jima’/bersetubuh pada bulan PUASA. Layaknya suami-istri dengan pasanganya, akan tetapi ia bukan muhrimnya.
    apakah HARAM/hanya berdosa saja?

    saya pernah mendengar, klo orang yang bersetubuh tidak dengan muhrimnya pada bulan puasa maka puasanya tidak afdol selama 1 bulan / 40 hari, klo ga salah …???

    gmn menurut jawaban anda, kabari saya segera!

    rahmad wahyudi said:
    24 Oktober 2009 pukul 09:33

    setau saya yang bodoh ini hadis itu selain ucapan juga perbuatan nabi. hadis yang menyatakan bahwa nabi tidak menyentuh wanita sudah ada di komen sebelumnya. dari hadis itu kita tau nabi tidak menyentuh wanita. masak anda menghalalkan pria menyentuh wanita?

    haniifah said:
    3 November 2009 pukul 22:33

    Mestinya dikaitkan dgn An-Nur 30-31 dan hadits terkait tentang larangan memandang yg bkn mahrom.
    Memandang betis aja maksiat (imam Syafi’i) apalagi berjabat tangan sambil memandang wajah.

    sugianto said:
    14 Oktober 2010 pukul 03:43

    assalamualaikum wr.wb…
    kakak atau mas…
    aku mw tayak kenapa org yg mempunyai wudhu itu jika di sentuh ma orang yg bukan muhrimnya itu najis….toh cuman di pegang dikit ajja udh najis smw…keseluruh badan
    knp yc…???

    jamal said:
    10 November 2010 pukul 12:12

    bagaimana orang-orang ini pada ngotot-ngototan sampai jelek-jelekin satu sama yang lain..semua itu hanya bahasa, tapi yang dimaksud masing-masing yang berargumen berdasarkan hadis itu ak yakin maksudnya baik, dan benar, itu yang namanya perbedaan rohmat, yang terpenting dalam hati setiap orang muslim masih ada nur ilahi, sehingga tahu membedakan mana yang buruk dan yang baik, asal tidak menjadikan kita musuhan, nabi aja menghormati orang kafir asal tidak menggangu lakum dinukum waliyadin. yang penting kita selalu menyelamatkan tauhidddddddd…

    yazid bin muawiah said:
    30 Maret 2011 pukul 12:55

    ikhwan shodik,saya mau tanya nih,buat siapa aja yang mau jawab insyaallah rezekinya lancar….
    ,,apakah aurot itu berbeda beda dosanya,(maaf sblumnya}melihatkan paha atau kemaluan dan rambut misalnya,kan bnyak aurot aurot perempuan kecuali telapak tangan dn wajah…….

    kalau jawabnya gak sama,berarti ada dalil dalil yang menjelaskanny……

    tapi kalau sama saja,aurot ya aurot semua dosanya sama, berarti gak ada bedanya semua ustad ustad atau kiayi kiayi dengan orang bejat yang selalu liat film hot{maaf}.kan mereka sama sama sering liat aurot wanita,bedanya cuma si bejat liat kemaluannya dan ustad atau kiayi liat rambut kuping,sama2 dapat dosanya,kecuali ustad yang hidup di arab saudi,karena tidak ada satupun wanita yang gak pakek jilbab,,itu yang saya bingung sampai hari ini,semoga ada yang ngasih jawaban yang melegakan benak saya,trm ksih waskum ya ikhwan.

    Bolehnya Jabat Tangan Pria-Wanita « Indonesia Hot said:
    20 Januari 2014 pukul 18:04

    […] ini, … tidak harus berarti bahwa Rasulullah saw. menghindar dari semua bentuk kondisi [sentuhan dengan wanita] karena bisa jadi ada tujuan lain sehingga menyentuh wanita mewujudkan beberapa keperluan yang […]

Silakan sampaikan pemikiran Anda