Menurut Islam

Tidak Menulis SWT dan SAW = mendangkalkan akidah?

Posted on Updated on

… jika anda sangat mencintai Allah SWT dan beliau SAW, anda tidak akan menulis seperti ini, tapi anda akan menulis yang isinya sangat menganjurkan menuliskan SWT dan SAW, bahkan menuliskan dengan lengkap tanpa menyingkat. jika anda seorang yang dalam ilmu tentang Islam, kenapa tidak memunculkan mahabbah dan ta’dziman kepada Allah SWT dan Muhammad SAW?? … jika anda memang ‘ulama dari barisan Islam yang lurus, ajarkan kami untuk mencintai dan ta’dziman kepada Allah SWT dan Muhammad SAW, bukan malah mendangkalkan.

Tanggapan M Shodiq Mustika:

Baca entri selengkapnya »

Salahkah berdakwah dengan cara yang jujur?

Posted on Updated on

Dalam berdakwah, hampir tak pernah aku mengatakan “Menurut Allah SWT, …” atau pun “Menurut Rasulullah SAW, …” Sebab, aku hanya berusaha jujur. Sejujurnya, aku tidak tahu pasti apa yang sesungguhnya dimaksudkan oleh Allah dalam firman-Nya dan oleh Rasulullah dalam sabda beliau. (Lihat artikel “Pencari Kebenaran Agama Yang Jujur” dan “Mampukah kita memahami Al-Qur’an (dan kitab lainnya)?“) Oleh karena itu, aku biasanya mengatakan, “Menurut saya, …” Salahkah berdakwah dengan cara jujur begini?

Gunakan akal untuk memahami Al-Qur’an!

Posted on Updated on

Front of the Quran
Image via Wikipedia

Seorang misterius berteriak kepadaku, “… JANGAN GUNAKAN AKAL ANDA, KARENA AL QUR’AN TIDAK BISA SEMBARANGAN DAN DIJELASKAN SECARA SEPOTONG SEPOTONG”. Nah, apa tanggapan Anda kalau diminta tidak menggunakan akal?

Tanggapan M Shodiq Mustika:

Justru supaya Al-Qur’an bisa dipahami seutuh-utuhnya, bukan sepotong-sepotong, maka penggunaan akal sehat itu diperlukan. Bahkan, Allah SWT menyampaikan firman-Nya hanya kepada orang-orang yang berakal. Sebab, orang yang berakal sehat sajalah yang dapat memahami diin-Nya. Allah berfirman, “… Dan merupakan peringatan bagi orang-orang yang berakal [sehat].” (Q.S. Shad 37 : 43).

Baca entri selengkapnya »

Haruskah menyebut Nabi Muhammad dengan “Muhammad SAW”?

Posted on Updated on

Pernah aku dikritik ketika menyebut “Allah” dalam tulisanku. (Mengapa bukan “Allah SWT”?). Pernah pula aku diolok-olok ketika menyebut “Nabi Muhammad” dalam tulisanku. (Mengapa bukan “Muhammad SAW”?)

Tanggapan M Shodiq Mustika:

Haruskah menyebut Allah dengan “Allah SWT”? Haruskah menuliskan “Nabi Muhammad” dengan “Nabi Muhammad SAW”? (Tidak kelirukah menuliskan singkatan “SWT”, “SAW”, “a.s.”, “r.a.”, dan sebagainya?)

Baca entri selengkapnya »

Hai orang-orang yang beriman, … itulah orang yang zalim!

Posted on Updated on

renungan | ajaran diin islam | agama iman takwa | ciri-ciri orang yang zalim

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain! Bisa jadi, mereka (yang diolok-olok) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain. Bisa jadi, wanita (yang diolok-olok) lebih baik daripada wanita (yang mengolok-olok). Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri. Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat [dari kesalahan-kesalahan seperti ini], maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS al-Hujuraat [49]: 11)

Berikut ini adalah beberapa komentar olok-olok yang baru saja aku jumpai saat blogwalking. Aku khawatir, orang-orang mukmin yang menyampaikan olok-olok berikut ini tergolong zalim, lebih zalim daripada yang diolok-olok.

Baca entri selengkapnya »

Mampukah kita memahami Al-Qur’an (dan kitab lainnya)?

Posted on Updated on

Pertanyaan yang menurutku terpenting saat ini adalah: Mampukah manusia memahami firman Tuhan? Kalau manusia tidak mampu memahami, mengapa Tuhan menurunkan kitab suciNya? Kalau manusia mampu memahami firmanNya, mengapa ada banyak pemahaman? Mana yang Benar?

Baca entri selengkapnya »

Amal manakah yang lebih utama: membaca Al-Qur’an ataukah membaca terjemahan Al-Qur’an?

Posted on Updated on

Kemarin, aku mendapat hikmah bahwa terjemahan Al-Qur’an tidaklah identik dengan Al-Qur’an itu sendiri. Terjemahan Al-Qur’an tidak bisa disamakan dengan Al-Qur’an. Karena itu, “Jangan Hanya Memahami Al Qur’an dari Terjemahan.” Selain itu, aku juga mendapat pelajaran bahwa pahala membaca terjemahan Al-Qur’an tidaklah sama dengan pahala membaca Al-Qur’an. Pertanyaan kita sekarang: Amal manakah yang lebih utama: membaca Al-Qur’an ataukah membaca terjemahan Al-Qur’an?

Baca entri selengkapnya »

Membaca terjemahan Al-Qur’an tidak berpahala?

Posted on Updated on

Jangan Hanya Memahami Al Qur’an dari Terjemahan

Harian Republika, Senin, 31 Juli 2006

Kalau pemahaman hanya berdasarkan terjemahan, jangan mudah menyalahkan orang lain.

Baca entri selengkapnya »

Suami bersedekah tanpa setahu istri, halal atau haramkah?

Posted on Updated on

… bagaimana hukumnya seorang suami … melayani (atau memberi) pertolongan (pada) seorang gadis non muhrim tanpa sepengetahuan istrinya. Apa hukumnya berdosa … Sedang gadis tersebut sangat memerlukan sekali pertolongan tersebut yang berupa uang guna keperluan sekolahnya yang dia memang masih sekolah…

Menurut Islam ala Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah:

Hendaklah pengeluaran harta tersebut diketahui dan dimusyawarahkan dengan istri Anda. Libatkanlah istri dalam hal pemberian yang bisa dikatakan beasiswa kepada gadis yang anda tolong tersebut.

Perlu diingat bahwa harta yang anda peroleh [sejak awal pernikahan hingga perceraian] disebut harta bersama (suami-istri). Jika pengeluarannya [untuk bersedekah atau pun keperluan lain] tanpa sepengetahuan istri, maka demikian termasuk berdosa.

Aneh! Ngakunya muslim, tapi tidak beriman kepada Al-Qur’an!

Posted on Updated on

Benarkah kita beriman kepada Al-Qur’an dan bukan kepada terjemah/tafsirnya? Ini saja pertanyaanku. Berdasarkan saran mas agor, kata-kataku di bawah ini kucabut dan mohon dianggap tidak ada!

Baca entri selengkapnya »